37. ✓

10.1K 1.1K 21
                                    

Sudah di simpulkan Adelin dan yang lainnya di jatuhi hukuman hormat bendera sampai istirahat ke-dua berbunyi.

Dan di sinilah mereka sekarang di tengah lapangan, dengan Adelin yang berebut sun screen dengan Sesil.

"Gue duluan Sil!" Adelin merebut paksa sun screen dari tangan Sesil.

"Yang paling muda lebih dulu!" Sesil merebutnya kembali dari Adelin.

"Kalian berdua baris yang benar, atau saya ambil sun screen itu!"

Ancaman Pak Usman di tepi lapangan sana, langsung membuat mereka berdua diam.

Adelin mengalah membiarkan Sesil memakai lebih dulu, sedangkan Nanad cewek itu hormat bendera sambil makan roti.

"Udah belum sih, lama banget dehh kulit gue bisa gosong nih," desak Adelin tak sabaran sambil menatap Sesil yang sedang mengoleskan sun screen di wajahnya.

Tak jauh dari tempat mereka bertiga berdiri, ada Rizal dan Veronika yang hanya diam menghormat bendera meski sesekali Rizal mencuri pandang pada Nanad yang hanya diam menghadap depan sambil makan roti tanpa beban, diam-diam ia tersenyum lega.

"Kalian berdua gabung sama mereka!"

Mereka yang di lapangan menoleh, menatap Naufal dan Donny yang di giring Pak Usman menghampiri mereka ke tengah lapangan.

"Kenapa lo?" Adelin bertanya sambil melirik kecil pada Donny yang berdiri di sampingnya.

"Anak kecil nggak boleh tau,"

Adelin mendengus sebal, mendengar jawaban Donny, "Ngerokok ya lo berdua?!"

"Kepoo!" balas Donny dan menjauhkan wajah Adelin yang mengendus-endus baju seragamnya.

Adelin membuang muka, sebelum itu menyempatkan diri menginjak sepatu Donny.

Belum selesai sampai di situ, datang satu orang lagi yang membuat Pak Usman geleng-geleng kepala keheranan.

"Ini kalian janjian apa gimana?" omelnya sambil mengiring Erza ke tengah lapangan.

Pak Usman berkacak pinggang, memperhatikan satu persatu wajah anak murid yang sedang di hukum ini, "Siapa lagi setelah ini?"

"Saya pak!"

Senyum Adelin langsung mengembang.

Kafka berdiri di belakang Pak Usman, membuat guru itu menoleh.

"Tumben?" tanya beliau heran sendiri.

"Lupa bawa tugas Pak!" jelasnya.

Pak Usman menatap curiga, menatap Kafka sejenak kemudian menoleh sekilas pada Adelin yang melambaikan tangannya riang dan kembali menatap ke arah Kafka.

"Dasar anak muda," ucapnya sambil senyum-senyum sendiri.

Kafka menghela nafas tau apa yang ada di pikiran guru di hadapannya ini.

"Kalo begitu kamu gabung sama mereka!" putus beliau dan segera pergi meneduh di pinggir lapangan.

Siang ini sangat terik.

Hai, Bubu! (END)Where stories live. Discover now