Chapter 35

268 52 2
                                    

Di dalam bus saat menuju ke Sekolah, Sinb mencoba menyandarkan kepalanya pada Hyunjin yang terpaksa duduk di sebelahnya. Beberapa pasang mata melihatnya dengan senyum, rasa ingin tahu atau pun geli.

"Noona ... Apa yang kau lakukan?" keluh Hyunjin yang merasa risih dengan sikap Sinb yang berusaha manja kepadanya.

"Diam, aku ingin tidur," celoteh Sinb yang tidak ingin mendengarkan protes apa pun dari sang adik.

Hyunjin pun menghela napas dan membiarkan Sinb untuk kali ini saja. Sampai sosok pria berparas tampan berdiri di hadapan mereka. Menunjukkan senyum yang tentunya mampu mempesona semua orang yang ada di dalam bus. Aksi Sinb dan Hyunjin saja sudah menarik perhatian, ditambah pria ini. Sungguh, terlihat seperti adegan sebuah drama romantis.

Hyunjin yang merasa tak mengenalnya pun berusaha untuk berbisik kepada kakaknya. "Noona, buka matamu dan lihatlah siapa di depan kita," bisiknya yang sudah menduga jika pria ini pasti berhubungan dengan noonanya.

Sinb pun membuka matanya dan menemukan Juyeon dengan mengembangkan senyumnya. "Kau di sini?" tanya Sinb yang masih menyandarkan kepalanya kebahu Hyunjin.

Juyeon pun memandangi Hyunjin dan Sinb bergentian. "Dia ... kekasihmu?" tanyanya bingung, tapi senyum itu masih merekah.

Sinb menggeleng dan membalas senyum Juyeon. "Dia adikku yang tertampan sedunia," pujinya yang membuat Hyunjin berdecak. Ia sebal, kakaknya tidak berhenti mempermalukannya.

Senyum Juyeon semakin melebar, entah itu pertanda apa, tapi Hyunjin bisa menangkap sesuatu yang terjadi di antara mereka berdua. "Apa kalian di kelas yang sama?" Hyunjin mencoba untuk mengonfirmasi umur keduanya dan Juyeon mengangguk. "Disekolah yang sama?" lanjut Hyunjin dan lagi-lagi keduanya mengangguk.

"Kalau begitu, kenalkan namaku Hyunjin, Hyung." Hyunjin mengulurkan tangannya dan disambut dengan baik oleh Juyeon.

Melihat keduanya yang bisa langsung akrab, Sinb merasa mereka ditakdirkan untuk saling bertemu dan menjalin pertemanan yang baik.

Selang beberapa menit, mereka telah sampai di Sekolah dan ketiganya turun dari bus. Bersamaan dengan itu, sebuah motor sport berhenti di depan mereka. Saat helm itu dibuka, nampak Woseook dan Soyeon.

Sinb yang melihat hubungan mereka berkembang, segera datang dan menggoda Soyeon. "Wah, kalian pergi bersama? Kenapa kalian tidak mengajakku?" pekiknya dengan intonasi miris yang dibuat-buat.

"Ya! Jangan berulah pagi-pagi atau aku akan mencekikmu sekarang!" Ancam Soyeon yang segera memiting kepala Sinb, seperti dua gadis yang sedang bertengkar hebat.

"Aish, berhentilah membuat kami malu," omel Hyunjin yang memilih meninggalkan keduanya.

"Ya! kenapa memangnya? Kau janji untuk mengantarkanku ke kelas, kan! jangan coba mengingkarinya atau kalau tidak aku akan masuk ke kelasmu dan mengacau!" balas Sinb dengan ancamannya.

Hyunjin hanya melambaikan tangannya tanpa menoleh. "Aish, dia sudah kembali pada mode menyebalkannya!" gerutu Sinb yang membuat Juyeon tertawa. Ternyata seperti itu tabiat seorang Kim Sinb.

Saat menoleh, melihat ketiga temannya tertawa. Sinb pun mendengkus. "Kenapa kalian tertawa? terutama kau Juyeon!" geramnya sebal.

"Aku pertama kali melihatmu yang seperti ini," akunya dengan jujur dan Sinb merasa malu seketika. Wajahnya memerah dan memilih untuk berbalik, melangkah mendahului mereka.

"Terserahlah, aku akan masuk. Kalian menyebalkan!" katanya yang berjalan cepat.

"Cepat kau susul, dia berbahaya kalau sedang merajuk," saran Soyeon pada Juyeon dan pria ini pun mengangguk.

"Baiklah, nanti kita makan siang bersama," pesan Juyeon. Baik Woseook dan Soyeon mengangguk untuk menyetujui rencana Juyeon ini.

---***---

Seharusnya lebih dari dua hari, saat Minho menjadi seperti mayat hidup. Terlihat menatap kosong halaman dari atap sekolah. Ia duduk ditemani angin sepoi yang menggelitik. Melihat satu persatu siswa yang berlalu lalang. Pikiran pria ini sangat kacau, bercampur-campur menjadi satu sampai-sampai ia tiak bisa memilahnya.

"Minumlah ini." Changbin datang bersama dengan Yebin. Minho pun mengambil minuman kaleng yang Changbin berikan. Sementara, Yebin terlihat tidak suka dengan Minho yang seperti ini.

"Apa yang ingin kau lakukan sekarang? Kami tidak suka melihatmu seperti ini," ucap Yebin yang lebih suka melihat Minho menghajar siapa pun untuk mengungkapkan kekesalannya.

"Aku ingin Dahyun, tapi aku takut menerima kenyataan jika ia dalang dibalik semuanya yang terjadi," akui Minho yang membuat Yebin dan Changbin terkejut.

"Aku sudah menduga dihari tertusuknya Sinb ada kaitannya dengan Dahyun, tapi tidak ada yang mempercayaiku, lalu ... saat ini kau bilang dia adalah dalang. Dalang dari apa? masalah apa lagi yang ia perbuat?" Yebin ingin mengerti, sehingga ia bisa segera mencari gadis itu dan menghajarnya habis-habisan.

Minho yang sangat tahu tabiat Yebin menggeleng. "Kalian tidak perlu tahu, aku akan membereskannya sendiri," ucap Minho.

"Tapi, kau sudah membuang waktumu hanya untuk merenung seperti ini. Kelompok kita akan hancur dalam satu serangan kalau kau terus seperti ini." Sungguh, Yebin tidak mengerti. Kenapa dari sekian banyak gadis, Minho dan Chan harus terjebak dengan Dahyun yang begitu licik itu.

Minho berdiri. "Aku akan menghilang beberapa hari. Jaga semuanya, jika ada serangan ...." Minho menjeda, menatap Changbin. "Kau tahu apa yang harus kau lakukan!" tekannya dan Changbin paham dengan yang Minho katakan.

Minho pun pergi, berjalan dengan tenang menyusuri lorong kelas. Sampai ia melihat sosok yang beberapa hari ini ia pikirkan yaitu Sinb. Minho lega melihatnya baik-baik saja, hanya saja saat senyum gadis itu jatuh pada sosok asing di sebelahnya, Minho merasa begitu marah. Namun, apakah ia berhak untuk marah setelah malam itu?

Jika dirinya bisa bersama Dahyun dan mencintainya, kenapa Sinb tidak boleh melakukannya juga?

Minho menghela napas. "Mungkin, aku akan mengurusmu nanti," gumamnya yang memilih untuk berbalik pergi. Menurutnya, asal Sinb tidak menghilang dari jangkauannya, itu sudah lebih dari cukup.

----***----

Chan terlihat memandangi Dahyun yang sedang berdiri di depan sekolahnya. Pria ini segera memacu motornya sampai di depan Dahyun dan membuka helmnya agar gadis ini mengenali dirinya. "Chan!" Dahyun senang karena Chan datang.

"Kau baik-baik saja?" tanya Dahyun yang mengacu pada peristiwa tertusuknya Chan kemarin dan Chan membalas senyuam gadis ini dengan mengangguk.

"Ayo naik, aku akan mengajakmu jalan-jalan," ajak Chan dan tanpa pikir panjang Dahyun pun naik motor Chan dan mereka pergi bersama.

Namun, mereka tidak menyadari seseorang telah mengawasi mereka dari jauh. Mencoba untuk mengikuti motor Chan yang melaju dengan cepat. Saat berada ditikungan, motor yang mengikuti Chan menyalipnya, membuat Chan kebingungan dan oleng.

"Akkkk ...," jerit Dahyun.

Keduanya jatuh di trotoar dan Dahyun mengadu kesakitan. Chan yang hanya terluka pada bagian kaki dan tangannya mencoba untuk berdiri, meskipun terpincang. "Kau tidak apa-apa?" tanyanya pada Dahyun, ia mengkhawatirkan gadis ini.

Dahyun masih menangis dan mengeleng cepat. Chan yang lega memeluknya erat, ia tentunya tak bisa melihat Dahyun terluka. "Aku akan melindungimu, kau tenang saja," ucapnya dan tanpa Chan tahu Dahyun tersenyum dalam dekapannya.

Sepertinya rencananya telah berhasil dan Minho tidak akan mencurigainya lagi, tentang hubungannya dengan Hongjoon atau pun rencananya untuk mencelakai mereka semua.

UPROAR | SINB | SKZ Where stories live. Discover now