BAB 19

83.4K 10.8K 334
                                    

-o0o-

•Mafia Girl Transmigration•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•Mafia Girl Transmigration•

"Erla?" Revan berjengit kaget. Apalagi melihat penampilan Erla. Erla segera memakai kaosnya.

"Mau rawat inap atau pulang?" Erla sudah benar-benar sial hari ini. Revan bangkit dari ranjang pasien di bantu Rio.

"Pulang." Ucap Revan. "Aku urus administrasi kalian langsung pulang." Erla berbalik menuju adimintrasi tanpa memperdulikan Dua R.

"Bos lihat luka di bahunya?" Rio bertanya pelan. "Hm." Revan hanya berdehem. Revan melihat jelas luka di bahu sebelah kiri Erla.

"Kita pulang." Revan berjalan keluar ruangan diikuti Rio. Sesuai perintah Erla mereka pulang terlebih dahulu.

Setelah membayar adiministrasi, Erla menuju tempat parkir karena Ia sudah disuruh pulang oleh Kakek Pecinta Korannya.

Setelah beberapa menit Erla sampai di mansionnya menyuruh Paman Jeri memasukkan motornya. Paman Jeri yang melihat motornya baik-baik saja menghela napas lega.

Erla memasuki mansion yang sudah ada Kakeknya berkacak pinggang menunggu Erla. Kakek Ompong yang melihat bayangan Erla ingin menyeramahi lagi.

"Hust hust." Erla menaruh telunjuk ke arah bibirnya mengisyaratkan agar diam. Kakeknya ingin berkata, tetapi langsung disilakan duduk oleh Erla.

"Aku lelah Kek...jangan marah-marah dulu, aku mau bersih-bersih lalu makan." Pamit Erla.

"Dia sudah berubah." Kakek Erla menatap punggung cucunya yang sudah menjauh menaiki tangga. Seakan tersadar "Motor?" Kakek berlari menuju garasi untuk melihat keadaan motor kesayangannya.

***

Erla memutuskan untuk pergi pagi, Ia berlari ke garasi motor tapi tidak menemukan satu pun kunci.

"Kakek Ompong itu." Erla menggelengkan kepala semua kunci motor disembunyikan. Erla memutuskan untuk naik mobil kembali. Karena masih pagi sekali jalan raya masih sangat sepi.

Erla memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar. Setelah waktu menunjukan pukul 06.30 Erla menuju sekolahnya.

Setelah memakirkan mobilnya, Erla keluar mobil dan memasukkan tangannya di saku jaket. Erla  mengambil botol kecilnya dan mengelus pelan.

"Erla." Teriak Kerla, Kevin, Rio, dan Revan.

Kevin, Kerla, Rio, dan Revan menghampiri Erla yang mengernyit dahi. Dua kubu antara Kerla dan Rio menatap tajam satu sama lain.

"Kalian ada urusan apa sama Erla." Kerla menarik Erla ke sisinya. Revan terkekeh.

"Dia kekasihku." Revan menunjuk Erla. Kerla dan Kevin menatap Erla dengan tatapan bertanya.

"Kekasih?" Kevin bertanya ke arah Revan. "Erla adalah calon kekasihku." Revan menarik Erla dengan tangan kirinya. Erla dengan cepat memisahkan diri.

Erla menyipitkan mata melihat sosok yang mematai matainya dari luar sekolah. Sedangkan sosok di sana menengang karena Erla tahu keberadaannya.

"Kalian berhenti bertingkah." Erla berjalan dengan membenarkan letak topinya karena sinar matahari yang sudah sangat cerah.

Di sisi kanan ada Kerla dan Kevin sedangkan di sisi Kiri ada Revan dan Rio. Semua menatap Erla dengan tatapan bertanya. Erla tetap berjalan santai.

"Erla?" Kerla bertanya pelan. "Hm?" Ucap singkat Erla.

"Gimana kemarin?" Kerla sudah sangat kepo dengan hasil seleksinya. "Lolos. Mewakili." Ucap Erla. Rio yang mendengarnya bingung karena hanya dia di sini yang belum terbiasa dengan sosok Dewi di depannya.

"Wahh selamatt. Nanti  aku dengan Kak Kev bakal lihat seleksi memanahmu." Kerla bersemangat karena Ia akan menyaksikan keajaiban yang dibuat Erla nanti.

"Erla kami juga mau." Revan berseru tidak mau kalah dengan Erla. Erla manatap sinis ke Revan.

"Hm." Erla berdehem pelan. Erla dan Kevin memasuki kelasnya, Kerla, Rio, dan Revan memasuki kelas masing-masing.

"Selamat." Ucap singkat Kevin yang hanya diangguki Erla. Erla melihat wajah Kevin yang sedikit suram.

"Kenapa?" Erla bertanya pelan. "Kau tahu soal Mensa Internasional?" Kevin bertanya balik.

Erla mengangguk. "Kakekku burunon Mensa Internasional." Ucap pelan Kevin. Erla mengetuk jarinya pelan.

"Kakek mencuri sebuah flashdisk penting dari Mensa Internasional dulu." Baru pertama kali Kevin berkata sangat panjang. Kevin mengacak frustasi rambutnya.

Erla mengambil sesuatu dari tasnya.

"Berikan ke Kakek." Erla memegang tangan Kevin dan memberikannya. "Apa ini?" Kevin menatap korek api zippo dari Erla.

"Berikan saja." Erla menatap ke depan. Kevin memasukkannya ke dalam tas. Suara bel pembelajaran sudah berbunyi. Hanya ada keheningan di antara Erla dan Kevin, mereka berdua berkelana di pikiran masing-masing.

***

Erla sudah bersiap ke lapangan khusus memanah ditemani Kevin, Kerla, Revan, dan Rio. Karena ini khusus seleksi bidang kesukaan Kepala Sekolah pembelajaran di pulangkan lebih awal.

"Erla makan roti dulu dan ini minumnya." Kerla menyerahkan roti dan minumnya. Kenapa Erla tidak makan nasi atau lauk lainnya? Jawabannya karena Erla terbiasa di medan peperangan dan berbahaya jadi Erla biasa menahan lapar dan makan roti.

Erla memakannya dengan pelan mengamati beberapa anak termasuk Bagas, Hana, dan Atlas. Cindy mungkin sekarang masih di rumah sakit.

"Saranku, jangan menunjukkan keahlian yang terlalu menarik perhatian Kepala Sekolah." Revan berkata dan langsung di tatap dengan tatapan bertanya.

"Yah emang  enak jadi anak emas, tetapi Kepala Sekolah kita itu mmm gimana ya cara jelasinnya. Terlalu gimana ya pokoknya kau akan merasa tak nyaman." Revan bingung cara menjelaskannya.

Erla mengangguk paham, semenjak Ia berpindah di sini Ia belum melihat sosok Kepala Sekolahnya.

Hingga sosok berpakaian rapi dengan tuxedo abu-abu serta kacamata hitam berjalan tegak menuju tengah lapangan. Erla yang melihat sosok itu terkekeh pelan.

"Ah si gila itu." Ucap Erla pelan.

Bersambung...

-Terima kasih untuk orang-orang baik yang sudah vote, comment, follow, dan share🐣-



Mafia Girl Transmigration ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang