Kita itu hanya anak muda

1.4K 228 15
                                    

Ketika rindu menumpuk, gundukan itu akan menjadi bukit yang kokoh dan akan memberi rasa sakit yang tiada tara.

Kita itu hanya anak muda

Di pagi hari yang cerah, Ari sudah tampan dengan seragam putih abu-abu punyanya. Sekarang anak itu sudah sampai di sekolah, duduk di tribun basket sambil mendengarkan lagu. Kali ini tidak ada ke-alay-an miliknya, kali ini hanya rindu yang kembali menyeruak setelah dua tahun mencoba mengikhlaskan. Ari menghela nafas, dadanya sesak bukan main. Dia merindukan kakak laki-lakinya yang sudah lama pergi berkelana mencari rumah Tuhan.

"Bang, gue kangen" Gumamnya, Ari itu rapuh dan butuh sandaran. Bahkan Garta tahu itu tapi entah kenapa dia tidak pernah memberi bahu untuk Ari, sekedar memberi tepukan di bahu agak anak itu kuat saja tidak. Ari tidak terlalu memusingkan itu, bahkan dari dulu pun Garta seperti itu jadi biarlah.

Ari membuka ponselnya, dia menekan galeri kemudian membuka album video lalu menonton video yang sudah di masukan dalam favorit.

"ARIMATHEO!" Ari menahan sesak, anak itu memandang layar ponsel dengan pandangan buram. Di dalam sana cowok berambut coklat dengan tampan berdiri sambil berkacak pinggang dengan gagang sapu miliknya. Memandang tajam si perekam video.

"Matiin nggak videonya! ih, anjing emang nih anak"

"Hahaha, ampun bang!" Tawa Ari yang dulu terdengar, anak itu langsung berlari kemudian berbalik untuk merekam kakaknya yang mengomel di dapur. Ari kembali ke dapur, mereka sang kakak lagi.

"Lo matiin nggak?! wah, ngajak baku hantam!" Ari ingat saat itu dia memeletkan lidahnya pada sang kakak. "GAK MAU, LO JELEK BANG!"

"ANAK NGEN-, GAK BOLEH NGOMONG KASAR TAPI LO EMANG KAYAK ANJING, RI!"

"BIARIN" Ari menangis, memandang layar itu. Setelah teriakan itu kakaknya mengejar dirinya hingga membuat rekamannya mati dan ponselnya jatuh ke lantai.

Ponsel yang sama sekaranglah yang dia pegang. Dadanya sesak, sekolah masih sepi apalagi jika di tribun. Tidak mungkin ada yang ke sini dalam waktu dekat karena mereka pasti lebih memilih ke kantin.

Ari kembali membuka video yang lain, dimana dia dan sang kakak hari itu jalan-jalan ke pantai.

"Jadi gaes! gue sama bang Kaesang hari ini jalan-jalan ke pantai!" Jelasnya. "Apa sih lo! kayak seleb aja, muka jelek aja songong bener halu jadi seleb"

"Heh! ini kenang-kenangan biar pas lo habis nikah gue bisa bongkar aib lo ke kakak ipar! palingan dia langsung ilfeel sama lo!" Di video itu Kakaknya mendengus lalu menjitak dahinya. "Malahan dia yang ilfeel sama lo, iya kan, by?"

"Dih, kak kenapa sih kakak mau nikah sama kucing hutan ini?! yang ada lo di garuk mulu kak! batalin nikahan sama dia, lo lebih baik nikah sama gue di jamin bahagia!"

"Bocil jangan sok keras! udah ya by, nanti aku pulang kita langsung nikah biar kamu gak di rebut dia" Ari kembali menangis, dia rindu kakaknya. Di rumah terasa sepi, tidak ada tawa sarkas dan hujatan tajam untuknya lagi yang ada hanya tangan bapak dan mama yang menenangkan dirinya. Tidak ada lagi lagu rock di kamar bawah yang ada hanya tangisan rindu milik Ari.

Ari ingat saat itu, dimana kakaknya menasehatin dirinya saat itu, saat dia memukul teman laki-lakinya karena memukul Garta. Kakaknya tidak memarahi dia sama seperti bapak tapi dia tetap di hukum oleh bapak.

"Lo itu nggak salah, emang dia yang salah karena mukul Garta tapi lo tetap harus minta maaf. Minta maaf bukan berarti lo salah tapi minta maaf karena lo bijak, karena lo ngalah. Nggak perlu malu kalau minta maaf. Lo masih kecil wajar kalau lo buat salah. Nggak usah sedih, semua baik-baik aja, lo bener karena bela Garta tapi pas lo udah gede jangan gitu, segala hal harus di selesaikan juga dengan kepala dingin dan diskusi bukan hanya adu jontos" Ari masih mengingat itu bahkan sampai sekarang.

Pernah juga mereka jalan-jalan, entah angin darimana kakak laki-lakinya itu mulai bertanya hal yang membuat Ari pusing saat itu. "Kenapa orang-orang selalu nuntut kita? harus memenuhi ekspektasi mereka?"

Ari yang bingung langsung menjawab "Ya karena mereka mau kita itu lebih sukses dari mereka dan buat bangga mereka"

"Bukan, mereka itu egois. Orang dewasa itu suka nuntut, suka maksa keadaan. Mereka mau kita ngelakuin hal yang belum bisa kita lakuin, kalau gagal mereka marah, remehin. Padahal mereka tahu, orang yang mereka tuntut itu bukanlah manusia berumur 20 tahun. Kalau lo di suruh belajar ya belajar, di suruh main ya main, di suruh kerja ya kerja tapi pakai porsinya, sewajarnya bukan 24 nonstop harus kerja, kayak kerja rodi"

"Jadi bang, maksud lo?"

"Gue protes, kenapa anak seumur kita di suruh harus juara satu, harus di rapot nilai A bahkan kalau bisa nilai A itu full di rapot padahal kita punya batas. Albert Einstein aja masih punya kekurangan! bahkan nih ya, rasul sama nabi juga punya kekurangan padahal mereka itu punya berkat dari Tuhan, lah apalagi kita yang manusia biasa, banyak dosa gini malah di tuntut sempurna. Orang dewasa itu gila. Gue harap gak pernah dewasa biar gak ngerasain capeknya hidup dan selalu di tuntut terus"

"Gue pengen cepat besar bang, jadi anak smp itu gak enak" Hari itu Ari ingat suara tawa kakaknya bahkan sampai sekarang.

"Kalau udah dewasa jangan hidup dan mau di tuntut sama orang lain, lo pantas cari jalan lo sendiri, nemuin jati diri lo sendiri tapi itu nanti, sekarang kita itu hanya anak muda yang masih belajar dan beradaptasi dengan kerasnya hidup"

Ari mengingat itu bahkan sangat mengingat hari itu, dimana Kaesang berbicara sepanjang jalan mereka pulang sekolah dan Ari tahu kenapa kakaknya berbicara seperti itu, di tuntut sekolah untuk meraih nilai tertinggi di olimpiade sains, kakaknya pasti lelah tapi kegigihannya tidak membuatnya menyerah.

"Ari" Panggilan itu membuat Ari tersadar, dia mengerjap-ngerjap matanya kaget.

"Garta? lo kenapa disini"

"Harusnya gue yang nanya, ayo. Apa lo mau basah kuyup di sini?" Ari memandang sekitarnya. Hujan bahkan dia tidak menyadari itu tapi tadi cuaca begitu bagus dan langit terang tidak ada awan. Ah, sudah lupakan.

Ari berdiri kemudian memegang payung yang di pegang Garta lalu menggenggam tangan Garta "Ini hujan, kalau lo yang pegang gue yang bakal nunduk mulu. Ayo, Garta"

Garta tahu Ari tidak sedang baik-baik saja, dia langsung membalas genggaman Ari dengan hangat dan erat dan tanpa dia tahu bahwa Ari sedang tersenyum lebar di sana, merasa perhatian kecil itu mampu membuatnya kembali baik.

To be Continued

KOMEN sama VOTE! aku nunggu jawaban kalian soal bagian ini, gimana? sksk, gak tau tiba-tiba kepikiran buat cerita mellow di hidup Ari. Kayaknya tiap cerita Ari mulu ya yang nahan rindu, huhu TT.

SILAKAN DI BACA HEHE^^

Arimatheo ||sungjakeWhere stories live. Discover now