*10. Balas Budi?*

4K 811 77
                                    

"Beneran lo nggak mau ikut gue ke Bandung? Lumayan, liburan gratis. Buat refreshing otak lo."

"Enggak, Al."

"Hm," Al melirik Anna lalu langsung menarik tangan perempuan itu. "Ya, udah. Gue titip apartemen ini ke elo, ya. Harus lo bersihin tiap hari. Gue pergi cuma dua hari doang kok. Pokoknya lo harus tinggal di sini."

"Al, gue punya rumah sendiri," ujar Anna, menolak secara halus. "Gue nggak bisa terus-terusan tinggal di sini."

Maksud itu baik. Al tidak ingin Anna pulang ke rumahnya karena itu akan membahayakan nyawanya. Namun, Anna keras kepala. Jikalau tidak ada Al, maka Anna tidak akan mau menginjakkan kaki di apartemen itu.

"Nggak perlu khawatirin gue, ya. Gue bisa jaga diri kok."

"Hubungi gue kalau ada apa-apa."

Anna menggerakkan jempol dan jari telunjuknya membentuk huruf 'o' yang melambangkan kata 'oke'. "Jangan lupa lo di sana cari pacar. Biar nggak nyusahin gue terus."

Al menarik pelan rambut Anna karena gemas dengan perempuan itu. "Kebalik woi! Lo yang nyusahin ngue mulu."

"Yeuh, nggak bisa ngaca, ya. Apa perlu gue beliin kaca?" tanya Anna dengan nada yang mengejek.

"Ya, Tuhan. Lo ngibarin bendera perang, ya. Gue jadi bimbang mau berangkat ke Bandung apa enggak."

Karena rencana awal adalah mengajak serta Anna. Al lupa kalau Anna tidak bisa dekat-dekat dengan laki-laki lebih dari dua atau tiga laki-laki. Ia pasti akan panik dan berkeringat dingin. Sedangkan geng tour-nya Al itu beranggotakan 7 orang laki-laki dan hanya 3 orang perempuan.

"Berangkat aja, gih. Siapa tahu dapet jodoh di sana."

"Lo pasti nangis-nangis kalau gue beneran punya pacar," kata Al sambil memasukkan sweater tambahan ke dalam ranselnya.

"Kenapa gue nangis? Ya, gue harusnya seneng dong."

Al menatap Anna intens. "Serius nih? Gue kalau udah pacaran, bakal bucin banget. Ntar lo nangis karena nggak gue peduliin lagi."

"Asalkan lo bahagia sama pacar lo, gue nggak masalah kok."

Sebegitu nggak sukanya lo sama gue, Ann?

"Oke. Pulang dari Bandung, gue pastikan gue udah punya pacar. Cewek Bandung 'kan cakep-cakep," Al menghibur dirinya sendiri. "Tunggu aja."

"Jangan jadiin cewek buat mainan, Al. Inget karma."

"Emang pernah lo ngelihat gue nyakitin cewek, hm? Emang pernah lo lihat gue bikin cewek-cewek nangis?" Al kesal. Ia ingin Anna memandangnya berbeda. Tidak semua laki-laki di dunia ini seberengsek yang Anna pikirkan. "Yang ada, gue mulu yang disakitin. Ditinggalin. Digantungin. Bahkan, dimanfaatin."

Anna kehabisan kata-kata. Ia sadar bahwa dirinya sudah menyinggung titik paling sensitif dalam polah pikir Al.

"Cewek mah suka gitu. Sukanya sama cowok yang jelas-jelas nggak suka sama dia. Giliran ada yang ngejar-ngejar, dia ilfeel. Giliran nggak ada yang suka sama dia, ntar ngeluh. Giliran disakitin sama satu cowok, langsung deh menyama ratakan semua cowok seberengsek itu."

Anna menyipitkan matanya. Kalimat itu benar-benar Al tujukan untuk dirinya. Al sedang menyindirnya secara halus.

"Nggak paham lagi gue sama pola pikir cewek. Aneh."

Hari itu, Anna melihat Al menjauh darinya. Sangat jauh. Al berubah.

Nggak papa. Karena emang lo lebih pantes dapetin cewek yang lebih baik dari gue.

AlannaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora