Malam 08

784 163 53
                                    




3 tahun yang lalu,

Jisoo's Point Of View


Hari ini adalah hari dimana aku harus merelakan kepergian ayahku. bukan untuk bertugas, bukan untuk perjalanan dinas, atau sekedar pergi keluar kota. Tetapi untuk selama-lamanya.

Semalam ayahku ditemukan tidak sadarkan diri di ruang tamu rumah kami begitu ia baru saja sampai dirumah setelah pulang dari kerjanya. Adikku, Rosie yang menemukan ayah kami lebih dulu tanpa detakan jantung dan nadinya. Rosie berteriak histeris memanggil kami semua penghuni rumah yang ada malam tadi, meminta pertolongan karna Ayah sudah tidak bernafas.

Aku yang tadinya sudah siap-siap tidur segera berlari keluar kamar sambil membawa boneka gajah kesayanganku. Tapi langkahku terhenti saat melihat Ibu, tante, Rosie, dan juga bibi sudah menangis histeris. Dan disitu aku sadar,

Ayah sepertinya sudah pergi, tanpa memberikan kami tanda-tanda. Aku hanya bisa menangis dalam diam lalu menelfon ambulance berharap kecil ketika para tim medis datang, apa yang ada dipikiranku hanya halusinasi semata. Namun ternyata hingga Ayah ditangani oleh tim dokter, mereka mengatakan Ayah benar-benar sudah pergi ketika Rosie menemukannya.

Antara masih tidak percaya atau aku terlalu cukup kaget atas kepergian ayahku yang tiba-tiba. Aku tidak bisa menangis sekuat tenaga untuk mengeluarkan airmataku seperti yang dilakukan Ibu dan adikku saat ini.

Hingga pagi ini ketika Aku, Ibuku, adikku, tante, bibi... dan semua orang yang hadir hari ini mengenakan pakaian serba hitam sebagai tanda bahwa kita semua sedang berkabung dan siap untuk mengantar ayahku ke tempat peristirahatan terakhirnya, aku tidak menangis. Aku hanya bisa menggigit bibirku dan meyakinkan diriku bahwa ini semua hanya mimpi.

Tiba di pemakaman Ayah, Rosie memeluk lenganku dengan kuat. menjadikannya tumpuan agar ia bisa berjalan dan berdiri dengan tegap. Aku mengedarkan pandanganku, menatap satu persatu orang yang hadir di pemakaman ayahku.

Pemakaman ayah, benar-benar sangat formal. Banyak orang menggunakan seragam kedinasan, bahkan hingga ayahku diturunkan ke liang lahat, prosesi tersebut diiringi dengan suara senapan angin yang membuatku cukup kaget untuk kali pertama.

Ibuku memelukku dan Rosie dengan kuat lalu ia berbisik,

"Ayah kalian adalah seorang pria yang begitu dikagumi banyak orang, makanya begitu banyak orang yang hadir saat ini."

Rosie menghapus airmatanya,

"Ibu kenapa tidak pernah mengatakan bahwa ayah adalah seorang intelijen?"

Aku yang baru bisa mengumpulkan semua kesadaranku dengan baik, lantas mengamati tulisan yang ada di seragam para penembak senapan angin tadi.


National Inteligence Service.


Aku menutup mulutku karna tidak percaya.

Ayahku adalah seorang mata-mata. Dan begitu pula denganku yang baru saja menyelesaikan trainingku sebagai salah satu anggota baru kelompok mata-mata illegal.

Femmé Le Cheonsa.

Dan aku juga harus merahasiakan ini semua dari Ibu dan adikku.





Begitu upacara pemakaman selesai. aku hanya dapat menatap kosong ke depanku. Pikiranku mulai berkecamuk. Hingga akhirnya, aku melihat seorang pria yang berdiri diseberangku, mengenakan leather jacket berwarna hitam, dengan kacamata hitam sedang menundukkan kepalanya sepertinya ia sedang memanjatkan doa kepada tuhan.

Aku terlalu fokus memerhatikannya dengan lama, lalu akhirnya ia melepaskan kacamatanya.

dari situ aku merasakan bahwa jantungku mulai berpacu lebih cepat.

M A L A M.Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon