*Tidur Katanya

9 0 0
                                    

Aku ... seringkali takut untuk tidur. Memejamkan mataku, menjemput kegelapan. Membiarkan pikiranku berkeliaran, mengambang entah kemana, mencari jawaban atas persoalan yang boleh jadi tak sepatutnya kupertanyakan. Seperti, jika aku tidur malam ini, akankah aku masih terbangun esok hari? aku manusia yang hina, lagi rusak. Seharianku boleh jadi hanya membuat Tuhan murka. Detik-detik hendak terpejam itu kadangkala amat menyiksa. Segala pemikiran yang menitikberatkanku pada keputusasaan kala kumenutup mata. Lagi-lagi pemikiran random itu menyapa, "peer fisika, belum kau buat juga, kenapalah kau tunda-tunda."

Bila tidur adalah mati sekejap ... maka itu adalah kematian yang indah. Setidaknya tidak ada yang meneriakiku untuk masukkan honda karena sudah kumasukkan-

Lalu bunga tidurku menghampiri, bak melodi indah tak berdosa menari. "Hai Rima, lelapmu nampak suci sekali malam ini, lalu dalam kecepatan cahaya membuat dimensi berganti, matiku tadi bak dibawa ke alam lain, hey, mimpi buruk tidak pernah bilang-bilang. Paling mentok bangun-bangun aku sakit kepala atau menangis darah. Ngeri yang tak kunjung sirna, 'kemarin berbuat dosa apa ya?'

Namun, benarlah ... tidur adalah hal paling indah, setidaknya itu tanda. Mati. Terlelap tak berdaya. Sejatinya memang seperti itulah manusia, tak perlu bersikap langit jika nanti juga bakal masuk ke tanah. Bersyukurlah jika kau terbangun pagi ini, bersyukurlah kau tak bermimpi buruk tadi pagi. Bersyukurlah ... masih diberi kesempatan untuk menangisi diri. Lagi. Peerku pun masih belom di-- kasihani.

****

6-03-21

NuminousWhere stories live. Discover now