Chapter 32

272 69 13
                                    


Sinb yang barusan datang pun duduk dengan lesu diruang tamu. Tiffany yang menunggunya semenjak bersama Kangin pun menghampirinya. 

"Ada apa dengan ekspresimu? Kalau kau tidak suka dengan bimbingan belajar, kita batalkan saja." Wajah Sinb terlihat begitu lelah, membuat Kangin menyimpulkan jika anaknya ini tidak ingin mengikuti bimbingan belajar sama sekali.

"Kau berani melakukannya, aku akan membawa mereka berdua ke Amerika!" Tiffany mengancam, kali ini ia tidak akan membawa Sinb saja, tapi semua anak-anaknya.

Kangin seketika diam, ia tidak pernah menang beradu mulut dengan Tiffany. Lagi pula ini sudah malam dan ia tidak ingin tetangganya tahu keributan mereka.

Sinb pun menghela napas, sepanjang perjalanan pikirannya dipenuh oleh banyak hal. Terutama bagaimana untuk menghindari keduanya. Semua akan semakin tak terkendali jika ia masih berurusan dengan dua pria menyebalkan itu.

"Aku ingin pindah sekolah," ucapnya yang membuat Tiffany dan Kangin memandangnya.

"Kemana?" tanya Kangin yang takut anaknya ini ingin kembali ke Amerika. Meskipun awalnya cukup menyusahkan untuk merawatnya, saat ini Kangin sudah terbiasa dengan kehadiran putrinya ini.

"Kemana pun asalkan tidak di Gimje lagi," jawab Sinb yang akhirnya benar-benar menyerah,

"Kau akan meninggalkanku?" Hyunjin menyahut, ia juga baru saja datang dan duduk di sebelah Sinb, menunjukkan ketidak setujuannya jika Sinb memilih untuk pindah.

"Bagaimana kalau sekolah internasional saja?" saran Tiffany yang kali ini duduk di samping Sinb dan membelai rambut putrinya dengan lembut. "Apa ini karena bimbingan belajar?" tanyanya kembali dan Sinb menggeleng.

"Bukan, aku hanya muak bertemu dengan Hyunjin setiap hari," bualnya.

"Noona!" Hyunjin kesal dan semua orang tertawa.

"Aku akan fokus kemasa depan dan Eomma berhentilah mengatakan akan membawa kami kembali ke Amerika, itu tidak akan pernah terjadi. Aku akan di sini selamanya bersama kalian!" tegas Sinb yang kali ini memilih untuk berdiri dan meninggalkan mereka.

Hyunjin pun berdiri. "Aku akan menyusul noona." Kedua orang tuanya pun mengangguk.

"Pasti sesuatu terjadi kepadanya, kau tidak akan mencari tahu?" tanya Tiffany yang merasa Sinb cukup putus asa.

Kangin menghela napas. "Bukanya kau senang ia ingin keluar dari sekolah itu, setidaknya kau bisa mengatur pendidikan yang layak untuknya, kecuali Hyunjin. Jangan memaksanya jika kau tidak ingin ia lebih jauh darimu," ucap Kangin yang hendak pergi, tapi Tiffany menghalanginya.

"Tunggu, kenapa kau hanya peduli pada Hyunjin? Sinb juga anakmu, kau harus adil kepada mereka," protesnya yang membuat Kangin tersenyum. Ia senang akhirnya Tifany sedikit berubah.

"Tentu, aku akan menyeledikinya. Kau tak perlu mengkhawatirkan itu," sahut Kangin yang kini meninggalkan Tifany.

Sementara di dalam kamar, Sinb tanpa ragu berhanti pakiannya di depan Hyunjin. "Aish, kau ini ,,, bagaimana kalau tiba-tiba orang lain masuk?" protes Hyunjin yang tak dihiraukan oleh Sinb, gadis ini bahkan menjatuhkan dirinya di tempat tidur setelah berhasil memakai kaos tidurnya yang selutut.

"Paling hanya Appa, Shamchon dan Eomma. Dulu saat kecil kita juga pernah mandi bersama."

"Itu berbeda! Kita sudah dewasa sekarang, noona. " Hyunjin kesal tiba-tiba dengan sikap ceroboh kakaknya ini.

Sinb tersenyum, merasa bersyukur karena setelah ayah dan pamannya, ia memiliki satu pria yang benar-benar mengkhawatirkannya. Tidak sama seperti mereka yang hanya mempermainkan dirinya. Mengingat itu semua, Sinb hanya bisa menangis dalam diam. Hyunjin yang memperhatikannya pun terkejut.

"Ada apa?" tanyanya yang merasa jarang melihat Sinb menangis, hanya akhir-akhir ini saudarinya itu sering kali menangis.

"Aku lelah ...," keluh Sinb. "Lelah menghadapi mereka. Kenapa mereka suka sekali mempermainkanku," lanjutnya yang kali ini membuat Hyunjin sadar jika hal ini lah yang membuat kakaknya ini ingin pindah sekolah.

"Kau yakin ingin pindah sekolah?" tanya Hyunjin, Sinb memandang adiknya ini dan menangguk lemah.

"Aku akan meminta paman untuk mengurusnya," kata Sinb dengan mengusap air matanya. Sungguh Hyunjin tidak tega melihat Sinb menjadi semakin lemah.

"Apa aku perlu mengatakan sesuatu kepada Minho hyung?" Hyunjin bertanyata dan Sinb menggeleng cepat.

"Ini masalahku dan kau tidak perlu terseret ke dalamnya. Jika nanti, ia bertanya kau tidak perlu menjawabnya. Aku ingin menjauh dari mereka semua, aku ingin menata hidupku kembali. Berjuang untuk diri sendiri dan lebih menghargai diri sendiri, sebab tidak banyak orang yang bisa menghargaiku," akui Sinb dan Hyunjin tidak bisa berkata-kata kecuali berbaring di samping Sinb dan memeluk kakaknya erat.

"Selama kau bahagia, aku akan mendukungmu," bisik Hyunjin membuat Sinb terhari dan menangis dalam dekapan adik tersayangnya itu. Sinb benar-benar tak menyangka jika Hyunjin sekarang cukup dewasa.

Sementara, dibalik pintu yang terbuka sedikit, Kangin menyaksikan semuanya. Ia merasa bersalah karena kurang begitu berhatian kepada kedua anaknya dan anggapan jika Sinb lebih kuat dari Hyunjin itu salah. Dia sama seperti anak gadis umumnya, bisa juga menjadi rapuh. Bagaimana bisa ia membiarkan anaknya menjadi seperti itu?

---***---

Changbin menjatuhkan tubuh Minho di atas tempat tidurnya. Keadaan Minho benar-benar kacau sekarang. Banyak luka di sekitar wajahnya dan bau alkohol yang menyengat.

"Apa yang terjadi kepadanya?" Hyeri datang dan sedih melihat anaknya seperti ini.

"Dia berkelahi lagi dengan Chan dan ia sudah membuat seseorang menangis," lapor Changbin yang biasanya tak begitu peduli dengan urusan orang lain, ia sedikit menyayangkan sikap Minho kepada Sinb.

"Maksudmu Sinb?" Hyeri bisa menebaknya dengan sempurna dan Changbin merasa senang.

"Wah, noona sangat luar biasa bisa menebaknya dengan benar."

Hyeri tersenyum. "Dia memang bodoh, gadis sebaik Sinb dia sia-siakan," gumam Hyeri. "Dia akan menyesal jika gadis itu benar-benar meninggalkannya.



UPROAR | SINB | SKZ Where stories live. Discover now