*11. Pelindung Anna*

3.1K 791 103
                                    

"Tangan gue tadi habis dipegang sama Kak Abra," ujar Anna dengan jelas agar Al melakukan hal yang biasa ia lakukan padanya. Membersihkan bekas tangan laki-laki lain.

"Yang mana?"

"Ini...." ucapnya dengan suara yang bergetar. "Di sini. Di sini juga." Anna menunjuk bagian tangannya yang tadi bersentuhan langsung dengan Al.

Cup....

Al mengecupnya dengan cepat. "Udah, ya. Nggak ada lagi."

"Terus cincin gue gimana, Al?" tanyanya, merasa tidak rela. Namun, ia juga tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

"Ntar gue beliin lagi," Al menggaruk sebelah alisnya. "Gue nggak bisa kasar sama cewek. Tapi, kayaknya Ratu ini pengecualian deh."

"Lo besok mau ngapain Kak Ratu, hm? Jangan macem-macem! Kak Abra itu temen-temennya preman. Ntar lo malah yang digebukin," ujar Anna penuh perasaan khawatir.

"Gue ada perlu sama Ratu, bukan sama cowok hidung belang itu."

"Kak Ratu 'kan pacarnya Kak Abra. Pastilah ntar ikut campur. Kayak lo sama gue."

Sontak Al langsung menginjak rem mobilnya hingga menimbulkan suara decitan antara ban mobil dengan aspal. Tangannya langsung terentang di dada Anna untuk menahan tubuh perempuan itu yang akan terkantuk pada dashboard.

"Jadi, kita pacaran, Ann?"

"Maksud lo?" tanya Anna dengan raut wajah bingung dan mata sembapnya yang semakin terlihat unik di mata Al.

Ekspresi wajah Anna itu lucu, unik, dan jarang bisa Al temukan pada perempuan lain. Makanya, ia tidak pernah bosen menatap Anna dalam waktu yang cukup lama.

"Lo tadi bilang, Ratu sama Abra 'kan pacaran. Kayak lo sama gue," ujar Al mengulangi ucapan Anna dengan nada suara yang berbeda dan ragu-ragu. "LO TADI BILANG GITU! NGGAK MUNGKIN GUE SALAH DENGER!"

"Maksudnya, pendekatan kita tuh kayak orang pacaran, tapi nggak pacaran. Paham nggak, sih? Masak harus gue jelasin lagi? Gue capek, Al."

Al membuka mulutnya, ia sudah siap akan terus membahas mengenai hubungan mereka itu apa. Namun, dari sorot mata Anna sudah mampu menjelaskan semuanya secara tidak langsung.

Anna menghindari topik tersebut.

"Oke, skip bagian ini," Al menarik napas panjang lalu mengendarai mobilnya dengan kecepatan yang normal dan ia jadi lebih tutup mulut.

Anna menatap tangannya lalu bolak-balik menggosokkan tangannya pada celananya agar bekas tangan Abra itu hilang dari kulitnya. Bekas yang tak kasat mata.

"Udah. Nggak papa...." ujar Al berusaha menenangkan Anna saat sudah keluar dari mobilnya. Karena Anna tetap saja melakukan hal itu. Al jadi kesal sendiri. "Ann, udah dong."

Anna menggigit bagian bawah bibirnya lalu berjalan dengan cepat mendahului Al, ia lebih dulu naik lift dan sengaja menekan tombolnya agar lift itu cepat menutup. Al melihat dengan mata kepalanya sendiri, lift itu bergerak naik dengan meninggalkan dirinya di sana.

Sabar, sabar. Cewek kebanyakan emang kayak gini.

Bagi Al, hal paling susah dimengerti di dunia ini adalah.... perempuan.

Perempuan itu terkadang suka membolak-balikkan perkataannya. Bilangnya tidak apa-apa, padahal sedang buruk keadaannya. Bilangnya tidak mau, tapi mau. Bilangnya tidak peduli, tapi khawatir terus. Memang tidak semua perempuan seperti itu. Namun perempuan yang sedang bersama Al saat ini, jelas-jelas seperti itu sifatnya.

Ponsel Al bergetar. Ada panggilan telepon dari Tristan dan teman-temannya yang lain.

"Ah, ini 'kan malem minggu," ujar Al sambil menepuk jidatnya sendiri. Ia lupa. Bahkan, Al melupakan janji kencan buta dengan kenalan temannya Tristan. "Sorry, Tan. Gue lagi sibuk. Tolong batalin janji kencan gue sama temen cewek lo itu ya. Sampein juga permintaan maaf gue. Bye."

AlannaWhere stories live. Discover now