Siapa Sres?

4.9K 525 22
                                    

Almara berbaring di tempat tidurnya menghadap jendela kamarnya. Dia sengaja membelakangi Ruha yang saat ini mengobati tangannya. Dia kesal, marah, dan malu terhadap Ruha. Bahkan saat ini dia pura-pura tidur agar Ruha tidak mengajaknya bicara.

"Maaf, Almara. Lain kali kami akan memberi makan Sres tepat waktu." Ucap Niki yang dari tadi berdiri di samping Ruha setelah mengantarkan kotak p3k.

Ya, nama makhluk tadi Sres, peliharaan Ruha. Almara kesal kenapa Ruha memilih memelihara monster yang bahkan jauh lebih besar darinya. Bisa saja kan suatu hari nanti Sres memakannya?

"Udahlah, gak apa-apa. Lagian kita juga harus memperkenalkannya dengan Sres, kan?" Tanya Ruha sambil menatap Niki.

"Tapi seharusnya Almara tidak terluka." Ucap Niki sambil menatap luka ditangan Almara yang saat ini di obati oleh Ruha.

Wanita tua itu memang sangat pengertian dengan Almara. Hal itu membuatnya merasa tidak enak karena pura-pura tidur dan bukannya menjawab ucapan Niki.

"Tolong obati Almara dengan baik. Aku akan keluar sekarang."

"Hm."

Niki keluar dari kamar, menyisakan Ruha dan Almara.

Ruha sengaja menekan luka Almara agar wanita itu mau menatapnya.

"Lo bisa gak sih ngobatin yang bener?!" Tanya Almara kesal sambil beranjak duduk.

"Lagian lo juga aneh. Kalau lagi diobatin tuh duduk yang bener." Ruha kembali mengobati luka Almara.

"Terserah gue dong mau apa. Gue terluka juga karena lo." Ketus Almara sambil membuang muka.

"Gue kan udah minta maaf tadi. Gue harus apa lagi biar lo mau maafin gue?"

"Gue gak akan pernah maafin lo. Tadi gue hampir mati karena lo!"

"Tapi kan baru hampir. Lo juga belum mati, kan?"

Almara mengembuskan napasnya kasar. Dia ingin sekali menonjok pipi Ruha sekarang, tapi dia urungkan karena saat ini tinggal di rumah Ruha.

"Kenapa juga sih lo melihara monster? Kenapa gak kucing, kelinci, atau buaya biar mirip kayak lo?!" Ucap Almara dengan penuh penekanan di setiap katanya.

Ruha tidak menjawab. Dia masih sibuk mengikat perban di luka Almara. Setelah selesai, dia langsung menatap Almara.

"Makhluk tadi bukan monster."

Almara mengerutkan dahinya saat melihat tatapan mata Ruha yang berubah sedih. Dia jadi bertanya-tanya dalam hati apakah dia salah bicara pada Ruha?

"Terus?" Tanya Almara.

Ruha menundukkan kepalanya yang membuat Almara semakin merasa tidak enak.

"Kalau lo gak mau ngasih tahu yaudah sih gak usah bilang. Gue juga gak penasaran." Ucap Almara.

"Makhluk tadi sebenarnya manusia." Ucap Ruha sambil menatap Almara.

"Karena terlambat dibawa ke dunia hantu, dia berubah jadi makhluk pendendam." Lanjut Ruha.

"Kok bisa?" Tanya Almara penasaran.

"Katanya tadi gak penasaran. Kok lo nanya sih?"

"Kan lo udah ngasih tahu gue, jelaslah gue jadi penasaran!"

Almara merasa sangat emosi berbicara dengan Ruha. Padahal suasananya tadi sudah serius dan dirinya juga sangat penasaran. Tapi bisa-bisanya Ruha mengacaukan semuanya.

"Lo mau tahu?" Tanya Ruha sambil menaikkan alisnya.

"Gak." Jawab Almara malas sambil kembali berbaring menghadap jendela kamar.

"Gitu aja ngambek."

"Bodo!"

"Yaudah gue kasih tahu." Ucap Ruha mengalah. Jika wanita sudah ngambek, tidak ada pilihan lain selain menuruti kemauannya. Benar atau benar?

"Makhluk tadi itu temen gue. Dia meninggal 322 tahun yang lalu. Selama hampir 10 tahun arwahnya tinggal di dunia manusia dan akhirnya berubah jadi makhluk yang pendendam. Semua itu karena Mura yang sengaja melalaikan tugasnya untuk membawa arwah temen gue ke dunia hantu."

"Sampai akhirnya gue ditugaskan untuk memusnahkan makhluk itu yang ternyata temen gue sendiri. Gue gak bisa memusnahkannya dan mengubah temen gue jadi kayak gitu. Bentuk tadi yang lo lihat sebenarnya bukan bentuk aslinya. Dia bisa berubah-ubah bentuk sesuai kemauannya."

"Dan namanya juga bukan Sres. Dia punya nama yang indah, tapi gue sengaja ngasih nama jelek."

Almara membalikkan tubuhnya karena merasa tertarik dengan cerita Ruha.

"Namanya siapa?" Tanya Almara yang membuat Ruha tersenyum.

"Vaniya." Ucap Ruha.

"Jadi makhluk tadi cewek?" Tanya Almara dan Ruha langsung menganggukkan kepalanya.

"Hm. Dia juga bisa kembali ke bentuk manusia tapi cuma dalam waktu tertentu. Misalnya waktu tengah malam. Dia lebih suka jadi manusia saat gak ada orang lain yang melihatnya. Bodoh memang, padahal dia cantik." Ucap Ruha sambil terkekeh kecil.

"Jangan bilang lo suka sama dia?" Tuduh Almara.

"Sembarangan aja lo kalau ngomong."

"Lagian lo juga senyum-senyum pas cerita."

"Emang gue gak boleh senyum?"

"Terserah lo."

Ruha hanya tersenyum sambil memperhatikan wajah Almara.

"Mending lo istirahat sekarang. Besok kita akan kembali bekerja." Ucap Ruha sambil beranjak duduk.

"Gue gak bisa kerja, tangan gue sakit." Ucap Almara sambil mengangkat tangan kanannya yang diperban.

"Lagian lo kerja cuma pakai kaki buat berjalan."

"Gue gak mau." Ketus Almara sambil memejamkan kedua matanya.

Ruha hanya mengangkat kedua bahunya pertanda tidak peduli. Toh, dia bisa membuat Almara mengikuti semua kemauannya. Ruha langsung berjalan keluar dari kamar Almara.

***

"Pesananmu sudah datang." Ucap Niki saat sampai di kamar Ruha.

Ruha yang mendengar itu langsung berdiri dari duduknya. Dia sangat antusias saat mendengar ucapan Niki.

"Semuanya?" Tanya Ruha dan Niki langsung menganggukkan kepalanya.

"Antarkan laptop dan tablet ke kamar Almara. Setelah itu suruh dia turun ke bawah." Ucap Ruha sabelum pergi meninggalkan kamarnya.

Niki hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Padahal dia udah punya banyak, tapi tetep aja kurang."

Niki keluar dari kamar Ruha dan masuk ke dalam kamar Almara. Saat sampai di dalam, dia mendapati Almara yang meringkuk di tempat tidurnya. Dia langsung menghampiri Almara.

"Almara, apa yang terjadi?" Tanya Niki saat melihat dahi Almara yang berkeringat.

Almara hanya menggelengkan kepalanya, kemudian beranjak duduk. Dia tidak mengerti apa yang terjadi dengannya. Saat dia bangun tidur tadi, seluruh tubuhnya terasa sangat sakit seperti ditimpa beton.

"Tapi kenapa wajahmu pucat? Apa kamu sakit?" Tanya Niki sambil menempelkan telapak tangannya di dahi Almara, namun Almara langsung menahan tangannya.

"Enggak kok. Tapi kenapa kamu kesini?" Tanya Almara.

"Ah, ini. Ruha memintaku untuk mengantarkan ini ke kamarmu dan dia juga menyuruhmu untuk turun ke bawah." Ucap Niki sambil memberikan sebuah kantong belanjaan yang besar.

Almara melihat apa yang tertulis di kantong tersebut dan dia yakin jika isinya adalah laptop dan tablet. Ruha berkata jika pengirimannya seminggu, tapi ternyata kurang dari dua hari. Bagaimanapun, setidaknya dia harus menerimanya.

"Hm, makasih. Kalau gitu aku mandi dulu." Ucap Almara sambil berjalan menuju kamar mandi.

Niki memperhatikan Almara. Dia sangat yakin jika saat ini Almara sedang sakit.

Pengantin Untuk Hantu ✅Where stories live. Discover now