Tiga Puluh

203 19 2
                                    

Jangan tanyakan bagaimana perasaanku menjelang lamaran itu. Aku rasa semua perempuan pasti akan merasakan apa yang kurasakan. Perasaan gelisah, sulit menelan makanan dan insomnia. Terlebih aku belum pernah bertemu dengan laki-laki yang akan melamarku dan sepanjang malam terus menebak wajah laki-laki tersebut. Menerka-nerka dengan berani. Bagaimana jika dia tua? Bagaimana jika dia buruk rupa? Astaghfirullah!

Satu hari sebelum hari yang ditentukan itu, aku semakin cemas dan untuk meredakan kecemasan itu aku mengajak Niko belanja ke mini market. Aku tidak ingin ketika keluarga Pak Heru datang, aku masih secemas ini. Kebetulan persediaan dapur di rumah tinggal sedikit, jadi belanja di mini market bukan hanya alasan kosong.

Masih ada waktu 23 jam sebelum acara pertemuan itu. Eh, pertemuan atau lamaran? Ah, aku tidak mau ambil pusing. Aku membawa hasil belanjaan dan menunggu Niko yang masih membeli buku apa gitu di depan mini market. Aku memandang langit yang tampak mendung. Apa akan turun lagi?

"Bukannya itu Kak Genta ya, Kak Nimas?" tanya Niko yang langsung membuatku memandang ke arah yang ditunjukan Niko.

Aku memperhatikan dengan baik-baik laki-laki yang baru saja keluar dari toko perhiasan yang ada di seberang jalan dan di sana aku melihat sosok itu sedang berjalan bersama seorang gadis berambut panjang. Aku mengedipkan mataku berharap aku salah lihat, tapi apa yang tampak di depan mataku benar-benar Genta.

Jadi dia memang ada di Jakarta?

Dia tersenyum kepada sang gadis dan menunjukan kotak yang mungkin berisi cincin. Mereka berbincang dan gadis itu tersenyum.

Aku tertunduk. Mobil dan kendaraan lain yang melintas di jalan membuatku tidak bisa melihat Genta dan gadis yang kemungkinan pacarnya atau malah istrinya. Ya Tuhan? Kenapa rasa sakit itu masih muncul di hatiku?

"Mbak Nimas baik-baik aja?" tanya Niko.

Aku tak menyahut dan meminta Niko segera masuk ke mobil. Aku tidak boleh berdamai dengan hatiku lagi. Sudah cukup delapan tahun aku menuruti hatiku yang tak sekalipun beranjak dari Genta. Saat ini aku tidak bisa. Aku harus tetap melanjutkan hidup meski tanpa Genta.

Lupakan Genta!

"Beneran Mbak Nimas baik-baik aja?" tanya Niko kembali.

Aku memandangnya dan tersenyum. Aku akan baik-baik saja.

***

Ketika Hujan Menyatakan CintaWhere stories live. Discover now