10. MONO-Drama

42.1K 1.2K 111
                                    

Main Cast: Fiona Moore ,Drew Evans

===========================

Fiona POV.

Aku terbangun dengan airmata yang mengalir deras. Kuseka berulang kali namun hal itu sia-sia. Aku merabanya lagi, basah dan hangat.

Ingatan muncul satu persatu, datang silih berganti. Gambaran besar kehidupanku beberapa tahun belakangan ini. Aku terperangah, menyaksikannya dengan sudut pandang baru. Aku menatap tokoh utama wanita dalam ingatan itu, yang tak lain adalah diriku sendiri, sungguh terasa sangat menyakitkan.

Apa wanita itu benar aku? Kenapa dia begitu bodoh? Apa yang dia harapkan? Sampai berapa lama dia akan bertahan?

Dan airmata ini terus mengalir, tak berhenti. Bahkan tak memberiku waktu untuk sekedar menata hati dan menjawab semuanya. Hanya gumpalan rasa sesak, terus menekan..... Ya Tuhan.....

Aku menggapai, udara kosong menyambut jari-jariku yang berusaha meraih. Bayangan itu menembus padatnya tanganku. Disana dia terus memutar adegan-adegan menyedihkan seorang wanita yang terobsesi pada sebuah cinta sepihak. Menatap punggung pria yang tak pernah menoleh. Mengulurkan tangan yang tak pernah di raih. Sendu wajahnya yang hampir menangis, menambah basahnya mataku.

Aku mengangkat tubuhku. Duduk dengan bahu yang berguncang hebat.

Rasanya sesak! Rasanya menusuk!

Nafasku terbata-bata, tanganku yang lemas mencengkeram leherku, terasa sakit, ada suara yang tidak bisa keluar dari sana. Aku membuka mulutku, teriakan teredamku seolah akan merobek kedua belah pipiku.

Aku menyingkap kabut, menyapu kehampaan di dalam kamarku yang dingin.

Bayangan itu datang lagi.

"AGH!!!!"

Aku menangis keras. Berteriak, mengguncang diriku.

Aku mencapai batas.

Aku menangis keras. Mencondongkan tubuh, merangkak, menjangkau tanganku pada ketiadaan.

Aku sudah mencapai batas.

Bayangan itu bergulir tanpa henti, mencambuk tubuhku pada tiap adegan-adegan yang menyiratkan penantian dan harapan. Aku menatap diriku di dalam sana. Menyaksikan sendiri, melihat betapa rapuh dan bodohnya aku di sana. Sebenarnya kenapa aku bertahan selama ini? Untuk apa? Tidak ada hasilnya.

Baru kali ini kenyataan itu menghantamku begitu keras.

"Huhuhuhuhu..."

Aku harus menghentikannya. Bayangan itu begitu solid, tak ada masa depan. Sudah tak ada harapan.

.

.

"Kau hari ini lebih pendiam."

Aku menghentikan suapanku, mengambil serbet dan menyeka sudut bibirku.

"Apa kau menangis?" Tanyanya lagi.

Aku menggeleng.

"Matamu bengkak."

"Aku begadang."

Aku menuang wine ke dalam gelasku yang hampir kosong. Meneguknya rakus.

"Kenapa denganmu?"

"Tidak ada."

Suara lentingan dari sendoknya yang beradu dengan piring keramik cukup mengagetkan. Wajahnya mengeras. Bibirnya menipis menjadi garis kecil yang menakutkan, dia memejamkan mata dan menghitung angka dari 1 hingga 10 untuk menenangkan diri. Aku meringis, aku begitu mengenalnya.

Romance Suspense Short Story Collection [END]Where stories live. Discover now