"Lo beli susu beruang banyak banget deh, Ann?" Al bertanya heran saat melihat Anna mengeluarkan beberapa belanjaannya. Perempuan itu memasukkannya ke dalam kulkas satu per satu lalu memamerkan senyumnya pada Al. Senyum bangga karena pada akhirnya Anna juga bisa mengisi ruang kosong yang ada di kulkas milik Al dengan uangnya. "Bisa kembung tuh perut lo."
"Hahaha. Enggak mungkin kembung lah," ujar Anna lalu memberikannya pada Al. "Satu buat lo."
"Gue nggak suka susu beruang," susu kotak yang biasa Al minum bukan itu. "Setahu gue, lo juga nggak suka susu beruang dah. Lo sukanya Milo. Kayak gue."
"Sebenernya gue nggak suka susu Milo," Anna berjalan meninggalkan kitchen sink setelah mencuci tangannya. Ia menjatuhkan dirinya pada sofa apartemen Al yang empuk lalu dua anak angkatnya itu langsung mendusel-ndusel pada kaki Anna. "Dari dulu gue sukanya susu beruang. Tapi, sering nggak mampu beli."
"Kenapa nggak bilang ke gue? Biar bisa gue beliin susu beruang aja."
"Ya, lo 'kan sukanya susu kotak. Gue nurut aja. Lagian 'kan lo ngasih, masak gue pilih-pilih, sih? Itu nggak tahu diri namanya."
Kalimat yang keluar dari mulut Anna itu sungguh jujur. Tidak ada yang ia lebih-lebihkan sama sekali.
"Makanya tadi gue langsung beli sepuluh kaleng. Mumpung ada uwang," ungkap Anna seraya menggendong Jenny. Kucing itu mengendus-endus kalung susu beruang milik Anna. "Kamu mau? Minta a? Nggak boleh, Sayang. Ntar kamu kecipirit."
Baru beberapa minggu Anna dekat dengan Jenny dan Jhonny, Al sudah merasakan kalau sifat kakaknya yang ber-peri-ke-kucing-an itu melekat juga pada diri Anna.
Al geleng-geleng kepala saat menyadari kemarin Anna panik karena melewatkan jam makan siang untuk Jenny dan Jhonny. Sedangkan Anna sendiri pada saat itu belum makan siang juga. Sungguh definisi asli dari 'terlalu mementingkan orang lain.' Eh, bukan Jenny dan Jhonny 'kan bukan 'orang', melainkan dari bangsa hewan.
"Ngincip dikit aja, ya?" Anna lalu kembali meneguk susu beruang itu dengan cepat, berusaha mengahabiskannya. "Aku sisain dikit buat kamu biar nggak ngiler sama rasa susu ini."
Al membuka kotak makan yang isinya semua jajanan untuk kucing. Laki-laki itu mengambil dua bungkus lalu melemparkannya pada Anna.
"Yey. Waktunya ngemil," Anna membuka bungkus jajanan kucing yang bungkusnya berwarna pink dan biru itu. "Nih, ada gambar temen kamu di sini. Mirip banget sama kamu."
Semenjak ada Jenny dan Jhonny, Al merasa Anna lebih sering mengajak duo kucing itu mengobrol. Al perlahan merasa tersisihkan. Laki-laki itu melengos. Sudah biasa merasa tidak dianggap oleh Anna. Lalu Al lebih memilih untuk menyalakan televisi layar datar miliknya lalu memilih tontonan di PIU.
Ada saran film yang harus Al tonton? Di jam-jam seperti ini tidak baik untuk menonton series yang biasa Al tonton di Netpliks karena belum terlalu larut malam. Berbahaya bagi kesehatan jantung Al dan juga kewarasan otaknya. Jadi, Al ingin beralih sejenak.
Baru saja Al akan mengetik judul film atau drama action yang ingin ia tonton, tetapi keyboard yang ditampilkan pada layar televisi itu membuatnya tercengang.
"Kok gini, sih?" keluh Al sambil terus memencet-mencet remote televisi miliknya lalu melirik Anna dengan sinis. "Lo apain nih tv gue, hm?"
Karena hanya ada dua penghuni di apartemen itu. Pasti pelakunya Al atau Anna. Hanya dua kandidat itu saja.
"Kenapa, sih, Al?" tanya Anna dengan polosnya. Saat Al menunjuk pada layar televisi, tawa Anna langsung mengudara dengan kerasnya. Ia terbahak-bahak. "Hahaha. Keyboard-nya kayak habis diruqyah. Ganti jadi bahasa Arab."
KAMU SEDANG MEMBACA
Alanna
Romance(17+) Al kalah karena perempuan yang dicintainya lebih mencintai perempuan lain. "Al, kalau kamu cari temen hidup, aku mundur. Tapi, kalau kamu cari cewek yang jago ngabisin duitmu itu, aku maju paling depan."