ALO (1)

7 0 0
                                    

Nishimura Kazumi's POV

Aku tengah menatap layar ponsel pintarku dengan sangat antusias. Main bersama rekan satu guild-ku yang hebat adalah salah satu penaik mood yang bekerja.

Saat itu aku sedang berada di ruang keluarga, dimana Kazuto-Nii sedang berkutat dengan tumpukan kertas yang entah apa isinya.

Wajar saja, kakakku itu adalah Wakil Ketua Osis di sekolahnya, tidak heran ia mendapat banyak tugas. Kakak juga sangat famous karena tampang dan kepintarannya yang diatas rata-rata. Tentu saja aku juga lebih hebat, dalam artian lain. Namun segala hal tentang kakak kadang membuatku risih.

Aku tidak bisa mengatakannya sekarang.

"Sial!" sial. Aku mengumpat lagi. Ini sudah yang ke-enam dalam beberapa jam ini. Dan benar saja- Kazuto-nii mengalihkan pandang padaku dari sudut ruangan dengan tatapan mautnya yang setia terpampang disana. Aku tidak peduli.

Aku menekan tombol untuk mengirim voice mail atau pesan suara pada rekan satu timku itu. "Hoi, BAKA! Kenapa kau malah ikutan denganku?! Kita malah terkepung bersama!" lalu aku melepas tombol yang kutahan, pesan suara itu terkirim, begitulah cara game ini berkomunikasi antar rekan, satu hal yang membuatku tidak segan melakukannya, ada fitur change the voice disana, dimana suaramu akan diubah sesuai karakter yang tersedia.

Aku sering mengumpat melihat rekan mainku, nama usernya terlalu aneh, jangan tertawa jika kau ingin tau, namanya -Tadaima- (Artinya 'aku pulang') yang sekarang malah ikutan ingin mati denganku karena kami dikeroyok bersamaan, mungkin dia memang ingin segera pulang ke tempat yang seharusnya. Harusnya ia tidak usah keluar tadi.

Pesan suara darinya masuk, ia menggunakan chara cewek yang bengis, otomatis suara yang masuk sangat tegas dan nyaring.

"Aku tidak mungkin meninggalkanmu mati begitu saja. Setidaknya mati bersama lebih baik daripada membiarkanmu mati."

DEG

APA-APAAN ITU?!

"Kato-Nii! Apa terlalu sering main game berefek hingga ke dunia nyata?!" pekikku masih dengan fokus bertahan dalam game.

Kazuto-Nii melirikku tidak senang dari tumpukan kertas diatas meja yang berada disudut ruangan. Ia menaikkan sebelah alis heran. "Kenapa memangnya?" tanyanya masih tetap tenang.

"Kenapa aku juga merasa seakan akan mati di dunia nyata?! Padahal ini kan hanya game? Jantungku serasa mau copot!" tanyaku histeris. Benar saja, jantungku masih berdetak hebat sampai saat ini.

Nyawaku yang sudah tidak sampai satu inci itu membuatku semakin mengerang marah. Tidak biasanya aku dikepung seperti ini, padahal permainan baru saja dimulai. Hari yang sial.

"Bertahanlah sebentar, Shika!" terdengar lagi suaranya dari pesan suara yang terkirim. Aku sudah cukup semangat lagi setelah beberapa saat.

Low battery.

BEEP

Nani..

..aku kan belum menang?!

"ARRGGGHH CEPAT SEKALI HABISNYA?!" aku nyaris membanting smartphone ku jika saja Kazuto-Nii tidak melotot padaku seperti biasa. Jika rusak, aku tidak akan dibelikan ponsel lagi, dan Kazuto-Nii sangat perhitungan dalam peminjaman barang.

Ah, sial. Baru kali ini aku merasa sangat kesal. Baru kali ini juga aku kalah dengan sangat tidak elit.

Setidaknya perasaan seakan diriku akan mati sudah mulai mereda.

Mungkin benar, aku harus mengurangi bermain game menjelang ujian kelulusan nanti.

Tadi itu hanya perasaan takut mati kan? Kenapa wajahku juga ikutan panas?

"Kau baik-baik saja Kazumi? Apa kau kalah?" tanya Kazuto-Nii dengan tatapan merendahkannya jika aku kalah.

"BERISIK!" aku melempar bantal sofa yang dihindarinya dengan mudah.

Ah, sial. Hari ini benar-benar mengesalkan.

***

A/N:

Random

NuminousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang