Teror?

3.5K 443 1
                                    

Ruha menatap Almara yang menyandarkan tubuhnya di kursi mobil. Pakaian yang di pakainya basah juga sobek. Apa yang dilakukan Almara tadi memang seperti pahlawan. Dia tidak pernah menyangka jika Almara bisa memusnahkan makhluk jahat.

"Lo gak kedinginan?" Tanya Ruha berusaha memecah keheningan.

"Enggak kok. Panas banget!" Almara mengibaskan kedua tangannya ke wajahnya.

"Jelas lah! Lo pikir berenang malam-malam gak dingin apa?!" Ketus Almara yang sebenarnya kesal dengan Ruha.

"Santai aja sih. Tapi gue gak nyangka kalau lo bisa sehebat tadi."

Almara hanya diam setelah mendengar ucapan Ruha. Dirinya juga tidak percaya bisa melakukan hal seberani tadi.

"Seenggaknya lo berhutang budi sama gue. Karena gue udah nyelamatin nyawa lo." Ucap Almara yang membuat Ruha langsung menganggukkan kepalanya.

"Lo mau minta apa?" Tanya Ruha.

"Jadi gini.." Almara menggantung ucapannya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Dia ragu untuk mengatakannya kepada Ruha. Takut jika Ruha akan marah padanya.

"Kenapa?" Tanya Ruha sambil mengerutkan keningnya.

"Janji dulu sama gue kalau lo gak akan marah." Ucap Almara sambil mengangkat jari kelingkingnya.

"Iya gue janji." Ucap Ruha sambil mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Almara.

"Berhubung makhluk tadi yang terakhir di daftar jurnal, jadi sekarang lo kan gak ada kerjaan, ya? Gimana kalau lo bantu gue buat nyari tubuh gue? Iven udah ngasih kabar dari Korea Selatan, katanya gak ada tubuh gue disana." Jelas Almara sambil mengalihkan pandangannya.

"Emang lo udah percaya sama gue?" Tanya Ruha yang membuat Almara berdecak kesal.

"Kan udah janji kalau lo gak akan marah sama gue!"

"Siapa yang marah? Gue cuma nanya."

"Nada bicara lo kayak orang marah!"

Ruha mengembuskan napasnya. Susah memang berdebat dengan wanita. Padahal dirinya hanya bertanya, tapi wanita di sampingnya selalu salah memahami.

"Yaudah iya. Lo udah percaya sama gue?" Tanya Ruha dengan nada bicara lembut.

"Gak ada orang lain yang bisa gue percaya selain lo. Selama tinggal sama lo, gue udah lihat sisi baik dan buruk lo. Jadi gak ada salahnya kalau gue percaya." Ucap Almara yang membuat Ruha tersenyum.

"Oke. Gue mau bantu lo."

***

Prakkk

Almara terlonjak kaget saat tiba-tiba sebuah mobil menabrak dinding kamarnya yang terbuat dari kaca. Mobil tersebut hampir saja menabrak tubuh Almara.

Saat melihat ke arah mobil tersebut yang kini sudah berada di kamarnya, Almara kaget saat tidak melihat orang di dalamnya.

"Maaf, Almara. Sres mengamuk dan melemparkan mobil ini." Ucap Niki saat masuk kedalam kamar Almara.

"Kok bisa?" Tanya Almara sambil berjalan mendekati Niki.

"Tadi kami memberi makan Sres sayuran. Pelayan baru tidak tahu jika Sres sangat membenci wortel dan dia memberikannya kepada Sres. Karena itu Sres mengamuk." Jelas Niki.

"Terus, Ruha dimana?" Tanya Almara.

"Dia ada rapat di perusahaannya dan kemungkinan akan pulang malam nanti."

Almara mengembuskan napasnya dan langsung berjalan keluar dari kamarnya menuju tempat dimana Sres berada.

"Apa sebelumnya Sres juga pernah ngamuk kayak gini?" Tanya Almara kepada Niki saat mereka sudah masuk kedalam lift.

"Belum pernah. Kami juga bingung bagaimana cara menghentikannya." Ucap Niki dengan raut wajah khawatir.

Almara langsung menelpon nomor Ruha, tapi dia tidak menjawabnya sama sekali. Dia berdecak kesal saat lift terbuka. Mereka sudah berada di depan Sres sekarang yang saat ini melemparkan apa pun yang ada di dekatnya. Sres kali ini berwujud kelinci putih. Wajar saja jika pelayan memberikan wortel kepadanya.

"Sres, tenanglah.." ucap Almara pelan saat melihat beberapa pelayan terluka.

"Apa yang di sukai Sres?" Tanya Almara sambil menatap Niki.

"Dia sangat menyukai buah apel."

"Bawakan buah apel kesini. Aku akan menenangkannya." Ucap Almara sambil berjalan mendekati Sres.

"Sres, lo gak boleh kayak gini!" Teriak Almara yang membuat Sres langsung menatapnya.

"Sini." Almara melambaikan tangannya agar Sres mau mendekatinya.

Entah dapat sihir darimana, Sres menuruti ucapan Almara dan kini dia sudah berada di depan Almara.

"Tarik napas."

Seolah mengerti, Sres menarik napasnya.

"Buang perlahan." Kali ini juga Sres membuang napasnya perlahan.

"Lakukan berkali-kali sampai lo tenang."

Almara mendekati beberapa pelayan yang terluka. Driva yang kepalanya mengeluarkan darah dan Feza yang kakinya juga mengeluarkan darah.

"Kami pikir kamu terluka didalam. Mobil yang dilemparkan Sres, entah kenapa bisa langsung masuk ke kamarmu." Ucap Feza yang membuat Almara mulai berpikir.

"Itu gak penting. Sekarang kalian harus ke rumah sakit." Ucap Almara sambil berusaha membantu Driva dan Feza berdiri.

"Aaaa!" Teriak Driva dan Feza bersamaan.

Almara terkejut saat tiba-tiba Sres menariknya dan membawanya ke pelukannya. Sres mengusap rambut Almara seakan Almara adalah peliharaannya. Almara bahkan tidak bisa membalas karena Sres yang lebih besar darinya.

"Pergi dari sini dan kunci pintunya." Ucap Almara yang membuat Driva dan Feza langsung menurut.

"Ish, Ruha juga kenapa sih pulangnya lama!" Decak kesal Almara saat menerima perlakukan Sres kepadanya.

Niki datang dengan membawa sekeranjang apel di tangannya.

"Ini apelnya." Niki memberikannya kepada Almara.

"Keluarlah dari sini. Sres bisa aja kembali ngamuk dan ngelukain semua orang." Ucap Almara sambil memberikan sebuah apel kepada Sres.

"Tapi bagaimana denganmu?" Niki menatap Almara dengan khawatir.

"Sres baik sama aku." Ucap Almara sambil tersenyum yang membuat Niki menghela napasnya.

Sres memang terlihat baik pada Almara dan menurut padanya. Tapi bisa saja suasana hati Sres berubah buruk dan akhirnya mencelakai Almara.

"Baiklah."

Almara duduk di kursi yang ada di dekatnya saat Sres sibuk memakan apel.

"Gue kayak penjaga kebun binatang." Gumam Almara sambil memperhatikan Sres.

Drtt..drt..

Almara mengambil handphonenya di saku celana yang barusan bergetar menandakan ada pesan masuk.

"Aaa!" Teriak Almara dan refleks dia langsung menjatuhkan handphonenya.

Tubuhnya bergetar hebat dan Almara langsung menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Apa yang dilihatnya barusan membuatnya bingung sekaligus ketakutan. Dia tidak tahu siapa yang mengiriminya gambar seperti itu dan apa alasannya.

Pengantin Untuk Hantu ✅Onde histórias criam vida. Descubra agora