Part 13

1.9K 269 8
                                    

"Loh, Sakha? Kamu sudah balik?"

Sontak, Sakha yang sedang menuangkan air ke dalam gelas, menoleh kala mendengar suara yang berasal dari arah tangga. Ratna Belinda Koesnadi. Wanita tua yang merupakan neneknya itu kini tengah menatapnya dengan kening berkerut bingung sebelum berderap menuruni undakan tangga lalu berjalan mendekatinya.

"Iya, Nek." Balas Sakha seadaanya, kemudian meneguk air sampai habis.

"Lalu bagaimana? Mamamu suka dengan pemberianmu?" Tanya Ratna, penasaran.

Sakha mengendikkan bahu. "Nggak tau. Tapi, Mama bilang 'makasih' ke Nenek."

Beberapa lipatan yang menghiasi kening Ratna, semakin mengerut dalam begitu mendengar pernyataan cucunya. "Kenapa Elske berterimakasih pada Nenek? Bukankah kamu sendiri yang membuat sop modisco itu?"

"Mamah nggak bakal nerima pemberian dari Sakha kalau tau itu buatan Sakha sendiri."

Ratna menggeleng tidak setuju. "Setidaknya Mamamu harus tau kalau kamu sudah berusaha mati-matian untuk belajar membuatnya."

"Dan berujung dengan Sakha yang dicela habis-habisan kayak sebelumnya? Nggak Nek. Sakha nggak sanggup dengan segala kemungkinan itu. Ngeliat Mamah nerima pemberian Sakha walaupun harus pake embel-embel Nenek aja, Sakha udah seneng." Ujar Sakha sembari mengulas senyum tipis.

Helaan napas meluncur dari bibir wanita tua berdarah campuran Indonesia-Belanda itu. Tangan keriputnya terangkat, mengelus surai hitam kecoklatan milik Sakha, dengan mata yang menyelami kedalaman manik almond tersebut.

Tergambar jelas sorot keputusasaan di bola mata Sakha, membuat sebagian hati Ratna berdenyut nyeri. Beliau masih tidak mengerti dengan pola pikir anaknya selama ini. Sebenarnya, sudah sedalam apa luka yang ditorehkan Adelia pada Sakha? Rasanya, beliau juga ikut sakit ketika melihat penderitaan cucunya itu.

Tangannya bergerak turun, menyusuri tiap jengkal wajah Sakha yang memiliki kemiripan sembilan puluh persen dengan mantan menantunya. Wajah yang dulunya terlihat manis seperti lolipop, kini sudah beranjak semakin dewasa dan tampan.

"Maafkan Mamamu, ya, Sakha?" Lirih Ratna.

Sakha menggeleng pelan. Dia mengambil tangan Ratna yang masih berada di wajahnya lalu menggenggamnya lembut.

"Seharusnya, yang perlu disalahin itu Papah, karena udah bikin keluarga Sakha jadi berantakan gini. Dan sekarang, setelah semuanya hancur, dia malah pergi. Jadi wajar, kalau Mamah kecewa."

"Tapi bukan berarti Mamamu harus membenci kamu. Elske terlalu dibutakan oleh amarah. Padahal, Anaknya bukan hanya Raffa saja. Ada kamu, yang masih membutuhkan kasih sayangnya." Tutur Ratna.

Otomatis, Sakha menghirup pasokan udara dengan rakus. Sejujurnya, kenangan masa lalu itu sudah berusaha dia kubur dalam-dalam. Namun, acapkali, orang-orang yang berada di sekitarnya seakan tidak pernah berhenti untuk kembali mengingatkannya. Membuat cowok bermanik almond itu merasa terusik dan semakin membenci Ayahnya.

"Ada alasan kenapa Mamah benci sama Sakha sampe segitunya. Sakha juga ikut ngerasain, kok, Nek. Sakha benci sama diri Sakha sendiri. Banyak pertanyaan yang muncul di kepala Sakha dari dulu. Kenapa harus Sakha, sih? Kenapa harus Sakha yang jadi pelampiasan kebencian Mamah? Dan kenapa Tuhan tega bikin Sakha jadi kayak gini?" Lontar Sakha dengan nada dalam, berusaha menahan emosinya yang memberontak untuk dikeluarkan.

Raut Ratna kian menyendu. "Tuhan punya rencana dibalik ini semua, Sakha. Percayalah, apa yang sudah digariskan oleh takdir, pasti ada hikmahnya. Yang perlu kamu ingat, Tuhan sangat sayang padamu."

Sakha tertawa hambar. Dia menyugar sela-sela rambutnya menggunakan tangan, lalu mengacaknya pelan. Sementara tangan satunya, berkacak pinggang.

"Tapi pada nyatanya, Tuhan nggak bener-bener sayang sama Sakha, Nek."

Ineffable (Tamat)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu