| 07 |

716 97 4
                                    

Jika kedua orang tuanya memiliki parameter sendiri untuk usaha-usahanya, kira-kira angka berapa yang harus Sugi capai agar ia bisa semembanggakan Kak Soma?

"Gi, lima menit lagi. Siap-siap."

Sugi mengatakan terima kasih dan mengatur napas setelahnya. Tak lupa ia memeriksa pantulan diri di cermin besar di belakang panggung auditorium, walau penampilannya sudah rapi sejak beberapa saat yang lalu. Almamater abu-abu tuanya licin habis disetrika tadi pagi.

Kaki panjang Sugi membawanya tepat ke samping panggung, bersiap untuk masuk ke area sorot untuk membuka acara orientasi mahasiswa baru sebagai ketua BEM atau Badan Eksekutif Mahasiswa. Proses orientasi kampusnya memang diselenggarakan di tengah-tengah semester, beberapa saat sebelum UTS.

Ketika datang waktu untuknya untuk memberi sambutan, Sugi menghela napas sekali lagi dan segera memasang senyum templatnya. Sugi tidak berkata panjang lebar, tahu mahasiswa-mahasiswa baru tidak pernah tertarik pada sambutan-sambutan di awal acara semenarik apa pun orangnya. Walau mereka duduk pada kursi-kursi auditorium yang nyaman dan seringnya bikin mengantuk.

Namun, kalimat demi kalimat Sugi diakhiri dengan tepuk tangan dari audiens juga.

Baru kembali ke panggung, menghampiri tasnya untuk mengambil laptop dan mengerjakan sisa tugas yang baru dikerjakannya tadi subuh, Sugi sudah dihampiri salah satu rekannya. "Gi, rektorat udah ngasih konfirmasi soal venue buat festival edukasi nanti. Cuma mereka minta konfirmasi proposal yang udah fix biar langsung kecatat buat daftar peminjam tempatnya."

Sugi memandang laki-laki berambut super pendek dan kacamata bulat di hadapannya sambil mengerutkan kening. Ia sangat buruk dalam mengingat nama. Sugi tahu laki-laki ini salah satu stafnya di bidang Humas buat acara yang berbeda. Kalau tidak salah, dia anak logistik untuk acara orientasi ini.

Matanya melirik sedikit ke ID card yang terkalung di lehernya. Gary. "Oke, Gary. Yang draft proposal kemarin masih ada di GDrive, kan? Nanti gue revisi lagi, ya. Thank you."

Sugi segera berlalu ke balik meja tenis yang ditegakkan–tidak tahu asal-usulnya mengapa bisa ada di back stage auditoriumdan memusatkan perhatian pada layar laptop, meski sejujurnya matanya agak perih.

Kak Soma juga dulu ketua BEM, bukan? Apa karena dia mahasiswa universitas negeri, prestasi-prestasinya jadi lebih membanggakan? Akan tetapi, masuk universitasnya sekarang juga bukan sesuatu yang mudah.

Oke.

Respons satu kata mereka tentang Sugi jadi kepala Humas untuk acara festival edukasi masih terpatri dengan jelas di ingatannya

Good.

Masih satu kata dari mereka untuk terpilihnya ia menjadi ketua BEM tahun kemarin. Orientasi mahasiswa baru ini adalah program terakhirnya dalam menjabat posisi itu.

Telunjuk kanan Sugi yang diplester karena tak sengaja teroris saat terburu membuat sarapan menekan trackpad agak lebih keras. Di tengah hilir mudik panitia-panitia yang tengah bekerja dan segala macam suara yang dihasilkan mereka, Sugi tersudut bersama kebisuannya yang seringkali lebih lantang dari teriakan-teriakan yang ia serukan di pantai dan bibir laut.

"Gue kira ke mana. Gue ikut mojok di sini, ya."

Sebelum Sugi sempat membalas ucapannya, Kahyang sudah duduk di sampingnya bersama iPad dan sekotak stroberi segar di tangan. "Mau?" tawarnya.

Sugi mencomot satu dan memasukkannya ke mulut tanpa kata.

"Lagi ngapain, sih?"

"Ngerjain tugas."

ObsesiWhere stories live. Discover now