Terlupakan

6.5K 682 10
                                    

Part 5 | Terlupakan

"Karena udah di dunia manusia, mau ngeliat keluarga lo gak?" Tanya Ruha berusaha membujuk Almara agar tidak kesal padanya.

Almara langsung menatapnya dengan mata berbinar.

"Emang boleh?" Tanya Almara yang membuat Ruha langsung menganggukkan kepalanya.

"Yuk." Ruha memegang tangan Almara, namun Almara langsung melepaskannya.

"Modus banget sih lo!"

"Apaan sih? Gue megang tangan lo biar kita bisa langsung tiba dirumah orang tua lo. Emang lo mau naik apa kesana? Mobil itu cuma bisa sampai sini." Ucap Ruha sambil menunjuk mobilnya yang terparkir asal di bawah.

"Emang bisa?" Tanya Almara dengan wajah polosnya yang membuat Ruha ingin sekali memukul kepalanya.

"Mau gak?" Tanya Ruha sambil mengangkat telapak tangannya dan Almara langsung menggenggamnya.

"Yaudah cepet!" Jawab Almara kesal.

Tidak sampai satu menit, kini mereka sudah berada di depan rumah orang tua Almara.

"Kayaknya ada pesta." Ucap Ruha saat melihat banyak mobil dan motor yang terparkir di depan rumah orang tua Almara.

Almara yang merasa penasaran langsung masuk kedalam diikuti oleh Ruha.

"Alma! Kenapa kamu ninggalin kami secepat ini? Hiks..." Dara menangis sambil menatap peti mati didepannya.

"Kak Alma.. hiks.." kali ini Damar yang menangis sambil mengusap peti mati tersebut.

"Tante, ini beneran Alma meninggal? Beberapa hari yang lalu aku masih bisa ngobrol sama dia. Kenapa tiba-tiba aku dapat kabar kalau dia udah meninggal?" Tanya Iven, sahabat Almara dengan mata yang berkaca-kaca.

"Gak, ini gak mungkin Almara. Kita harus lihat sendiri jasadnya." Ucap Hani yang diangguki oleh Cahya. Mereka berdua berjalan ke arah peti mati, namun Dani langsung menahan mereka.

"Jangan seperti ini. Kami akan semakin sedih saat melihat jasad Almara." Ucap Dani sambil menangis.

"Tapi semuanya gak masuk akal. Kenapa Almara tiba-tiba ninggalin kita semua?" Tanya Hani.

"Alma.. hiks.." Cahya menangis sambil terduduk di lantai yang membuat Hani langsung menghampirinya.

"Kenapa lo nangis? Alma gak mungkin meninggal!" Tegas Hani dengan mata yang berkaca-kaca.

Almara yang menyaksikan semua itu langsung menangis. Dia tidak percaya jika dirinya sudah meninggal.

"Gue udah meninggal.. hiks.." Almara menangis dengan terisak sambil menutup mata dengan kedua tangannya.

"Ngapain lo nangis?" Tanya Ruha sambil menarik kedua tangan Almara.

"Gue udah meninggal, hiks.." jawab Almara sambil menangis yang membuat Ruha mengembuskan napas kasar.

"Lo gak meninggal. Tubuh lo masih ada." Ucap Ruha.

"Tapi orang tua gue bilang kalau gue udah meninggal." Almara menunjuk peti mati yang tidak jauh darinya.

"Terus lo percaya?" Tanya Ruha sambil menaikkan alisnya.

"Kalau bener lo udah meninggal, pasti sekarang roh lo udah menghilang." Lanjut Ruha yang membuat Almara mulai berpikir.

Dia kembali menatap peti mati didepannya. Dia berjalan menuju peti mati dan masuk ke dalam untuk melihat jasad siapa yang ada di dalam. Dia terkejut saat melihat hanya ada batang pohon didalam yang tertutup kain putih.

Dengan perasaan marah Almara keluar dari peti mati dan menatap kedua orang tuanya yang sedang menangis. Dia tidak pernah menyangka jika orang tuanya tega melakukan hal itu kepadanya.

"Kalian jahat banget!" Almara mengepalkan kedua tangannya.

"Kita gak usah ikut ke pemakamannya. Kalau kita ikut, berarti kita percaya kalau Almara memang udah meninggal." Ucap Iven yang membuat Almara langsung menatapnya.

"Gue mau pulang aja." Ucap Cahya sambil berdiri dari duduknya.

"Maaf om dan tante, kami gak percaya kalau Almara udah meninggal karena semalam kami masih dapat chat dari Almara. Kami pulang sekarang." Ucap Hani sambil menarik tangan Iven dan Cahya.

"Kalian emang sahabat gue." Ucap Almara sambil menyeka air matanya.

"Gimana caranya lo ngirim chat ke mereka?" Tanya Ruha saat berada di samping Almara.

"Gue makai layanan apa sih namanya? Intinya layanan itu bisa buat hantu chatan sama manusia. Gue tahu itu dari Kila." Ucap Almara yang membuat Ruha mengumpat dalam hati.

Dia sengaja tidak memberitahukan Almara jika ada layanan seperti itu karena tidak ingin Almara berkomunikasi dengan manusia. Tapi pelayan di rumahnya dengan mudah memberitahukan layanan itu kepada Almara.

"Lo tahu gak seberapa berharganya layanan itu dalam dunia hantu?" Tanya Ruha dan Almara langsung menggelengkan kepalanya.

"Layanan itu hanya bisa digunakan sekali dalam 100 tahun. Dan lo makai layanan itu cuma buat chatan sama sahabat lo?"

Bohong. Ruha jelas berbohong dan sengaja dibuat-buat agar Almara percaya.

"Serius lo?"

"Lo lihat wajah gue, kelihatan becanda gak?"

Almara memperhatikan wajah Ruha yang terlihat serius. Kemudian dia menggelengkan kepalanya.

"Sewaktu masih jadi manusia, lo aktor ya? Akting lo bagus banget!" Almara bertepuk tangan.

"Lo pikir gue bisa dibohongin? Sebelum gue makai layanan itu, gue udah bertanya secara detail sama Kila. Layanan itu bisa digunakan sekali selama 3 hari. Lo pikir gue bodoh?"

Ruha langsung membuang muka setelah mendengar ucapan Almara. Saat kembali ke dunia hantu nanti, dia jadi sangat ingin memusnahkan Kila.

"Yaudah sih, santai."

Almara tidak lagi membalas ucapan Ruha. Kini gadis itu memperhatikan kedua orang tuanya dan adiknya yang masih menangis dengan tersedu-sedu, membuat orang-orang disekitar langsung menenangkan mereka. Dia tidak mengerti kenapa orang tuanya membuat dirinya seolah meninggal padahal mereka sendiri yang menjadikannya pengantin untuk hantu.

"Udah gue bilang kalau keluarga lo gak sayang sama nyawa lo. Karena itu dia buat lo seolah meninggal." Ucap Ruha yang membuat Almara langsung menatapnya.

"Gak mungkin. Pasti ada alasannya." Ucap Almara tegas.

"Lo mau nyari alasan apa lagi? Apa kejadian ini gak cukup?" Tanya Ruha sambil mengerutkan dahinya.

"Mereka gak mungkin tiba-tiba jadiin gue pengantin untuk hantu hanya karena ingin Damar sembuh. Semuanya kayak gak masuk akal aja." Ucap Almara.

"Orang tua akan ngelakuin cara apa pun untuk kesembuhan anaknya, meskipun harus mengorbankan nyawa seseorang." Ucap Ruha sambil menyelipkan poni Almara ke telinganya.

Almara hanya terdiam sambil mencerna semua ucapan Ruha. Benar memang. Dia seperti sedang di korbankan orang tuanya sendiri. Setahunya orang tuanya tidak percaya dengan penyembuhan yang disarankan dukun, tapi akhirnya mereka melakukannya. Padahal banyak mimpi yang ingin di raihnya, tapi dengan teganya kedua orang tuanya menjadikannya pengantin untuk hantu.

"Daripada lo nyari alasan orang tua lo, mending pikirin cara buat balas perbuatan mereka."

Pengantin Untuk Hantu ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang