Pembunuh

3.1K 362 3
                                    

Damar meringkuk di sudut kamar dengan membenamkan wajahnya diantara lutut. Rumahnya sepi, sangat sepi. Kematian tragis kedua orang tuanya, membuat Damar hampir kehilangan akal sehat.

Setiap hari saat melihat benda tajam, tanpa sadar dia menggoreskan benda tajam tersebut ke tubuhnya. Jika saja Iven, Cahya, dan Hani tidak berjaga di rumahnya, pasti Damar akan melakukan hal yang lebih gila lagi.

Tanpa Damar sadari, sudah daritadi Almara duduk di sampingnya. Dia tetap berusaha memeluk tubuh Damar meskipun tembus. Almara sangat sedih melihat keadaan adiknha yang seperti itu.

"Papa, mama, kakak, kalian udah kumpul di surga, ya?" Gumam Damar kecil yang terdengar di telinga Almara.

"Gak, Damar. Kakak ada disini, disamping kamu." Ucap Almara yang tak akan pernah bisa didengar oleh Damar.

"Kenapa kalian ninggalin Damar sendirian? Damar mau ikut, boleh?"

"Damar! Kakak ada disamping kamu!"

Perlahan tetesan demi tetesan air mata mengalir di pipi Damar. Lagi, adiknya menangis dengan histeris. Dia memukul dadanya sendiri tanpa henti seakan ingin menghancurkan dirinya sendiri.

Almara yang melihat itu meringis. Dia tahu bagaimana perasaan Damar saat ini.

"Almara? Ini beneran lo?!" Teriakan Iven yang nyaring dari luar kamar membuat Damar langsung berdiri dari duduknya.

Almara mengikuti langkah kaki Damar yang berjalan keluar kamar. Kejutan!

Baik Damar maupun Almara sendiri terkejut. Di depan mereka saat ini berdiri Almara, tidak, tubuh Almara yang diambil alih oleh Vaniya.

"Kakak masih hidup?" Damar tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Bagaimana mungkin orang yang sudah mati bisa hidup kembali?

"Selama ini kakak gak mati." Ucap Vaniya yang mengambil alih tubuh Almara. Ucapannya dingin, membuat yang lainnya terkejut. Almara yang biasanya berbicara hangat, sudah berubah.

"Lo siapa?" Tanya Almara sambil berjalan mendekati tubuhnya sendiri. Namun, tatapan tubuhnya membuat langkah kaki Almara terhenti. Dia bisa dilihat oleh tubuhnya sendiri.

Bukan jawaban yang didapatkan oleh Almara, hanya tatapan sinis yang penuh dengan kebencian. Saat dia akan menyentuh tubuhnya sendiri, tiba-tiba tangannya tertarik ke belakang dan saat ini dia sudah berada di tengah hutan.

"Kok gue bisa disini?" Almara menatap ke sekelilingnya dan mendapati seorang pria yang berdiri di belakangnya.

Pria tinggi berpakaian serba merah kini berjalan ke arahnya. "Gimana, udah ingat?" Tanyanya saat sampai di hadapan Almara.

"Lo musuh Ruha?" Tanya Almara langsung to the point.

"Ternyata lo peka juga."

"Apa maksud lo bawa gue kesini? Kembaliin gue sekarang juga!"

"Gue Zerio." Ucapnya tanpa menjawab pertanyaan Almara.

"Yaudah kembaliin gue sekarang juga!"

Zerio menutup kedua telinga karena merasa Almara sangat berisik. "Lo gak mau tahu apa yang terjadi di masa lalu?"

Almara mengerutkan dahinya. Ah, suara itu. Suara yang didengarnya dari telepon dan juga mimpinya. Dia menatap Zerio meminta penjelasan.

"Lo tahu?" Tanya Almara yang mulai percaya saat Zerio bertanya tentang masa lalu. Dia juga ingin tahu apa yang terjadi di masa lalu dan kenapa Ruha berusaha menyembunyikan darinya.

"Kalau lo mau tahu apa yang terjadi di masa lalu, masuk ke dalam sungai." Ucap Zerio sambil menunjuk sungai yang tiba-tiba sudah ada di belakang Almara.

Pengantin Untuk Hantu ✅Where stories live. Discover now