Dua Puluh Empat

3.3K 168 4
                                    

"Assalamualaikum," salamku saat masuk ke rumah. Aku melepaskan sepatu dan meletakannya di rak yang ada di teras rumah.

"Waalaikumsallam," sahut suara laki-laki dari dalam rumah.

Bukannya itu suara.... "Mas Reza!" sorakku begitu melihat Mas Reza ada di ruang tamu. Aku langsung berhambur memeluknya. Sudah dua tahun ini Mas Reza ditugaskan ke Lampung dan jarang banget pulang. "Kok pulang?"

Dia mendengus. "Lo nggak suka kalo gue pulang?"

"Ya gue kaget aja, Mas."

Dia memegang perutnya. "Dari tadi kami menunggu lo buat makan sampai gue laper."

"Maaf," sahutku. Aku menunjukan makanan yang kubawa. "Aku bawa singkong keju!" kami bergegas ke ruang makan dimana mama, papa dan Niko ada di sana. "Coba Mas Virza ada di sini, pasti rame banget," ucapku dengan cemberut. Mas Virza baru menikah satu tahun yang lalu dan tinggal di tempat kelahirannya istrinya di Malang.

Istrinya bernama Mbak Nadia, pacar Mas Virza saat masih SMA dulu dimana lebih tua satu tahun darinya.

"Telepon aja Mas Virza, Nim!" usul papa.

Oh ya juga. Aku mengeluarkan ponsel dan memanggil nomor Mas Virza. Dia yang juga bekerja di perusahaan di Malang, hanya menelpon satu minggu dua kali karena kesibukannya.

"Mas, di rumah ada Mas Reza lho," ucapku ke Mas Virza yang ada di seberang telepon.

"Oh ya? Tanyakan ke dia kapan nikah," sahut Mas Virza.

Aku menjauhkan telepon dari mulutku. "Mas Virza tanya kapan Mas Reza mau nikah," ucapku kepada Mas Reza.

"Bilang nunggu Nimas nikah duluan."

Aku melongo. "Kok gitu?"

Mas Reza tidak mempedulikan pertanyaanku. Aku kembali mendekatkan ponsel ke telinga. Kali ini suara Mbak Nadia yang terdengar.

"Dek, Mbak ada kabar bahagia. Loudspeaker ya!"

Aku melakukan apa yang diminta Mbak Nadia. Terdengan suara bahagia di sana dan dengan pelan, Mbak Nadia bicara. "Mbak hamil, udah tujuh minggu."

Sontak mata kami langsung berbinar bahagia. Mas Virza dan Mbak Nadia tertawa bahagia.

"Kapan kalian ke sini?" tanya mama.

"Insya Allah akhir bulan ini ya Ma."

"Mama dan Papa tunggu lho."

Aku menyudahi telepon karena kulihat Mas Reza sudah memegangi perutnya dari tadi. Aku memandang menu makanan yang terhidang di meja. Ada tumis jamur kesukaanku. Niko yang saat ini sudah kuliah memimpin doa sebelum makan. Seketika jamur yang ada di atas meja makan menjadi rebutan aku dan Mas Reza.

Ketika Hujan Menyatakan CintaWhere stories live. Discover now