38. ✓

10.1K 1.2K 26
                                    

Hukuman telah selesai dilaksanakan, semuanya segera berhamburan ada yang ke kantin ada juga yang memilih kembali ke kelas dan Kafka memilih opsi ke-dua, sebenarnya ini lebih tepatnya pelarian karena selama hukuman berlangsung tatapan Donny, dan Naufal seakan ingin memakannya.

"Kafka anjirrr, seriusan lo?!"

Kafka menatap tak minat pada Adrian yang dengan heboh memasuki kelas menghampirinya.

"Apa?" tanyanya.

"Kata Naufal, lo sama Adelin pernah ciuman," jelas Adrian dengan memelankan kata terakhir.

Belum sempat Kafka membuka suara, dua cowok yang ia hindari dengan rusuh memasuki kelas bahkan sampai dorong-dorongan.

"Jauh-jauh anjir, gue duluan nyampe!" kata Naufal sambil menyenggol lengan Donny.

"Gue duluan ya nyet!" kata Donny tak terima.

"Bacot anjir lo berdua, buruan sini!" galak Adrian, sudah lelah melihat tingkah kekanak-kanakan dua orang itu.

Donny berdecak dan membiarkan Naufal melewati pintu lebih dulu, setelah itu baru dirinya.

"Lo anggap persahabatan kita selama ini apa bro? Kit heart gue asli!" Adrian berucap penuh dramatis, sambil memegangi dadanya dengan ekspresi terluka yang di buat-buat.

"Gue gampar ya lo!" ancam Naufal, jijik melihat kelakuan Adrian.

Adrian mendengus, "Nggak seru!"

"Diam atau gue pergi dari sini!"

Mereka langsung mengatupkan bibir rapat-rapat karena ancaman Kafka.

Donny segera mengambil duduk di samping sepupunya itu, dan memegang bahu Kafka agar menghadapnya.

"Jawab jujur pertanyaan gue, asli gue sebagai sepupu lo merasa di khianati,"

"Lebay!"

Donny berdecak, "Gue serius anjir!"

"Yang sahabatnya Adelin bilang tadi benar apa nggak?" tanyanya sungguh-sungguh.

Kafka diam.

"Diam artinya ia," putus Naufal segera.

Dilihat dari Kafka yang tak membantah membuat yang lain yakin.

"Jadian lo berdua?" kali ini Naufal yang bertanya.

Kafka mengeleng.

"Bahas di tempat lain jangan di sini," tegur Donny sambil menatap sekitar.

Mereka berjalan keluar kelas, dengan Donny yang dorong-dorongan dengan Adrian. Dan Kafka yang berjalan tenang meski banyak yang sedang ia pikirkan.

"Btw ini kita kemana? Perasaan dari tadi jalan mulu," kata Donny baru menyadari.

Adrian di sampingnya mengeleng, "Nggak tau juga, sebenarnya ini kita kemana?"

Naufal mengeleng dan Kafka juga.

"Si anjirrr, jadi gimana nih?"

Sekarang mereka berhenti di tengah koridor, merunding tempat yang cocok untuk interogasi Kafka.

"Pokoknya yang sepi!" usul Donny.

"Iya tapi dimana?" kesal Adrian karena teman-temannya ini tidak memberi solusi sama sekali.

"Di rooftop aja," saran Kafka.

"Jauh, bentar lagi masuk," tolak Naufal.

"Bolos lah, gue udah penasaran setengah mati nih," kesal Adrian tak sabar mengintrogasi Kafka.

Yang lain diam.

"Gue nggak masalah," kata Naufal pada akhirnya.

"Gue juga," Donny selanjutnya.

Tersisa Kafka, mereka bertiga kompak menatap cowok itu.

"Gue nolak juga lo semua tetap maksa," jawab Kafka pada akhirnya.

Ketiganya tertawa, tanpa Kafka bagaimana interogasi bisa berlanjut?

"Ayolah buruan ke sana," desak Adrian tak sabaran.

"Sialan, maksud lo apa cium anak orang tapi nggak di kasih kepastian?!" kata Adrian tak terima temannya di perlakukan begini.

Mereka sekarang sudah di rooftop dengan Kafka yang duduk di kelilingi mereka bertiga, pasrah di marahi.

"Dia yang nyium duluan," jelas Kafka tak suka melihat tatapan Adrian seakan dia cowok brengsek.

"Bro, gue tau Adelin emang bar-bar tapi tetep aja gue nggak nyangka dia berani nyosor duluan," Adrian geleng-geleng kepala tak menyangka.

"Dia cuman kecup, gue yang cium dia lagi," lanjut Kafka lagi.

Kali ini Donny yang ternganga tak percaya, sepupunya ini tak pernah pacaran karena sekalinya suka sama orang nggak berani ngaku bahkan sampai sekarang.

"Terus sekarang lo gimana?" tanya Naufal.

Kafka menoleh, "Apa?"

"Jangan sampe gue tonjok ya lo! Lo nggak merasa bersalah setelah nyium cewek tapi setelah itu cuekin dia lagi seakan nggak terjadi apa-apa? Waktu lo lakuin lo mikir nggak, tuh cewek bakal baper atau nggak?"

Kafka tertunduk, dan mengeleng kecil, "Gue bingung,"

"Apa? Bingung mutusin suka Jesica atau Adelin?" tebak Adrian yang sialnya tepat sasaran.

Kafka mengangguk.

Sekarang tiga cowok itu juga ikutan bingung.

"Gue nggak bisa ngasih solusi sorry," Donny angkat tangan, menyerah.

"Adelin sama Jesica sama-sama ada plus minusnya. Mereka sama-sama cantik, meski Jesica pintar tapi Adelin nggak bodoh cuman ketutup sama sifat nakalnya, Jesica sama Adelin juga sama-sama tinggi, body mereka juga sama-sama bagus, gue jadi lo juga nggak bisa milih," Adrian menjelaskan panjang lebar.

"Keputusan ada di lo, milih di cintai atau mencintai?" putus Naufal.

Kafka mengangkat kepala.

"Kalo di cintai artinya lo pilih Adelin, kalo mencintai artinya lo pilih Jesica," lanjut cowok itu.

Kafka mengeleng pelan, "Gue nggak bisa milih, waktu gue nyium dia hati gue getar juga kaya pertama kali ketemu Jesica,"

"Maksudnya lo suka Adelin? Akhirnya bestiee gue nggak cinta sepihak," Adrian berseru kesenangan.

"Jangan di bocorin," ancam Kafka dengan tatapan tajam.

"Iya nggak," jawab Adrian meski tak rela.

"Sekarang sepupu gue gimana? Di lihat-lihat dia juga punya rasa sama lo,"

"Gue bingung," jawab Kafka jujur.

Naufal menghela nafas, "Lo mikir baik-baik jawabannya kalo pilihan lo itu Jesica, Adelin gue perjuangin tapi kalo lo milih Adelin tetap gue perjuangin,"

"Yeuh si babi, lagian sejak kapan lo naksir Adelin sat?"

Naufal tersenyum malu, sambil mengaruk tengkuknya salah tingkah, "Sejak awal dia nyuri bawang buat praktek biologi,"

...

Hai, Bubu! (END)Where stories live. Discover now