Asing

379 53 15
                                    

Kita

Asing


Now Playing - Wishes - Jamie Miller

Setelah kejadian di mal hari itu. Ari dan Garta tak berhubungan bahkan saat ulang tahun Jagad di esok harinya, hanya Garta yang datang ikut hadir dalam pesta kejutan sedangkan Ari datang di tengah malam ketika para dominan itu berkumpul ya di tambah Darwin juga. Ia tak menceritakan masalahnya dengan Garta pada teman-temannya bahkan pada Jerry namun mereka paham bahwa ada yang tidak beres hanya saja tak di tanya, mereka rasa itu privasi dan mereka menunggu cerita dari Ari saja.

Sudah dua minggu setelah Garta mengatakan putus. Ari masuk seperti biasa namun sikapnya tak seperti biasanya. Ia duduk di meja paling belakang bertukar dengan temannya, dan semakin yakinlah Jerry bahwa mereka sedang tak baik-baik saja, ia menahan. Menunggu kawannya itu bercerita. Garta sendiri baru masuk setelah tiga hari ijin tak hadir. Mereka sama-sama saling diam, sekelas saja sampai bingung.

"Ari!" Panggil seseorang dari depan pintu, menampilkan Dewi dengan sepucuk surat di tangan kanannya.

Ari bingung namun ia tetap menghampiri gadis galak tersebut.

"Kenapa?" Tanyanya, Dewi mengernyit agak heran. Tumben sekali Ari kalem.

"Ini surat." Dewi memberikan surat itu pada Ari, ia lalu menepuk pundak lelaki tersebut.

"Semoga masalahnya cepat kelar. Apapun itu. Dan surat ini di kasih sama Darwin, tadi dia kesini tapi karena lo pada lagi belajar dia nitip di gue yang nggak sengaja lewat tadi. Dia pamit katanya, harus balik." Ari mengambil kertas itu, menatap lamat-lamat benda tipis tersebut lalu menghela nafas.

"Makasih, De."

"Sama-sama. Semangat, Ri!" Ia tersenyum mendengar ucapan Dewi. Lalu Dewi berpamitan.

Ia duduk kembali ke tempatnya kemudian membaca surat yang di tulis kawannya.

Dari Darwin ganteng

Bro, gue balik duluan. Sorry pamitnya nggak aesthetic tapi mau gimana lagi ya kan? Gue nggak tahu lo ada masalah apa sama Garta tapi yang bisa gue tebak lo putus sama dia, iya kan? Mungkin emang sulit tapi nggak apa-apa. Sakitnya agak lama pasti, tapi nggak apa-apa. Kalau dia sayang sama lo dia bakalan balik, kalau dia putusin elo karena marah, dia bakalan balik. Dan kalau emang nggak bisa, jangan salahin diri lo sendiri karena apa yang lo lakuin. Kita sama-sama tahu kalau suka sama orang nggak bisa di paksa. Gue hanya nggak mau aja lihat lo sedih, gua nggak bisa hibur lo. Semisalnya udah nggak bisa tahan sendiri, ada gue, ada Jerry, ada Jagad. Mungkin sekarang gue nggak bisa denger tapi masih ada dua orang kan? Ri, cepat atau lambat nanti sembuh, gue sedih sih tapi gapapa, lo temani gue jomblo aja. Masa semua ada gandengan gue kagak. Jadi ada lo sekarang, bisalah gue ga sendiri, gue pamit ya. Bae-bae lo.

Buat si asu.

Ari tersenyum tipis. Ia lantas memberikan kertas itu pada Jerry dan lelaki tersebut membaca. Setelahnya ia langsung melihat Ari dan yang berantakan cuma mengulas senyum semata.

Ari tak bahagia seperti hari-hari kemarin. Ari kembali sedih seperti saat ia kehilangan sang kakak. Lalu Ari kembali merasa sepi saat ia melihat Garta berjalan melaluinya tanpa sapaan dan senyuman. Ia merasa kosong saat Garta tak berkontak mata dengannya. Ari kembali pada posisi kacau lagi. Ia mengonsumsi kopi lebih banyak dari bapak, ia memasak mie instan lebih sering di banding saat mama memasak, ia begadang lebih lama sama seperti saat seminggu setelah meninggalnya bang Kaesang.

Kini ponselnya tak berdering, tidak ada pesan, tidak ada notif lagi. Tidak ada semuanya dari Garta namun kontak lelaki itu, roomchat lelaki itu masih sama seperti dulu. Masih Garta cintaku manisku, masih di pinned. Bahkan masih ia jadikan panggilan khusus.

Ari bahkan berharap ada waktu dimana lelaki itu tidak sengaja menekan nomornya namun itu mimpi. Mungkin sekarang Garta sedang mencoba melupakannya lalu mencoba hal baru dengan Dimas. Ari mungkin sedih namun ia tidak menyesal karena memukuli bajingan yang mengatai Garta. Setidaknya itu adalah hal yang bisa ia lakukan untuk membela mantan kekasihnya.

"Ari, beliin bapak kopi dulu!" Teriak bapak dari ruang keluarga. Ari keluar dari kamar sudah rapi dengan jaket. Ia tidak menolak.

"Mana?" Ia memberikan tangannya, meminta uang. Bapak bingung, biasanya anak itu akan melarang namun kali ini dia menurut saja.

"Ini." Ari menerima uang itu namun ia belum berlalu.

"Pak, kopinya di kurangi." Lalu ia pergi, menjauh dari sang bapak. Tak ada omelan, hanya mengingatkan saja.

Lelaki itu membawa dirinya keluar rumah, menaiki motor lalu bergegas menarik gas. Jalan seorang diri tanpa adanya rasa senang membuat terlihat seperti satu-satunya manusia yang menyedihkan di kumpulan para pasangan yang sedang berduaan. Ari memarkirkan motornya di supermarket lalu membeli kopi dua renteng, tak lupa juga ia membeli minuman bersoda untuk dirinya, setelah beli. Ia langsung duduk di depan supermarket yang pas sekali tersedia bangku disana.

Ia duduk sendiri sambil meminum coca cola-nya. Sesekali memainkan ponselnya. Ia melihat-lihat postingan orang-orang salah satunya Garta. Lelaki itu sedang berada di luar rumah sekarang, Ari mencoba untuk terbiasa tanpa adanya Garta setelah berbulan-bulan ia habiskan waktunya dengan lelaki itu. Maka ia bangun dari duduknya, ketika ingin pulang ia terkejut melihat Garta begitupula sebaliknya. Mereka saling berhadap-hadapan walau agak jauh. Ari bisa lihat bahwa mantan pacarnya itu sendirian, tak ada orang lain, tak ada Dimas.

Ia memegang kaleng minumannya. Mencoba untuk terbiasa menghadapi situasi ini tapi rasanya seperti salah. Ia ingin menyapa Garta, menanyakan apakah dia sudah makan? Apa dia sendiri kesini? Atau dengan orang lain? Ari ingin tanya apa dia baik-baik saja tanpa Ari? Apa dia bahagia? Atau dia menangis diam-diam di kamar? Ari ingin bertanya tapi dia tahu itu bukan haknya lagi.

Maka ia berjalan, melewati Garta dengan berat hati. Ia membiarkan dirinya tersiksa karena tak melihat lelaki itu bahkan untuk melirik pun ia tidak lakukan. Ari terluka tapi ia berlagak sok kuat.

Ia menaiki motornya, lalu menarik gas menjauhi Garta. Sedangkan lelaki mungil tersebut masih berdiri tegap di tempat semula. Ia membalikkan tubuhnya, menatap kepergian Ari. Mereka benar-benar asing, tidak seperti dulu lagi.

Garta berpikir mereka sedang bertengkar namun ketika ia melamun yang ia ingat adalah hari itu, saat ia dengan tak sadar diri meneriaki Ari dan mengatakan putus. Ia menyesal. Amat menyesal. Helaan nafas panjang miliknya terdengar, lalu ia memutuskan memasuki supermarket dengan sisa-sisa usaha sebelum nangis kembali merenungi nasibnya.

to be continued..

Gimana pendapat kalian? Nyambung ga? Ngefeel ora? Jgn lupa vote, komen, dan masukin ke list favorit kalian yaa🙌

Arimatheo ||sungjakeWhere stories live. Discover now