Dunia pertama 13

12.2K 1.7K 44
                                    

Arin membuka pintu dengan kunci yang baru saja diberikan Izkel padanya. Karena pintu masih terkunci, berarti masih belum ada orang yang memasuki kamar.

"Terimakasih kak Izkel" Arin mengambil alih koper yang berada di tangan Izkel.

"Sama-sama, jika ada apa-apa, kamu bisa cari aku di kamar nomer 165, kalau begitu sampai jumpa lagi"

"Ya... Sampai jumpa lagi"

Setelah memastikan Izkel pergi, dia masuk ke kamar ini. Kamarnya luas, Ada empat ranjang yang hanya muat satu orang dengan posisi saling berhadapan, dua di kiri dan dua lagi di kanan. Arin memilih yang berada di kanan dan dekat dengan jendela.

Dia membuka koper dan mengeluarkan tas kameranya lalu setelah itu menaruh kopernya di samping ranjang, dan menatap pemandangan. Karena ini adalah lantai dua, dia bisa  melihat bunga cantik dari tempat ini.

Dia menyalakan kamera dan mulai memotret pemandangan cantik ini, dia akan mengirimkannya pada ayah nanti.

Senyuman terbentuk di wajahnya, ini sangat cantik. Tetapi seseorang yang sedang berdiri di pintu tidak menghargai pemandangan cantik itu, dan malah mendengus tidak suka.

Arin berbalik, senyuman cantik terbentuk di wajahnya, "Kak Lana, akhirnya kamu datang juga. Hanya ada aku sendiri di sini tadi, dua orang  yang lain belum datang" Arin berkata dengan semangat.

Mengapa dia tau jumlah orang yang akan tinggal di kamar ini? tentu saja dia menebak dan juga sistemlah yang membenarkan tebakannya, jadi dia dengan percaya diri berbicara seperti itu.

[Tuan rumah, dua orang sedang berada di depan pintu]

'Oh!' Arin diam-diam menyeringai.

"Aku baru saja memotret, Lihatlah"

Arin dengan semangat berbicara dan mendekati Lana dengan antusias. Dia mendekatkan kamera miliknya ke hadapan Lana untuk memperlihatkan foto yang baru saja dia ambil. sayangnya yang menarik perhatian Lana bukanlah Foto itu melainkan kamera bewarna putih ini, Tidak ada yang memiliki kamera berwarna putih, jika ada dia harus memesannya terlebih dahulu, dan itu memerlukan uang yang banyak. Ini membuat hatinya yang baru saja tenang kembali melonjak tinggi, Mengapa Arin selalu mendapatkan hal baik??!!! Dia mendorong kamera Arin menjauh, karena Arin tidak memegang kamera dengan kuat, kamera itu terlepas dari tangannya.

Disaat Lana mendorong kamera di tangan Arin, pintu juga telah terbuka dan kedua orang yang berada di pintu melihat semuanya. Salah satu di antara mereka langsung berlari dan menangkap kamera yang terjatuh.

Untungnya mereka datang di waktu yang tepat, keduanya mendesah lega.

Hanya Arin dan Lana terdiam di tempatnya.

Lana masih dipenuhi amarah dan rasa cemburu pada Arin, dia tidak memperhatikan kedua orang yang datang dan berkata "MWNJAUHLAH DARIKU DAN BERHENTILAH PAMAR DI HADAPANKU!!" Lana berteriak di hadapan Arin. ini membuat Arin tertegun, wajahnya memperlihatkan penampilan tidak mengerti.

"Kak Lana.... Aku...."

"Minggir!" Lana mendorong Arin untuk menjauh darinya membuatnya langsung terjatuh ke lantai, dia berbalik dan bertemu dengan kedua orang yang baru saja datang, Sasha yang tadinya harus duduk bersama dengannya di bus ternyata menjadi teman sekamarnya.Walaupun begitu Lana masih tidak peduli, dia membawa koper miliknya ke ranjang yang paling jauh dari tempatnya Arin.

Dia membuka kopernya, seolah-olah tidak ada yang terjadi.

Kedua orang yang baru saja datang, mendatangi Arin.

"Tidak apa, Bangunlah" kata Sasha membantu Arin bangun.

"Ini" Kiki yang menangkap kamera memberikannya pada Arin.

Rebut pahlawan itu!Where stories live. Discover now