Tamu Tak Diundang

6.1K 592 7
                                    

Almara berjalan keluar dari rumah orang tuanya dengan perasaan sedih, marah, dan bingung. Dia sangat ingin bertanya kepada orang tuanya, tapi tidak bisa. Dia juga bingung dimana tubuhnya sebenarnya. Dia sudah memeriksa ke seluruh ruangan di rumah, tapi tidak menemukan tubuhnya.

"Lo beneran gak tahu dimana tubuh gue?" Tanya Almara sambil menatap Ruha yang berjalan di sampingnya.

"Enggak." Jawab Ruha singkat tanpa menoleh ke arah Almara.

"Tapi lo bisa nemuin makhluk tadi, kenapa lo gak bisa nemuin tubuh gue?" Tanya Almara dan Ruha langsung berhenti berjalan.

"Gue cuma bisa nemuin makhluk jahat yang harusnya udah di musnahin. Gue gak bisa nemuin tubuh manusia karena itu bukan pekerjaan gue." Ucap Ruha.

"Terus gimana caranya gue bisa nemuin tubuh gue? Orang tua gue bisa aja buang tubuh gue ke laut atau ke hutan, kan? Kalau tiba-tiba gue mati gimana?" Tanya Almara tanpa henti. Dia juga takut jika akan mati nantinya.

"Oh, jadi orang tua lo bisa sejahat itu? Parah sih kalau lo gak balas perbuatan mereka." Ucap Ruha sambil melipat tangannya di dada.

"Itu cuma kemungkinan aja. Lagian juga kenapa gue harus balas perbuatan mereka?" Tanya Almara sambil menaikkan alisnya.

"Jadi manusia gak usah terlalu baik deh. Kalau lo dijahatin, ya jahatin balik." Ucap Ruha kesal dengan ucapan Almara.

"Kalau gue jahat sama mereka, berarti gue gak ada bedanya dong sama mereka."

"Ini bukan lagi soal sama atau beda. Lo harus buat mereka ngerasain hal yang sama."

"Kok lo maksa banget sih?" Almara mengerutkan keningnya heran karena Ruha seperti terus memaksanya untuk membalas perbuatan kedua orang tuanya.

Dia jadi merasa aneh. Mungkin saja semua yang terjadi padanya ada hubungannya dengan Ruha.

"Gue kasihan aja sih sama lo." Ucap Ruha sambil mengalihkan pandangannya.

"Kalau kasihan seharusnya lo gak jadiin gue pengantin lo!"

"Emang lo mau dapat suami kayak hantu yang lo temuin di hutan?" Tanya Ruha yang membuat Almara langsung menggelengkan kepalanya.

"Lo beruntung karena dapat suami kayak gue. Coba aja gue gak berusaha dapetin lo, mungkin sekarang lo udah kayak gembel di hutan." Lanjut Ruha.

"Kenapa lo berusaha buat dapetin gue?"

"Karena lo cantik dan gue suka itu."

"Dih, najis!"

Almara langsung berjalan meninggalkan Ruha. Hantu yang bersamanya saat ini memang tidak ada benarnya dalam berbicara.

***

"Dia siapa?"

Ruha membawa Almara ke belakangnya, mencoba untuk menyembunyikannya.

"Kenapa lo bisa masuk kesini?" Tanya Ruha sambil menatap seorang pria yang berdiri di depannya.

Pria tersebut adalah Mura, hantu tingkat satu yang sama dengan Ruha. Tapi mereka memiliki pekerjaan yang berbeda. Jika Ruha ditugaskan untuk memusnahkan makhluk jahat yang menganggu manusia, Mura ditugaskan untuk membawa arwah manusia ke dunia hantu. Tapi Mura sering mengabaikan tugasnya dan membuat arwah manusia menjadi hantu pendendam yang akhirnya berubah menjadi makhluk jahat.

"Dengan mengikat mereka." Mura menunjuk beberapa pelayan yang diikat di tiang.

Ruha mengepalkan tangannya setelah melihat pelayannya yang diikat oleh Mura.

"Sekarang lo udah punya pengantin? Bukannya lo gak tertarik sama pengantin, ya?" Tanya Mura sambil berjalan mendekati Almara, namun Ruha langsung menjauhkan Almara darinya.

"Bukan urusan lo. Mending lo pergi dari sini!" Usir Ruha sambil menatap tajam Mura.

"Santai dong. Gue kesini mau ngasih tugas baru." Mura memberikan sebuah jurnal kepada Ruha.

Ruha mulai membacanya dan melihat banyak daftar nama makhluk jahat yang harus segera di musnahkan.

"Dasar lo gak berguna. Mending lo mengundurkan diri aja dan pergi ke neraka!" Bentak Ruha yang membuat Mura langsung tertawa.

"Gue gak akan pergi sebelum melihat lo menghilang dari dunia." Ucap Mura.

Almara hanya diam mendengar percakapan antara Ruha dan Mura. Dia tidak mengerti apa yang terjadi antara mereka. Sekilas Almara melihat wajah Mura. Tidak terlalu buruk. Hanya saja wajah Ruha lebih ganteng menurut Almara.

"Kalau gitu kita harus menghilang sama-sama." Ucap Ruha sambil tersenyum miring.

"Gue gak akan menghilang!"

Ruha mengembuskan napasnya kasar. Dia membalikkan badannya dan menatap Almara.

"Lepasin pelayan itu dan pergi menjauh dari sini sama mereka." Ucap Ruha sambil menunjuk beberapa pelayannya yang terikat di tiang.

"Lo mau ngapain?" Tanya Almara.

"Lakuin aja ucapan gue. Nanti gue jelasin." Ucap Ruha.

Almara menganggukkan kepalanya dan langsung berjalan ke arah pelayan yang terikat. Langkah kakinya terhenti saat Mura tiba-tiba berdiri di depannya.

"Wow, ternyata lo jadi lebih cantik. Pantesan Ruha nyembunyiin lo." Ucap Mura sambil menatap wajah Almara.

Bukkk

Almara terlonjak kaget saat Ruha meninju pipi Mura dan membuat Mura langsung terhuyung ke samping.

"Berani banget lo ngeliat pengantin gue!" Bentak Ruha sambil menatap tajam Mura yang menyeka darah di sudut bibirnya.

"Cepet pergi dari sini." Ucap Ruha sambil menatap Almara.

Almara melanjutkan langkah kakinya dan langsung melepaskan ikatan tali di tubuh 4 pelayan. Setelah itu para pelayan tersebut langsung membawa Almara menjauh dari Ruha dan Mura.

Para pelayan tersebut masuk kedalam lift bersama Almara. Mereka membawa Almara ke lantai 28, tepatnya menuju ke kamar Almara.

"Apa kamu tidak apa-apa?" Tanya wanita tua yang berdiri di samping kanan Almara.

Almara hanya menggelengkan kepalanya. Dia sangat ingin bertanya, namun tidak nyaman karena baru pertama kali berbicara langsung dengan pelayan di rumah Ruha.

"Gak mungkin dia gak apa-apa. Mura udah natap matanya." Kali ini wanita muda di depan Almara yang berbicara.

"Mulai sekarang kamu harus berhati-hati. Mura sudah bisa mencium baumu." Ucap wanita tua yang membuat Almara mengerutkan keningnya.

"Apa maksudnya?" Tanya Almara bingung.

"Lebih baik Ruha yang menjelaskan langsung nanti. Tunggu aja, dia pasti akan segera datang."

"Hm oke. Tapi sebelumnya kita perlu kenalan dulu." Ucap Almara karena merasa aneh jika hanya pelayan yang tahu dirinya.

"Aku Driva, pelayan termuda disini karena baru berusia 33 tahun." Ucap Driva, wanita di depan Almara.

Almara sedikit terkejut setelah mendengar ucapan Driva. Usia 33 tahun termuda katanya?

"Aku Niki, pelayan yang berusia 121 tahun." Ucap Niki, wanita tua disamping Almara.

Lagi-lagi Almara terkejut setelah mendengar ucapan Niki.

"Aku Stefa, pelayan yang berusia 79 tahun." Ucap wanita yang berdiri di belakang Almara.

"Aku Loli, pelayan yang berusia 83 tahun." Ucap wanita di samping kiri Almara.

Almara menganggaruk kepalanya yang tidak gatal. Keempat wanita yang bersamanya sekarang, ternyata jauh lebih tua darinya. Dia tidak mengerti kenapa wajah mereka tidak menunjukkan tua padahal usia mereka sudah puluhan tahun. Jika Almara perhatikan lagi, Niki juga tidak terlihat seperti berusia seratus tahun. Wajahnya terlihat seperti usia 60 tahun.

Pengantin Untuk Hantu ✅Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz