BAB 18

5.1K 464 95
                                    

Lima tahun yang lalu....

Kezia sedang merenung di kamarnya beberapa hari tidak keluar dari kamarnya, bahkan sekedar untuk makan pun tidak ingin. Dirinya terus merasa sedih karena pernikahannya yang batal begitu saja, lalu Nean dituduh menjadi seorang pembunuh yang telah menghabisi nyawa Ray.

Kenyataan yang membuat dirinya sakit, semua harapan yang dia punya hanya beberapa langkah musnah. Seolah ditarik oleh kenyataan dan dibawa mundur penderitaan yang sedang dia rasakan.

Ketukan pintu mengalihkan perhatian Kezia, di sana ada Kenzo yang mendekat ke arahnya dan duduk di samping Kezia nampak murung. Seorang kakak tidak pernah rela melihat adiknya menderita dan merasa sedih terus-menerus, Kenzo tidak bisa melihat Kezia seperti ini.

Dia tahu bagaimana patah hatinya Kezia saat semua harapan dia nantikan pupus, tangan besarnya itu menggenggam adik perempuannya dan memeluknya tenang.

"Jangan nangis lagi," kata Kenzo. "Abang tahu ini berat banget buat kamu, tapi lebih berat kalau disimpan dan ditopang sendirian," lanjutnya. Kezia menyembunyikan wajahnya di lekukkan lutut, dan menitikkan air mata sedih.

"Kenapa harus Nean?" tanya Kezia dengan nada yang seolah tidak pernah mampu menyanggupi apa yang terjadi saat ini kepadanya. "Kezia cuma mau Nean, bang."

"Iya tahu, tapikan nggak harus memaksakan kehendak, bukan? Ini udah jalannya harusnya kamu terima," kata Kenzo dengan nada yang lembut, raut wajahnya nampak khawatir melihat Kezia yang nampak pucat karena susah untuk tertidur, selalu menangis, dan menunda makannya.

"Mama sama Ayah bakalan ke Den Haag, kita nggak bakalan biarin kamu sendirian di sini," kata Kenzo dengan final, dia tidak akan membiarkan adik kecilnya berada di kota ini sendirian tanpa adanya saudara.

Apalagi kehadiran Nean yang selalu menjaga dan berada di samping Kezia duapuluh empat jam sudah tidak bisa lagi ada disisinya kembali.

"Kamu harus ikut apapun itu, larut dalam kesedihan tidak akan membuatmu merasa tenang dan pulih. Terlalu dalam tenggelam justru akan membuatmu tersesat dan akhirnya kau terjebak perasaan yang sama," kata Kenzo dengan penuh pengertian. "Banyak kebahagiaan yang bisa kamu raih, tidak harus stuck sama satu orang. Kebahagiaan nggak harus bergantung dengan ekspektasi ataupun kepada siapa orang yang menjadi pelabuhan hati kita, Kez."

Setelah kepergian Kenzo dan terdengar pintu kamarnya tertutup rapat, Kezia lalu merubah posisinya menjadi terlengkup menenggelamkan wajahnya yang murung dan menangis dalam diam.

Suara yang tercekat membuatnya tambah sesak dan tidak karuan, akhirnya suara isakan yang ditahan beberapa hari ini dia teriakan dalam bantalnya. Begitu terlukanya dia dengan kenyataan, apalagi dengan Nean.

Dia berbohong dalam waktu lama, dia telah berbuat jahat hanya demi mementingkan rasa puas nafsunya menghabisi nyawa seorang manusia. Tangan yang selalu mengusap air matanya itu, memeluknya erat dan mengusap helai rambut lembut miliknya sudah pernah membunuh seseorang. Mengerikan, itulah yang ada dipikiran Kezia sekarang.

Betapa dirinya sangat kecewa dengan perbuatan Nean, entah perasaannya kini bercampur aduk.

Apakah dia akan memaafkan atau dia melupakan?

Karena sejujurnya bukan sepenuhnya salah Nean, tetapi untuk bertemu saja Kezia tidak sanggup.

"Ini terlalu sakit Nean," lirihnya dengan penuh luka.

***

Hari ini adalah keputusan persidangan Nean justru Kezia tidak menemaninya, dia berada di bandara Soekarno Hatta bersama keluarganya. Di dalam tangan mungil itu tergenggam tiket pesawat menuju Den Haag, Belanda.

My Cruel Ex Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang