Dunia pertama 16

12.8K 1.7K 48
                                    


"Mengapa kamu melakukan itu pada Arin? dia adalah sepupumu!" Kiki bertanya dengan marah.

"Ya, apa kesalahan yang diperbuat Arin padamu?!" Sasha juga marah sekarang.

Dia pikir Lana ini adalah orang yang baik, tetapi setelah Arin datang sifat buruknya terbongkar. Mengapa bisa dia berteman dekat dengan orang seperti ini!

"Apa?? Aku tidak melakukan apapun! Itu salahnya sendiri dan sekarang dia menyalahkan aku?" Lana berkata dengan jijik.

Kiki dan Sasha yang mendengar itu menjadi lebih marah, dia ingat bahwa Arin tidak menyalahkan Lana, bahkan dia hanya menyalahkan dirinya sendiri, tidak menyalahkan Lana. Mereka mengetahui ini setelah melihat memar di tangan Lana dan saat melihat Arin yang ketakutan setelah melihat Lana. Ini sudah jelas, Lana pelakunya, hanya dia yang tersisa di kamar sebelumnya. sekarang dia bahkan memarahi Arin karena dia pikir Arinlah yang mengadu pada mereka.

"Hah... Tidak habis pikir, kamu ternyata memiliki hati yang busuk. Ayo pergi Kiki, aku tidak ingin berteman dengannya lagi, siapa yang tahu siapa yang akan di lukai olehnya lagi" setelah berbicara Sasha menarik Kiki menjauh dari Lana.

Dia benar-benar jijik dengan sikap buruk Lana yang telah terbongkar ini. Hatinya Lana sangat keji, dia tidak sebaik yang terlihat.

Mereka kembali kamar, kebetulan sekali Arin dan Izkel sedang berada di depan pintu kamar. Sepertinya Izkel khawatir untuk meninggalkan Arin sendirian, jadi dia menunggu Kiki dan Sasha datang terlebih dahulu barulah dia bisa kembali ke kamarnya dengan hati yang tenang.

....

Setelah Izkel menghilang ketiganya masuk ke dalam kamar untuk berganti baju, Sasha dan Kiki dengan cepat berganti sedangkan Arin, dia bingung bagaimana caranya dia akan berganti pakaian dengan kedua tangan ini?

Sasha dan Kiki yang berada di ruangan itu merasakan aura frustasi yang dipancarkan oleh Arin, Sasha mendekati Arin. "Aku akan membantumu" dia mengambil alih koper Arin dan membukanya. "Apa yang akan kamu gunakan?" Tanya Sasha

Arin merona malu, dia menunjuk gaun tidur satin berwarna putih yang sepanjang lutut dan berlengan pendek.

Sasha dan Arin berjalan ke kamar mandi hanya berdua, setelah beberapa saat kembali dengan Arin yang pakaiannya sudah berubah. Arin memerah sampai ke telinga bahkan sampai lehernya.

Dia terlihat imut, padahal mereka sesama wanita kenapa dia bisa sebegitu malunya?

"Baiklah ayo tidur" Kiki berbicara.

Arin dan Sasha mengangguk, mereka pergi ke ranjang masing-masing.

....

Pagi harinya Arin bangun, Sasha dan Kiki juga terbangun. Melihat ranjang milik Lana, sepertinya dia tidak kembali tadi malam.

Mereka tidak ingin membahas Lana di pagi hari jadi tidak ada yang membicarakan Lana, terutama Arin.

[Tuan rumah, Anda telah menghancurkan 40% lingkaran cahaya pahlawan wanita dan tuan rumah telah mendapatkan 40% energi]

Pemberitahuan ini membuat Arin bahagia.

Arin tersenyum cerah, matahari menyinari wajahnya, ini pemandangan yang sangat indah.

Sasha dan Kiki yang melihat itu bahkan tercengang, bagaimana bisa ada orang secantik itu saat bangun dari tidur?

"Pagi Sasha, pagi Kiki" Arin menyapa dengan ceria, suaranya sangat bagus. Orang seperti ini memang harus dijaga, jangan biarkan kutu busuk mendekat. Itu lah yang ada di pikiran mereka berdua sekarang.

"Sasha? Kiki? Ada apa?"

"tidak ada apa-apa, ayo bersiap kita akan ke taman hari ini" Sasha lah yang pertama tersadar.

"Oh iya" Kiki yang mendengar suara Sasha juga kembali sadar.

Kali ini yang membantu Arin bersiap adalah Kiki, setelah bersiap mereka pergi keluar. Arin tidak membawa kamera, tangannya sedang sakit, tidak mungkin baginya untuk memotret dengan kedua tangan yang luka ini sekarang.

Jadi dia hanya pergi untuk menikmati pemandangan saja, dia bahkan merubah pikiran untuk menggunakan celana dan berganti menggunakan gaun putih selutut.

Cahaya menyinari tubuhnya ketika keluar dari gedung penginapan, Arin menghirup udara yang segar ini  Setelah beberapa saat dia membuka matanya, dan melihat ke sekitar, ketakutan memenuhi hatinya, dia segera mencari tempat untuk bersembunyi yaitu di belakang Kiki. Walaupun Takut dia masih penasaran, jadi kepalanya menyembul setengah untuk mengintip. Rambutnya degan lembut jatuh ke samping, Matanya yang besar berkedip-kedip seperti ingin mengatakan sesuatu.

Tetapi justru karena gerakan ini, Arin mendapatkan lebih banyak tatapan dari pengunjung dan para pekerja, termasuk teman-teman satu jurusannya.

"Kiki disini" Bilen memanggil sambil melambaikan tangannya.

Kiki membawa Sasha dan Arin yang melekat padanya mendekati ketiga orang itu.

Sebenarnya ketiga orang ini juga melihat gerakan imut Arin tadi.
Bilen menatap Arin dengan gemas.

"Arin sangat imut aku ingin mencubitnya" Bilen berjalan ke arah Arin, membuat Arin terkejut dia memegang Kiki dengan erat.

Padahal mereka sudah bertemu kemarin, dan malah batu takut Sekarang? Yah... Salahkan pada orang-orang yang menatapnya tadi.

Bilen berjalan tetapi segera setelah dia melangkah dia ditarik untuk mundur kembali ke tempatnya. Bilen menatap tidak senang pada Izkel, orang yang menariknya.

"Jangan membuatnya takut" Izkel berkata dengan enteng.

"Benar senior Bilen, jangan menakuti bayi Arin dengan wajah loliconmu itu" Kiki setuju dengan Izkel, lalu memeluk Arin

Bilen membelalakkan matanya, "Siapa yang kamu panggil lolicon?!"

"Tentu saja itu senior" Kiki berkata dengan wajah polos.

Arin memanglah pendek sehingga terlihat seperti anak SMA kelas dua, lalu bilen memiliki tubuh tinggi besar sehingga dia terlihat sangat tua untuk bayi Arin hahaha...

"Sudah, ayo pergi bersama ke Padang bunga" Lion yang berada di samping segera menghentikan omong kosong mereka Daan mengusulkan untuk pergi.

"Ya, Kiki berhentilah membuat masalah" Sasha berkata.

Kiki melepaskan Arin dan berjalan duluan ke arah Padang bunga. Bilen mengikuti di belakang.

Lalu keempat yang tersisa juga mengikuti.

Mereka berpencar untuk mengambil foto, Arin juga pergi untuk melihat-lihat bunga.

Ada berbagai jenis bunga di sini Arin berjalan di daerah bunga Daisy.

"Oh... Tangkai bunganya patah" Arin berjongkok dan meluruskan tangkai bunga itu kembali, tetapi tangkai bunganya tidak bisa diluruskan kembali.

Lalu Arin melakukan gerakan sedang berfikir, lalu beberapa saat kemudian dia seperti mendapatkan ide.

Dia membuka tas yang kecil yang dipakainya, dengan susah payah mengambil plaster luka berwarna putih dengan motif kelinci kecil. Dia memasangkan plaster luka di tempat tangkai itu patah dengan susah payah karena tangannya ini masih terluka.

"Selesai" Arin bersorak puas, tangkai bunganya tidak lagi patah dan bisa berdiri lurus seperti bunga lainnya. Senyuman terbentuk di wajah kecil yang cantik itu.

Izkel yang dari tadi berada tidak jauh dari Arin telah memotret dari awal Arin pergi ke bunga Daisy, semua ekspresinya telah terfoto dengan jelas di kamera Izkel.

Dan tidak jauh dari kedua orang itu, ada seseorang yang sedang memperhatikan mereka dari awal. Tangannya dengan kuat membentuk kepalan tangan seolah-olah itu bisa membuatnya menahan amarah yang sedang memuncak di hatinya.

.
.
.
.
.
.
.

   👇🌟

Rebut pahlawan itu!Where stories live. Discover now