*Nyanyian si Tuli

14 4 1
                                    

Tidak termasuk universe gelap manapun anggap aja selingan(2)

****

Aku punya kebiasaan mencatat banyak hal yang perlu kucatat dan menggambar hal yang kuinginkan.

Tapi belakangan aku mencatat hal yang tak perlu kucatat dan menggambar hal yang tak begitu kuinginkan.

Pasalnya baru-baru ini pikiranku tidak bisa damai. Nyanyiannya menggema di kepala, dan gerakannya membuatku terpesona.

Dia, mengalihkan sepertiga dunia bawahku.

Bahkan saat ini pun. Aku masih tak bisa melepas pandangku darinya.

Dia, gadis di ruang sebelah tempatku dirawat. Saat ini kulihat dirinya tengah menari dan bernyanyi indah dari jendela kamarku yang langsung mengarah ke taman.

Aku tak bisa berhenti mengagumi betapa indah sosoknya. Sekali saja ingin kusampaikan, kutanyakan, kubincangkan banyak hal. Lagu apa yang ia dengar, film apa yang ia tonton, apakah ia senggang di akhir pekan?

Namun apalah, jika pun kesempatan itu ada ... aku hanya sanggup menatapnya.

Dunia ini sangatlah adil.

Bagiku setiap harinya adalah rutinitas yang memuakkan, menyebalkan, menyakitkan, dan tak ada harapan. Sakit adalah hal terakhir sebelum mati menjemput. Jadi, aku benar-benar tidak ada harapan untuk berlaku layaknya manusia sehat.

Dari sini aku kurang bisa mendengar apa yang ia senandungkan.

Tariannya indah.

Jemariku mulai menggores kertas, naik dan turun, mengukir wujud indahnya saat melompat bak permata yang rapuh namun kokoh.

Apa yang ia lakukan di tempat ini?

Pikiranku mulai menjelajahi banyak hal, memikirkan tentangnya yang sama sekali tak mungkin kutahu jawabnya.

Tiap harinya selalu ada hal yang ingin kutanyakan.

Tiap hari pula tak pernah ada kesempatan.

Aku sibuk menggambarnya, mengira-ngira lirik senandungnya.

Itu mengisi sedikit banyak kekosongan hatiku.

Suatu hari, kami bertemu pandang.

Sepersekian detik saja. Ia menyadari diriku memandangnya, dan itu nyaris membuat jantungku berhenti berdetak.

Dia menyadariku, dia melihatku.

Imajinasiku mulai meninggi, harapanku semakin dan semakin meninggi pula.

Akankah saat itu tiba?

Saat kulihat lagi ke jendela, ia sudah beranjak pergi dari sana.

Aku tidak sabar menunggu hari esok tiba, melakukan rutinitas indah yang sama.

Tapi, dia tidak disana.

Esoknya, dia sama sekali tidak disana hingga hari berganti.

Aku benar-benar merasa kehilangan, dan tanpa sadar mulai menanyakan perawat kemana perginya orang itu.

Kutulis pertanyaanku, kutunjukkan pada salah satu perawat yang menunggu.

"Kemana gadis dengan baju putih yang sering menari dan bernyanyi disana?"

Perawat itu menggeleng. Mengangkat bahu tanda tak tau.

Aku kesal, apakah ia menganggapku serendah itu? Orang-orang disini tidak pernah mau menjawab pertanyaanku.

Aku tidak bisa berbicara. Mereka pun tidak mau bicara padaku.

Aku mulai mengamuk karena putus asa berminggu-minggu tidak melihatnya. Ku bikin tulisan besar-besar. Kutunjukkan pada semua orang di lorong. Mereka panik melihatku keluar kamar.

"Tuan, tenanglah. Kumohon, tenang."

Aku tidak peduli, aku hanya ingin tahu keadaan gadis itu. Apa dia sudah kembali?

"Yang Anda maksud, dia sudah lama pergi."

"Jauh sebelum anda kemari, dia sudah lama pergi."

"Dia bisu dan juga tuli, sepertimu."

"Dan yang kau lihat selama ini mungkin karena imajinasimu saja."

"Yang menari dan menyanyi itu, sebenarnya kau sendiri."

Itu tidak benar, aku yakin melihatnya!

Aku yakin aku melihatnya!

Semua orang disini bodoh, mengabaikan makhluk seindah dirinya. Saat di persimpangan lorong, kulihat seorang gadis mengintip di balik tembok. Tersenyum mengerikan.

Orang yang sama dengan yang sangat kukagumi.

Orang gila yang tak pandai bernyanyi.

****

A/N;

Gila.

17-02-21

Numinousजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें