Siapa Bilang?

40 9 0
                                    

"Baswara bangun Dek. Udah berapa hari kamu disini dan gak pulang-pulang kerumah? Kak Kinan gak enak sama Ibunya Hendri."

Baswara merasakan sentuhan telapak tangan Kakaknya di punggung. Sebenarnya, Baswara sudah sadar sepenuhnya, dia tidak sedang tertidur, dia mendengarkan perkataan Kakaknya dengan jelas.

"Kenapa gak mau tidur dirumah? hemm?" Kinan berujar selembut mungkin. Jelas, dia tidak akan mengomel di dalam kamar Hendri. Kawan Baswara yang satu ini sedikit canggung, dia merasa tidak enak harus mendengar perbincangan Baswara dan Kakaknya. Dengan hati-hati dia keluar kamar, memberi ruang bagi Baswara dan Kinara untuk berdiskusi.

"Makasih Der," bisik Kinan saat Hendri hendak menutup pintu.

"Sama-sama Kak Kinan."

Pintu tertutup, hening sesaat.

"Bas..-"

"Baswara lagi ada tugas Kak, jadinya nginep terus di rumah Hendri." Baswara beralasan, namun dia masih membelakangi Kinan, belum berniat berlaku sopan di hadapan Kakaknya.

"Tugas apa yang bikin kamu nginep tiap hari? Kakak gak tau tuh, kamu juga gak pernah cerita dan gak cerita sama Kakak. Ada masalah apa sama Kak Kinan, Bas? Bilang! Tapi gak dengan menghindar gini caranya Bas. Kamu udah gede, udah kuliah dan bukan anak sekolahan lagi. Apa per..-"

"Udah Kak cukup!"

Kinan terkejut, gertakan Baswara membuatnya menjauhkan posisi tubuhnya dari sang adik. Dengan tatapan heran dan serangan aneh yang memukul dadanya, Kinan sulit bersuara.

Baswara kini menatapnya, ada kantung mata yang sedikit menghitam menghiasi wajahnya yang lesu. Rambutnya tidak tertata dengan pomade miliknya. Baswara berbeda, dalam pandangan Kinan, kakaknya.

"Cukup Kak, ngatur-ngatur Babas harus kaya gini dan gitu. Babas udah gede kan? tadi Kak Kinan bilang Baswara bukan anak kecil lagi. Jadi hak Baswara dong nentuin mau kayak gimana dalam hidup. Termasuk nginep dirumah Deri atau rumah temen Babas yang lain. Bukan kriminal kok,"

Baswara menjeda kalimatnya. Hembusan nafasnya yang menderu tergesa menandakan bagaimana emosinya tertahan. Sementara Kinan mulai berkaca-kaca.

"Baswara juga gak pernah ngatur-ngatur Kakak, kan? Mungin Kak Kinan bisa ngurusin hidup Kak Kinan aja mulai detik ini. Udah mau nikah kan? ujung-ujungnya juga Baswara bakal sendiri Kak."

Hening.

Baswara tidak berucap apapun lagi, begitupun dengan Kinara. Hanya tetes-tetes bening yang mengalir melewati pipinya dan membasahi baju perawat miliknya, sudah jelas menjadi jawaban Kinara atas perkataan Baswara.

Antara kikuk, dan rasa bersalah yang menjalar pada diri Baswara melihat Kakaknya menangis akibat perkataannya, Baswara sejurus kemudian ikut membisu. Terlalu malu untuk memeluk Kakaknya, terlalu keras untuk sekedar berujar maaf. Maka hanya terdengar isakkan kecil sebelum akhirnya Kinara mengusap matanya yang basah dan kembali memamerkan segaris senyum.

"Ya, Kakak paham. Maaf ya," parau terdengar seperti bisikan ucapannya. Kinara kemudian bangkit. Sebelum benar-benar pergi dia berniat mengusap puncak kepala Baswara, namun urung, mengingat bagaimana tadi sang adik menghardiknya. Jadi dia hanya memberikan senyum getir lalu melangkah menuju ambang pintu, dan meninggalkan Baswara sendirian dengan rasa bersalahnya yang mulai timbul ke permukaan.

Lima menit setelahnya, pintu kembali terbuka. Hendri ada disana, memandangi Baswara dengan tidak bersahabat. Keduanya saling bertatapan tanpa suara. Tidak ada hal aneh yang dipikirkan Baswara pada saat itu, bahkan saat Hendri semakin mendekatinya, Baswara masih terlihat tidak terusik. Hingga...

Elegi BaswaraWhere stories live. Discover now