*14. Inisial A (17+)*

5.9K 752 38
                                    

"Selamat, ulang tahun, Anna ucapkan...." suaranya sedikit tertahan, bercampur dengan isak tangisnya. "Selamat, panjang umur, Anna 'kan doakan."

Perempuan itu menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun untuk sang mama.

"Tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga. Se-karang juuuga," lalu Anna mendekatkan kue yang di atasnya ada lilin berangka 45 itu. "Fuih."

Yang meniup lilin tersebut adalah Anna lalu ia juga yang bertepuk tangan dengan meriah.

"Selamat ulang tahun, Ma. Semoga tahun depan Mama udah bisa sembuh. Semoga Mama bisa lebih baik dari ini. Anna sayang Mama!" lalu ia menangkupkan kedua tangannya dan memejamkan mata. Anna kembali merapalkan doa khusus untuk sanh mama.

Siapa pun boleh bersedih, selain Mama.
Apa pun boleh pergi, selain Mama.
Apa pun boleh Tuhan ambil dari hidupku, selain Mama.

Sarah. Wanita paruh baya berumur 45 tahun. Dulu ia hanya seorang sekretaris di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang keuangan. Sarah yang cantik- ia banyak dikagumi, bahkan Anna sedari dulu mengagumi mamanya. Kalau ditanya suatu saat nanti Anna ingin jadi orang seperti apa? Anna dulu selalu menjawab, ia ingin seperti mamanya.

Namun, semua berubah saat Sarah mulai di-PHK dari tempatnya bekerja. Lalu suaminya berselingkuh. Elsa sakit. Anna tidak bisa apa-apa selain menambah beban keluarganya.

Vanilla pernah bertanya pada Anna, kenapa tidak pernah membenci Sarah? Padahal Sarah sudah sering menyakitinya.

Aku membenci Mama sebanyak aku menyayanginya.

Anna meletakkan kuenya di atas meja. Ia mengambil sepotong kue black forest tersebut lalu mencoba menyuapinya pada Sarah. "Ma, ayo buka mulut."

Hari ini Sarah berhasil meminum obatnya sesuai jadwal dan dosis yang ada. Jadi, emosinya stabil- setidaknya, bisa dikontrol.

"Tidak," jawab Sarah, menatap tajam Anna. Putrinya itu terus saja bersikeras, merayu agar Sarah mau membuka mulutnya. "Tidak!"

Hanya kata 'tidak' yang keluar dari mulut Sarah. Anna akhirnya menyerah. Sudah cukup untuk hari ini. Jangan terlalu memaksa Sarah untuk berbuat lebih seperti manusia normal lainnya.

"Sekarang, Mama tidur ya."

Hari yang cukup melelahkan bagi Anna. Ia menuntun sang mama dengan pelan hingga terbaring dengan sempurna di kasurnya lalu mematikan lampu agar tidurnya tidak terganggu. Anna menghela napas lalu membersihkan rumahnya yang seminggu sekali baru disapu maupun dipel.

Setelahnya, Anna lalu nenatap kue ulang tahun sang mama yang belum dimakan sedikit pun.

Satu per satu tetes air mata jatuh membasahi pipi Anna. Kenangan indah yang dulu membuatnya tersenyum, kini saat Anna mengingatnya kembali- ia malah menangis.

Dulu, hari ulang tahun sang mama, papa, kakaknya, atau diri Anna sendiri adalah hari spesial yang kehadirannya selalu ditunggu-tunggu.

"Buat Papa mana?"

"Ma! Elsa dulu!"

"Kak Elsa, ini makan punya Anna aja."

Di mana dulu keluarganya masih lengkap. Di mana Anna selalu mengalah. Di mana Anna selalu berkorban untuk keluarganya agar utuh. Namun, yang terpisah tetap harus pisah.

Anna membekap mulutnya dengan telapak tangan. Tangisnya semakin menjadi-jadi.

119 is calling....

Ponsel Anna berbunyi, ada panggilan telepon dari Al. Anna sengaja mengabaikannya. Ia hanya ingin menangis semalaman ini.

Perempuan itu menikmati kesedihannya. Sendirian. Berteman dengan sepi. Bercengkerama dengan luka. Tumbuh dari banyaknya kecewa, serta sesuatu yang membuatnya tak percaya akan adanya cinta.

AlannaWhere stories live. Discover now