| 02 |

1.3K 162 20
                                    

 "Jadi, lo mau cari orang, tapi nggak tahu namanya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadi, lo mau cari orang, tapi nggak tahu namanya?"

     Sugi menurunkan suaranya ketika ia sadar dirinya dan Praha masih berada di perpustakaan, di hadapan laptop-nya dan proposal kegiatan yang sepertinya masih perlu revisi setidaknya tiga kali lagi sebelum disetujui.

     "Gue udah sebutin ciri-cirinya." Praha membalas dengan keras kepala, yakin benar Sugi sudah mengerti sifat temannya yang satu ini.

     Sugi mengacak rambut gelap lurusnya, pikirannya agak terbagi antara pekerjaan dan orang di hadapannya sekarang. "Cewek rambut bergelombang, mata besar, pipi bulat itu banyak di kampus ini. Gimana caranya lo menemukan orang yang sama dengan cewek yang lo temui kemarin? Lagian, buat apa, sih?"

     "Ada yang penting."

     "Lo coba tanyain ke temen gue, deh." Sugi mengambil ponsel yang semula menganggur di meja, mengetik sebentar, lalu memberikan benda itu pada Praha. "Kirim ciri-cirinya. Kemarin ada temennya juga, 'kan? Sekalian sama dia, siapa tahu temen gue kenal."

     Praha mendengus, jarinya bergerak cepat di atas layar sampai beberapa kali salah ketik. Ia memandang jemu pada koleksi buku di rak perpustakaan, dibacanya satu per satu judul untuk mengalihkan perhatiannya sesaat. Suatu usaha yang sering dilakukannya biar tidak naik pitam duluan, membaca hal-hal tidak penting.

     Ketika balasan pesannya datang, Praha segera menyebutkan nama yang ditebak. "Kahyang?"

     "Kahyang nggak chubby pipinya." Sugi langsung membalas. "Temannya kali? Gue agak-agak lupa namanya, tapi gue bisa bayangin sekarang wajahnya gimana."

     "Sosmednya Kahyang apa?" Praha bergerak dengan cepat membuka sosial media Sugi. "Username?"

     "Cari aja di following, namanya dulu."

     Praha bertingkah seperti ini adalah urusan hidup dan mati. Padahal, perempuan itu cuma memberinya pelembap bibir secara cuma-cuma. Matanya kosong, seperti lelah. Bibirnya yang penuh sama keringnya dengan milik Praha. Secara keseluruhan, bukan yang paling cantik yang pernah Praha temui.

     Mengapa perempuan ini bisa ia pikirkan sejak kemarin?

     Barangkali karena kalimatnya yang naif. Berbagi kebaikan. Lugu. Seperti anak-anak. Ajaran basic. Praha terus-menerus melontarkan kata dalam hati untuk menggambarkannya.

     Mengapa dia berhak mengatakan bahwa dia sedang berbagi kebaikan kepada Praha, kala apa yang terjadi selanjutnya malah mengganggu pikirannya?

     "Ketemu." Napas Praha agak memburu, ia kemudian menyebutkan namanya setelah melihat-lihat akun yang diikuti Kahyang. "Samara."

     "Ah iya, Samara." Sugi menggaruk ujung alisnya, tanpa mengalihkan pandangan dari laptop. "Pendiam, anaknya. Kahyang dan Samara mahasiswa manajemen."

ObsesiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang