Part 42

1.7K 213 2
                                    

Sakha langsung mendongak saat pintu di ruang OSIS dibuka kasar, memunculkan Nanda dengan penampilan berantakan dan wajah yang memerah. Belum sempat Sakha menyuarakan protes, kerahnya sudah dicengkeram erat oleh Nanda sebelum satu pukulan mendarat di wajahnya membuat Sakha terjungkal dari tempat duduk.

"Lo apa-apaan, sih, Nan? Baru dateng langsung mukul gue?" kesal Sakha seraya mengusap hidungnya yang berdenyut nyeri. Astaga ... kenapa hari ini orang-orang senang sekali memukul wajahnya?

"Seharusnya gue yang tanya sama lo. Apa maksud lo ngundurin diri dari sekolah?" Nanda menarik kerah Sakha hingga wajah mereka sejajar. Keduanya saling beradu pandang. Sementara Nanda dengan emosi yang tersirat di kedua matanya, Sakha justru tidak terusik sama sekali. Dia malah menghela napas dan melepas cengkraman Nanda dengan mudah.

"Gue bakal pindah ke Amerika," aku Sakha sambil bangkit.

"Kenapa lo nggak bilang sama gue? Kalau bukan karena bokap yang bilang, gue nggak bakal tau, Anjing!" Nanda benar-benar kesal dengan tindakan Sakha. Dia tahu kalau cowok itu sedikit tertutup, tapi dia tidak menyangka kalau Sakha akan menutupi hal sebesar ini padanya.

"Gue emang bakal bilang ke lo, tapi nggak sekarang."

"Terus kapan? Kalau lo udah sampe di sana? Gue kira gue orang pertama yang bakal lo kasih tau, tapi ternyata enggak. Bahkan gue harus denger dari orang lain. Bangsat banget emang lo!" Nanda kembali melayangkan pukulan ke arah Sakha. Namun, kali ini Sakha membalas pukulan Nanda. Mereka saling beradu kekuatan di ruang OSIS, sampai tiba-tiba Deva masuk ke dalam dan terkejut mendapati dua orang itu sedang bertengkar.

Tanpa tedeng aling-aling, Deva bergerak untuk memisahkan keduanya.

"Woi, berhenti! Ini ruang OSIS, bukan ring tinju!" Ucapan Deva seperti angin lalu bagi keduanya. Bukannya berhenti, mereka semakin menjadi. Bahkan, barang-barang yang ada di sana sudah berantakan.

"Sak, udah, Sak." Deva mencoba menarik Sakha yang kini berada di atas perut Nanda, tapi entah kenapa tubuh Sakha mendadak sekuat baja.

Deva sudah hampir putus asa saat seseorang masuk. Fathur! Tanpa sadar, Deva menghela napas lega.

"Eh, eh? Ini kenapa?" Fathur kaget bukan main melihat kedua temannya bertengkar di ruang OSIS.

"Jangan banyak tanya, Thur. Bantu gue pisahin mereka," titah Deva yang sudah kepayahan. Namun, belum juga Fathur bergerak, Sakha dan Nanda mendadak berhenti. Sakha bangun dari perut Nanda lalu membantu cowok itu untuk bangkit berdiri, seakan tidak terjadi apa-apa di antara keduanya.

Sontak, Deva dan Fathur melongo. Mereka adu tatap sebentar sebelum Deva angkat suara, "Lo berdua harus tanggung jawab buat beresin kekacauan ini."

"Kekacauan?" beo Sakha.

"Lo nggak liat, ruangan ini udah kayak kapal pecah?" sinis Deva.

Sakha dan Nanda mengernyit lalu menatap sekeliling. Ringisan meluncur di bibir keduanya ketika menyadari kalau ruang OSIS menjadi kacau karena ulah mereka.

Fathur hanya bisa menggeleng prihatin. Teman-temannya kenapa pada aneh begini?

~~~

Momo sedang tidak nafsu makan sekarang. Percakapannya dengan Sakha saat di taman masih terngiang di kepalanya. Tidak banyak memang, tapi berhasil mengubah pandangan Momo tentang Sakha selama ini.

Momo berhenti lalu berbalik ketika mereka sudah sampai di taman. Tangannya bersedekap, menatap Sakha yang berdiri dengan kedua tangan tenggelam di saku.

Ineffable (Tamat)Место, где живут истории. Откройте их для себя