*1 The Fallen Angel

5 0 0
                                    

Berapa harga yang harus kubayar untuk sebuah akhir?

****

Sore itu langit menampakkan hitamnya teramat pekat. Wilayah itu tidak menyisakan satu celah pun untuk seberkas cahaya. Kelamnya langit benar-benar membuat para nelayan di sekitar sana menghentikan aktivitas dan memilih pulang ke rumah, daripada terkena masalah lebih lanjut dan merugi. Badai pasti benar-benar akan melanda.

Gelombang laut mulai tak teratur seiring angin berhembus teramat kencang tak beraturan. Entah dari arah mana badai akan datang, yang pasti sore yang biasanya cerah itu seakan mengusir semua orang. Laut terombang-ambing dan semakin pasang, membuat siapapun yang melihat gerakan liarnya akan merasa ngeri.

Hujan mulai menjatuhkan rintiknya satu persatu menjadi sekian juta atau kelipatannya. Terdengar sangat deras disertai petir dan angin yang semakin menggila. Kapal nelayan bahkan bisa saja terhempas ke daratan karena anginnya benar-benar tidak wajar.

Sangat tidak wajar.

Harusnya itu cukup untuk mengusir semua manusia dari tempat itu. Entah ada pertunjukan apa di sana ... tetapi itu tidak menghentikan seorang lelaki yang berjalan tergesa-gesa dari salah satu jalan-- langkahnya terlihat sangat kesusahan. Ia memegang payungnya susah payah, mengangkat lengannya--- menghadang cipratan air yang tidak teratur karena angin seperti datang dari segala arah, menutupi pandangan.

Entah apa yang dilakukannya saat tempat itu mestinya sudah menunjukkan tanda untuk menyingkir. Dia satu-satunya manusia yang mendekat saat badai berlangsung.

Mendekat menuju tempat sampan yang sudah terombang-ambing tak menentu. Semakin mendekat ia saat reaksinya menunjukkan kepanikan seakan tak ada sesuatu yang dicarinya di sampan itu. Sampan itu benar-benar nyaris terbalik, barangkali angin masih berusaha menyuruh lelaki itu pergi.

Ia hampir menyerah karena memang tidak akan bisa mencari sesuatu yang dicarinya dalam kondisi seperti ini. Apapun itu, pastilah sangat penting karena dia benar-benar memaksakan diri.

Tidak lama setelah ia membalikkan badan ... angin mulai tenang. Menghentikan permainan kejar-kejaran mereka. Hujan memelan, meski sisa rintikannya masih berjatuhan cukup deras. Laut pun sudah terlihat lelah. Heran adalah kata yang pas untuk siapapun yang merasakan situasi itu. Badai yang sedang asik-asiknya menggila tiba-tiba mereda saat ia membalikkan badan. Apa semesta bercanda? Meski sepertinya bukan dia saja yang merasakan itu. Tapi lucu rasanya saat beberapa detik lalu kau baru saja hampir diterbangkan, lalu semua itu berhenti seakan kengerian sebelumnya tidak pernah terjadi.

Lelaki itu membalikkan badan lagi. Laut masih tetaplah laut, meski keadaannya sedikit lebih kacau daripada sebelum badai.

Tidak sampai disana, langit juga berangsur-angsur melunturkan gelapnya. Awan bergeser pelan, teratur, bahkan menyisakan ruang untuk seberkas cahaya yang teramat kontras diantara awan lain yang belum benar-benar cerah sepenuhnya.

Lelaki itu mematung. Apa yang alam coba tunjukkan padanya? Dia mulai merasakan perasaan tidak beres. Semuanya terlalu tiba-tiba. Terlebih cahaya di tengah laut sana tampak seperti lampu panggung yang tengah menyorot, atau hendak memuntahkan sesuatu.

Lama dia menunggu, tak ada yang benar-benar terjadi. Merasa dibohongi akhirnya dia memutuskan untuk kembali saja. Lelah dan tidak ada niatan lebih lanjut mencari sesuatu yang hendak dicarinya saat badai tadi.

Satu langkah ia hendak menjauh, sepersekian detik kemudian ia kembali berbalik. Semudah itu manusia berganti pikiran dan---

--- dia melihatnya. Apa yang tengah langit pertontonkan padanya. Selasar cahaya dengan efek yang sangat menyentuh hati itu menurunkan seorang malaikat--- pikir lelaki itu. Benar-benar seperti menonton teater saat dewa-dewi turun ke bumi.

Lelaki itu tidak salah lihat. Langit menurunkan perlahan gadis itu jika matanya tak berbohong--- gaunnya putih bersih, sayapnya indah membentang menggantungnya lama bak pajangan di atas sana. Saat lelaki itu mengedipkan mata, cahaya ilahi tadi sepertinya sudah tertutup dan menjatuhkan se--seorang? Dia tidak yakin. Ke mana perginya malaikat tadi? Apa dia menjadi manusia? Apa dia yang barusan terjatuh? Suara deburan laut terdengar, menyadarkan lelaki itu.

Sekarang dia sempurna linglung. Langit berangsur cerah tanpa memberi aba-aba. Menampakkan sedikit jingga di antara suasana gelap yang belum menghilang sempurna.

Bagaimana bisa?

Memikirkan hal lain untuk menjawab pertanyaan siapa itu yang baru saja tercebur--- sesuatu terjatuh. Di hadapannya. Di depan mata kepalanya. Sebuah buku. Buku yang membuatnya memiringkan kepala sangat-sangat heran.

Benarkah itu tadi malaikat?

****

Gelap.

Telinganya berdengung, pandangannya memburam. Sesuatu membuatnya terombang-ambing tak karuan. Lama disadarinya sesuatu yang membuatnya sesak dan nyaris kehabisan napas tak lain adalah dia nyaris tenggelam. Dengan cepat ia menggerakkan tangan dan kaki demi mendapat seraup oksigen.

Saat sampai di atas sana, ia membuang napas kasar dan terbatuk berkali-kali hingga air keluar dari hidungnya, gadis itu mengambil napas sebanyak-banyaknya. Saat ia mengusap wajah dan menatap sekitar matanya menangkap sosok yang membuatnya membatu.

Manusia. Melihatnya. Lama. Dari. Sana.

Tidak mau memikirkan apa yang selanjutnya terjadi, ia menyelam kembali. Merutuki refleksnya yang tidak berguna.

Anak lelaki itu sepertinya tidak berinisiatif mencari tahu. Gadis itu mulai menepi ke daratan. Pasir melekat ke badannya saat ia mencapai darat dengan posisi tengkurap, merangkak lebih dekat, lantas berbaring.

Gadis itu yakin anak lelaki tadi masih menatapnya, tapi dia sepertinya cukup waras untuk tidak mendekat. Entah karena takut atau tidak ingin terkena masalah.

Langit saat ini sudah benar-benar cerah, daripada sesaat setelah langit memuntahkan dirinya. Jingganya langit sore itu membuatnya tersenyum.

Sampai kapan aku bisa melihat langit ini?

Gadis itu mengingat hal yang harus dilakukannya saat tiba. Ia memaksa dirinya terlelap, menghilangkan keberadaannya untuk beberapa lama.

Menunggu takdir menjalankan tugasnya.

****

A/N:

31-08-21

Semoga bisa lanjut.

NuminousWhere stories live. Discover now