18. Halo Effect

96 16 18
                                    

Karya yang bagus adalah karya yang selesai.
Jadi, semoga karya ini juga segera bisa kuselesaikan. ❤️

Vote, comment.

Ga kerasa udah gede, dek

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ga kerasa udah gede, dek.



***

4 Years Later

Sepatu itu tampak lebih mungil dari perkiraan Seona. Sesekali Siwoo melangkah sambil melompat kecil ketika mereka melewati jalan yang berlubang. Sang ibu menoleh ke arah putranya—yang tidak seperti hari-hari sebelumnya—khusus hari ini, jadi ceria sekali.

Sebagai orang tua tunggal, Seona menjalani empat  tahun ini dengan penuh perjuangan. Wanita itu sangat bahagia menyaksikan pertumbuhan sang putra yang setiap hari tak henti membuat takjub. Meski sudah tahu teori-teori pengasuhan, tapi tetap saja mempraktekkan secara langsung sudah pasti beda cerita. Satu bulan pertama Seona membawa Siwoo pulang adalah perjuangan yang sesungguhnya. Hampir setiap hari ia harus merelakan jam tidur, karena Siwoo harus dibangunkan untuk menyusu. Seona menunda rencana menempuh gelar doktornya sampai Siwoo bisa diasuh oleh orang lain.

Setelah umur setahun, Siwoo sering dititipkan ke Yubi saat Seona harus kuliah. Yubi hamil saat itu, katanya bisa jadi karena berkah sering merawat bocah itu, dia akhirnya tertular hawa-hawa bayinya. Tahayul, sih, tapi Yubi percaya sekali.

"Mama!" Siwoo mendongak. Suaranya lucu menggemaskan. Tangan kecil di genggaman Seona  itu terasa mungil dan rapuh. Ia harus hati-hati memegangi agar tidak remuk.

Sang ibu berhenti, berjongkok untuk menyamakan tinggi badan mereka. "Ya?"

"Paman serigala jadi datang, 'kan?" tanyanya lugu. 

Kadang Seona berpikir keras, bagaimana bisa puteranya sudah mampu berbicara selancar itu di usianya masih empat tahun. Kisah tentang masa kecilnya sudah samar-samar. Orang tua Seona juga tidak pernah mau repot bercerita banyak. Jadi, Seona tidak tahu apakah Siwoo mewarisi kemampuan linguistik itu darinya.

Apa ayahnya pandai berbicara sejak kecil? Tapi sepertinya, pria itu juga tidak banyak bicara.

Seona menggeleng, buru-buru mengenyahkan angan tentang mantan suaminya yang sempat terlintas itu.

Seona terkekeh, mengangkat satu tangan dan merapikan surai hitam legam pangeran hatinya itu. Ia menggumam. "Sudah rindu dengan Paman?"

Siwo mengangguk cepat, kemudian menunjuk ke arah toko kue yang letaknya di ujung pertigaan jalan sepanjang kanal besar. "Boleh kita lewat Rialto? Aku ingin membelikan roti utnuk Paman."

"Oke," tanggap Seona tanpa banyak pertimbangan. Cuaca di Venesia semakin dingin ketika sudah memasuki bulan Agustus begini. Wanita yang tengah mengenakan coat beige itu bangkit, merapikan sekilat jaket tebal putranya, kemudian berjalan lagi menggiring Siwoo untuk melangkah berbelok, naik ke jembatan Rialto. "Siwoo sangat suka dengan Paman Serigala, ya?"

[M] TOUCH (Monsta X Shownu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang