Part 35

1.5K 228 13
                                    

Ini adalah kali pertama Sakha kembali berkunjung ke rumah Adelia setelah memberikan makanan kesukaan ibunya pada waktu itu. Semuanya masih terasa sama, yang berbeda hanyalah keberadaan Ratna di tengah-tengah para manusia yang disatukan dalam lingkup sebuah keluarga. Meski arti keluarga sama sekali tidak Sakha temukan di sana.

Kalau bukan karena Ratna yang meneleponnya untuk datang dan ikut makan malam bersama, entah kapan lagi dia akan menginjakkan kaki di tempat penuh kenangan yang dulu disebutnya sebagai rumah. Namun, bukan berarti Sakha enggan untuk berkunjung. Hanya saja, kalau si tuan rumah selalu menyambutnya dengan pengusiran, untuk alasan apalagi dia harus datang?

"Wajah kamu pucat sekali, Elske. Apa ada masalah di restaurant? Je kunt met mama praten."

Mendengar ucapan Ratna, Sakha yang sedang menyuapkan sesendok nasi goreng sontak melirik Adelia. Posisi duduk mereka yang berseberangan memudahkannya untuk menatap wajah sang ibu. Sebenarnya, Sakha lebih dulu sadar dengan perubahan rona di wajah wanita bernama lengkap Adelia Elske Rajendra itu. Dia sempat bertanya kepada ibunya, tapi seperti yang sudah-sudah, Adelia menyuruh Sakha untuk tidak ikut campur.

Membuat cowok itu memilih untuk bungkam dan memperhatikan Adelia dalam diam. Memastikan kalau tidak ada hal buruk yang akan terjadi pada ibunya.

Adelia tersenyum tipis. "Saya baik-baik saja, Bu. Hanya kurang tidur. Tidak usah khawatir."

Ratna menghela napas seraya meletakkan sendoknya di sisi piring. "Kita jarang sekali bertemu, Els. Sekalinya bertemu, kamu malah tidak sehat seperti ini."

"Maklum, Bu. Yang namanya usaha sedang ramai-ramainya, belum lagi saya akan menambah cabang baru di daerah lain, membuat saya tidak sempat mengurusi diri saya sendiri."

"Jangan terlalu sibuk. Raffa dan Sakha butuh ibunya."

"Raffa sudah besar, Bu. Saya juga tetap perhatikan dia. Tidak lepas tanggung jawab sebagai seorang ibu."

"Lalu Sakha?"

Adelia langsung menghentikan pergerakannya yang ingin mengambil air minum. Raut wajah wanita itu seketika berubah masam.

Tanpa menatap Sakha, beliau menjawab dengan ketus, "dia bisa jaga diri."

"Els, sudah berapa kali ibu bilang, Sakha itu juga anakmu. Jangan samakan dia dengan Freddy. Mereka berbeda."

"Jangan sebut nama itu lagi," desis Adelia cepat. Wajahnya memerah dengan tangan yang terkepal erat.

"Tapi---"

"Nek, udah." Sakha langsung mengambil alih pembicaraan, tak ingin makan malam yang seharusnya berjalan dengan tenang berganti menjadi keributan.

Namun, Ratna tidak akan tinggal diam lagi. Sudah cukup selama belasan tahun Sakha hidup dalam penderitaan yang bahkan sama sekali tidak dia inginkan. Wanita itu tidak akan sanggup lagi melihat Sakha yang terus menyalahi dirinya sendiri karena merasa menjadi salah satu penyebab ibunya terpuruk dalam jurang kesedihan dan kekecewaan.

Anak itu tidak bersalah. Dia hanyalah korban dari keegoisan kedua orang tuanya. Dan, sebagai seorang nenek yang ingin melindungi cucunya, sudah sepantasnya beliau ikut turun tangan setelah tutup mulut sekian lama.

"Berdamai dengan masa lalu kamu Els. Jangan memojokkan Sakha yang tidak tahu apa-apa," pinta Ratna.

Adelia mendengus. "Berdamai? Kata damai tidak semudah itu diucapkan, Bu. Karena sampai kapan pun, saya tidak akan pernah membiarkan hati saya memaafkan orang yang sudah menyakiti saya dengan begitu dalam."

"Tapi Sakha tidak ada sangkut pautnya dengan permasalahan antara kamu dan Freddy."

"Siapa bilang? Justru dia adalah perantara untuk membalas rasa sakit saya."

Ineffable (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang