*Tentang Kematian Yang Indah

14 0 0
                                    

Kadangkala, tak menentu waktunya ... pikiranku tertuju pada satu kata yang amat nyata. Mati. Meski satu kata, berapa banyak dampaknya pada semesta yang besar ini? Kecil. Hanya satu hal yang kecil. Namun mari berbicara soal "semestanya" mereka yang mati. Keluarga yang menangisi, atau teman-teman yang kehilangan. Yang tertinggal hanya nama dan kenangan. Mau dikata apa? Sudah mati.

Maka barangkali, mati pun tidaklah buruk. Meski aku belum mati. Aku seringkali melihat kematian yang indah. Kau pun pernah, tidakkah kematian tidak selamanya menyeramkan? Menakutkan? Bukan berarti aku tidak takut mati. Aku hanya berbicara dalam sudut pandang pengamat. Kau yang melihat, pikirkanlah. Bagaimana mati yang indah itu?

Wajahnya bercahaya, tak tahu seberapa banyak kebaikan yang sudah ditinggalkannya. Ia senyum saja, rela. Pernahkah kau lihat wajahnya? Maka sungguh, aku pernah.

Indah bukan main. Seperti, semesta bahkan tak rela ia pergi. Aku bahkan bingung hendak menangisi bagaimana, sudah terlalu pantas ia berada di sisinya.

Dia pergi, meninggalkan keluarga, sanak saudara, orang terkasih bahkan harta dunia. Dia pergi, apa yang ia bawa masuk ke dalam tanah? Kebaikannya. Seumur hidupku orang baik selalu pergi dengan begitu indah. Kau tahu, bahkan kalimatnya terngiang dalam kepala, hanya membayangkan wajahnya saja. Kebaikannya, tertanam pada orang-orang yang rela.

Aku takut, kematianku tidak seindah itu. Aku takut tidak cukup hal baik yang kutinggalkan. Aku takut seseorang masih mendendam, tanpa sempat kubuat padam. Aku takut, matiku bagaimanalah kelak?

Nasihat kehidupan, soal bukan seberapa banyak yang kau bawa, tapi seberapa banyak yang kau tinggalkan. Kerapkali membuatku membatu, berpikir lagi, sudahkah aku?

.
.

07-03-21

NuminousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang