Kenangan Lama

3.9K 488 4
                                    


"Lo pernah ke pantai ini?" Tanya Almara dan Ruha langsung menganggukkan kepalanya.

"Kapan?"

"Waktu gue umur 22 tahun." Ucap Ruha yang membuat Almara membelalakkan matanya kaget.

"Bisa gak sih lo jawabnya yang bener?"

"Bener kok."

"Terus kenapa waktu umur lo segitu ada pantai ini di dunia manusia?"

Ruha mengembuskan napasnya, kemudian dia menatap Almara yang meminta penjelasan padanya.

"Pantai ini juga ada di dunia manusia. Tapi karena gue diberi tugas, jadinya gue boleh bawa pantai ini ke dunia hantu." Ucap Ruha.

Almara mengerutkan dahinya. Dia tidak paham sama sekali dengan ucapan Ruha. Bagaimana mungkin Ruha bisa membawa pantai ke dunia hantu?

"Saat itu gue boleh minta satu permintaan. Karena gue suka pantai ini dan banyak juga kenangan yang tersimpan di pantai ini, jadinya gue minta pantai ini dibawa ke dunia hantu." Ucap Ruha yang kali ini bisa dimengerti oleh Almara.

"Terus kenapa lo baru ke pantai ini lagi?" Tanya Almara.

"Karena gue gak mau kesini sendiri."

"Emang kenapa kalau sendiri?"

Ruha mendekatkan tubuhnya ke arah Almara yang membuat Almara refleks memundurkan langkah kakinya. Ruha menahan kedua bahu Almara agar dia berhenti.

"Lo mau tahu?" Tanya Ruha sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Almara.

Almara menahan napasnya sambil menganggukkan kepalanya. Dia merasa ambigu berada di posisi seperti itu. Apa lagi saat melihat tatapan mata Ruha. Jantungnya mendadak berdetak dengan cepat.

"Karena gue takut."

Almara mengembuskan napasnya saat Ruha tiba-tiba duduk diatas pasir pantai. Dia baru bisa bernapas lega.

"Lawan makhluk jahat aja berani, kenapa ke pantai sendirian takut?" Tanya Almara sambil duduk di samping Ruha.

"Tadi kan udah gue bilang kalau pantai ini nyimpan banyak kenangan. Kalau gue sendirian kesini, gue takut kenangan itu nantinya buat gue sakit." Jelas Ruha yang membuat Almara mengedipkan matanya berkali-kali.

"Kenangan apa?" Tanya Almara yang mulai merasa penasaran.

"Lo ingat kan peliharaan gue yang waktu itu buat tangan lo luka?" Tanya Ruha dan Almara langsung menganggukkan kepalanya.

Tentu saja dia ingat. Bekas lukanya saja masih ada di tangan Almara.

"Sres.. bukan, maksud gue Vaniya. Dulu gue sama Vaniya sering kesini. Kami selalu berbagi suka dan duka di pantai ini. Tapi suatu hari, sesuatu terjadi pada Vaniya di pantai ini. Dan dia meninggal tepat di depan batu itu." Ruha menunjuk batu besar di sampingnya yang membuat Almara langsung menatapnya.

Almara merasa tidak asing saat melihat batu besar tersebut. Dia merasa pernah melihat batu itu.

"Sampai sekarang gue merasa bersalah sama dia karena gak bisa nyelamatin dia hari itu." Ucap Ruha sambil menundukkan kepalanya.

Almara langsung menepuk-nepuk pelan bahu Ruha.

"Vaniya pasti sangat berarti bagi lo." Ucap Almara.

"Tapi semuanya bukan salah lo. Jangan terlalu merasa bersalah karena Vaniya pasti sedih. Dia juga pasti gak mau meninggal di depan lo." Ucap Almara yang entah dapat pencerahan darimana sampai bisa berkata seperti itu.

Ruha hanya menganggukkan kepalanya sambil menatap Almara.

***

"Kalian kenapa?" Tanya Almara saat melihat beberapa pelayan berkumpul di depan kamarnya.

Niki berjalan mendekati Almara sambil tersenyum.
"Apa kamu mau ikut bermain dengan kami?" Tanyanya.

"Bermain?" Tanya Almara sambil mengerutkan dahinya.

Tiba-tiba Driva dan Loli langsung menggandeng tangan Almara dan mereka membawanya ke lantai 51. Almara hanya pasrah karena para pelayan itu membawanya dengan paksa. Dia tidak tahu permainan apa yang akan dimainkan hantu.

Saat masuk kedalam ruangan, Almara melihat ada lagi beberapa pelayan laki-laki yang sudah duduk di kursi.

"Selamat datang, Almara!" Sambut mereka yang sudah duduk di kursi.

Almara hanya tersenyum menanggapinya dan Driva langsung mendudukkan Almara di sampingnya.

"Ayo kita mulai sekarang." Ucap Niki sambil menepukkan kedua tangannya berkali-kali.

"Kita mau main apa?" Bisik Almara kepada Driva.

"Permainan Truth or Dare! Truth kebenaran, Dare unjuk bakat!" Teriak semua orang yang ada di ruangan itu kecuali Almara.

Dia berbisik kepada Driva, tapi yang menjawab semuanya. Pendengaran hantu memang sangat tajam, batinnya.

Buk

Niki menaruh sebuah botol kaca ke atas meja dan bersiap untuk memutarnya. Almara mengembuskan napasnya. Dia pikir permainannya akan berbeda, ternyata sama saja seperti di dunia hantu. Dia bahkan sudah sering bermain TOD bersama sahabat-sahabatnya.

Botol tersebut mengarah ke seorang pria yang sepertinya lebih muda dari Almara. Dia duduk tidak jauh dari Almara.

"Truth or dare?" Tanya Niki yang membuat pria tersebut langsung berdiri dari duduknya.

"Aku Feza akan memilih truth!" Tegasnya yang membuat semua orang kecewa, kecuali Almara. Wajar saja jika seseorang memilih truth, kan?

"Biasanya kamu selalu memilih dare!" Protes Loli.

"Kali ini aku memilih truth, karena malu pada Almara jika harus unjuk bakat." Ucap Feza sambil mengusap lehernya.

"Ah, gak perlu malu." Ucap Almara berusaha santai.

"Tidak. Imageku harus terlihat bagus!" Ucap Feza yang membuat Almara tersenyum kikuk.

Dia sebenarnya merasa ambigu saat mendengar pria menggunakan bahasa aku-kamu kepadanya. Entah itu muda atau tua, dia merasa tidak nyaman.

"Baiklah. Kebenaran apa yang akan kamu katakan?" Tanya Niki sambil menaikkan alisnya.

"Di dunia manusia ternyata ada yang sangat kejam." Ucap Feza yang membuat semua orang langsung menatapnya.

"Maksudnya?" Tanya Driva sambil mengerutkan dahinya.

"Beberapa hari yang lalu, aku pergi ke dunia manusia untuk melihat keadaan ibuku yang ada di rumah sakit. Aku melewati sebuah kamar rawat dan mendengar pembicaraan orang." Ucap Feza.

"Mereka berkata begini." Feza diam sebentar sambil mengatur napasnya.

"Kalau wanita ini tidak bangun 6 bulan ke depan, kita harus membuangnya ke laut. Tidak peduli dia bernapas atau tidak, kita akan tetap membuangnya. Kita tidak bisa membiarkannya terlalu lama disini. Mungkin saja perkataan dukun itu benar kalau wanita ini berbahaya." Ucap Feza menirukan seseorang.

"Kejam sekali."

"Saat aku melihat wanita itu, banyak alat medis yang menempel di tubuhnya. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena terhalang tirai. Tapi jika mereka benar-benar membuangnya ke laut, mereka adalah orang yang kejam. Pikirkan saja, kenapa tidak memberikannya kepada keluarga wanita itu?"

Almara merasa tertarik dengan kebenaran yang diucapkan Feza. Yang diucapkan Feza, sama persis dengan mimpinya.

"Di rumah sakit mana kamu melihatnya?" Tanya Almara. Ya, dia harus mengikuti bahasa hantu sopan.

"Rumah Sakit Rose." Ucap Feza yang membuat Almara mengerutkan dahinya.

"Ada dimana rumah sakit itu? Aku belum pernah mendengarnya." Ucap Almara.

"Ah, rumah sakit ini ada di Korea Selatan."

Almara melongo setelah mendengar ucapan Feza.
"Kenapa kamu bisa sampai ke sana?" Tanya Almara.

"Ibuku orang Korea Selatan dan ayahku orang Indonesia. Ibuku saat ini sakit jantung dan dirawat di rumah sakit sana. Karena itu aku pergi ke sana." Ucap Feza.

Almara memperhatikan lagi wajah Feza. Pantas saja wajahnya terlihat seperti orang Korea.

Pengantin Untuk Hantu ✅Where stories live. Discover now