Chapter 38

258 41 16
                                    

Langkah yang semakin cepat, tidak membuatnya semakin tenang. Ia semakin mempercepat dengan sedikit berlari menuju ruang terdalam. Sinb, mendongak, melihat sosok perawat menuruni tangga dan tentunya ia bisa nembak dimana Minho saat ini.

Sinb pun berjalan menaiki tangga dengan tidak sabar. Hyeri yang melihatnya terlihat khawatir tapi juga merasa lega. "Hati-hati, kau tidak akan bisa melihatnya jika kau jatuh," nasehatnya dan Sinb menoleh sembari tersenyum.

Kemudian, gadis ini melangkah lagi dan menjumpai dokter yang telah merawat Minho. Ia semakin tak sabar ingin segera melihat kondisi Minho.

"Nona ini ...," pertanyaan mengambang dari sang dokter yang melihat Sinb masuk begitu saja ke kamar Minho dan sang pemilik kamar yang terlihat terkejut.

Benar kata Hyeri, wajah Minho penuh memar dan banyak luka pada sekujur tubuhnya. Seperti telah melakukan pertarungan hidup dan mati. Tiba-tiba saja Sinb merasa sangat marah dan Minho hanya menatapnya tanpa mengatakan apa pun.

"Paman bisa keluar sebenar?" pinta Sinb pada dokter berkacamata tersebut dan saat sang dokter menatap Minho, pria ini mengisyaratkan untuk sang dokter keluar.

Sinb bahkan menutup pintu kamar Minho dengan rapat. Lalu, ia membalikkan badan dan melipat kedua tangannya, menatap Minho dengan nyalang. "Ada apa sebenarnya? Kau bertengkar dengan Chan karena gadis itu lagi?"

Sesungguhnya ini salah, pertanyaan yang seharusnya ia katakan adalah bagaimana keadaanmu? Apa kau baik-baik saja? Tapi, karena kecemburuan ini datang secara tiba-tiba, semua pertanyaan yang ia susun hilang.

Terlihat Minho menghela napas. "Bukan, ini bukan urusanmu," balas Minho yang tidak ingin Sinb tahu tentang apa yang terjadi sebenarnya. Ia juga masih belum siap untuk bertemu dengan gadis ini, perasaan Minho tak menentu sekarang. Kacau balau tanpa bisa ia sembunyikan.

Lagi-lagi Sinb dikecewakan dengan jawaban Minho. Namun, ia berusaha untuk tersenyum. "Benar, ini memang bukan urusanku. Aku juga tidak akan ambil pusing dengan konflik yang kalian punya, hanya saja kakakmu yang begitu peduli kepadamu, berusaha untuk membawaku kemari. Jadi, aku harus membantunya." Sinb pun duduk di samping Minho begitu saja, meskipun ia sangat enggan karena penolakan Minho barusan.

"Tapi, kalau kau ingin mati karena tidak bisa mendapatkannya ... seharusnya kau tak harus merepotkan semua orang, bukan?" lanjut Sinb dengan tajam.

Minho diam, ia tidak bisa membalas ucapan Sinb. Ada banyak kebimbangan dalam benaknya dan kedatangan Sinb sungguh mengejutkannya, membuatnya bingung karena seharusnya Sinb tidak lagi peduli padanya dan ternyata semua itu adalah ulah kakaknya.

"Lebih baik kau pulang, aku akan menyuruh orang untuk mengantarkanmu," tutur Minho setelah beberapa menit terdiam.

Sinb tersenyum, ia segera berdiri. "Tidak usah, aku bisa pulang sendiri dan selamat menikmati rasa sakit karena kecintaanmu yang gila itu," sindir Sinb yang membuat Minho kali ini marah.

Diraihnya tangan Sinb yang membuatnya seketika jatuh di tempat tidur. Tepatnya berada di Minho. "Apa yang kamu lakukan!" Sinb berusaha untuk bangkit, tapi Minho malah memberikan sebuah serangan mendadak.

Tubuhnya terangkat untuk membiarkan bibirnya menjelajah pada bibir Sinb. Ciuman yang kasar penuh keputusasaan. Ini bukan pertama kalinya, pria ini memaksanya melakukan ini. Minho benar-benar mempermainkannya.

Sinb meronta, berusaha melepaskan cengkraman Minho, tapi meskipun Minho berbaring dengan keadaan seperti ini, ia masih saja sangat kuat. Sinb tidak bisa mencegahnya dan membiarkan Minho melakukannya kepadanya dan ketika melihat mata Sinb berkaca-kaca dengan kekecewaan yang menggunung, Minho menghentikannya.

Pria ini menarik tubuh Sinb untuk berbaring di sampingnya. "Maaf." Sebuah kata yang selalu Minho berikan kepada Sinb.

"Kenapa?" lirih Sinb. "Biasanya kau juga hanya bisa mengatakan maaf, kan? Kenapa sekarang kau menunjukkan wajah itu?"

Dengan posisi tubuh yang membuat mereka saling menatap, seolah sedang menjelajah pada pikiran masing-masing.

"Aku tidak tahu, semuanya begitu rumit. Aku lebih suka menyelesaikannya dengan berkelahi, tapi kenapa harus menyembunyikannya dan berpura baik-baik saja?" tanyanya yang membuat dahi Sinb mengkirut. Ia mencoba untuk mengerti tentang apa yang dikatakan oleh Minho.

"Chan tidak pernah berpura-pura, apa mungkin itu adalah dia?" Sinb menduga jika itu adalah Dahyun.

Minho seketika diam. Kediaman ini tentunya menjawab pertanyaan Sinb.

"Ia ingin kalian berdua terus berseteru. Aku rasa, ia memiliki sedikit masalah dengan mentalnya. Ingin menghancurkan kalian, tapi juga tidak ingin kalian berhenti untuk memperhatikannya," tebak Sinb yang membuat Minho nampak tak setuju. Namun, Sinb tentunya tahu apa yang akan dikatakan oleh pria itu.

"Malam dimana ia tiba-tiba datang menjemputku untuk melerai perkelahian kalian, karena ia tahu aku pasti mengkhawatirkan Hyunjin. Lalu, ketika di sana aku yang tak tahu apa-apa tertusuk oleh mereka." Sinb tertawa getir. "Coba kau pikirkan, bagaimana ia bisa tahu rumahku, mengenalku dan Hyunjin. Lalu, bagaimana dengan mereka yang menusukku itu begitu yakin tanpa rasa takut sedikit pun. Menurutmu, apa ini masuk akal?" tanyanya yang membuat mata Minho berkaca-kaca.

Melihat ekspresi Minho yang berubah, Sinb menduga jika pria ini sudah tahu apa yang telah dilakukan oleh Dahyun.

"Kau tahu? Tapi kau masih sangat menyukainya? Bagus ... mungkin setelah satu persatu orang di sekitarmu mati karena dirinya, akan sangat terlambat bagimu untuk menyesalinya," ucap Sinb dengan segenap kemarahannya. Wanita ini pun mencoba untuk bangkit dan hendak pergi.

"Kenapa?" Pertanyaan Minho yang mengambang membuat Sinb berhenti bergerak.

"Kami bersama dan merasakan bagaimana saling menyukai, kenapa semuanya harus berakhir seperti ini? Aku tidak akan marah, kalau pada akhirnya ia memilih Chan. Hanya saja, bagaimana ia bisa melakukan hal sesuatu yang gila sampai harus mengambil nyawa Woojin," ungkap Minho yang membuat Sinb benar-benar terkejut.

Untuk pertama kalinya, Minho mengatakan hal yang paling mengganggu pikirannya dan menyiksanya sampai seperti ini.

Sinb pun duduk kembali, ia memandang Minho dengan prihatin. "Jadi ... itu ulahnya?" Sinb bertanya dengan hati-hati dan Minho lagi-lagi diam.

"Lalu, kau bertarung dengan siapa? Komplotan orang-orang yang menusukku?"

Dugaan Sinb sepertinya benar, Minho masih diam tak bereaksi dan terlihat ketegangan di wajah Sinb. Ia merasa Dahyun sudah gila sampai merencanakan hal yang mengerikan seperti ini.

"Bagaimana bisa? Apa yang telah kalian lakukan kepadanya, ia tidak akan menjadi segila ini, jika kalian tidak melakukan sesuatu kepadanya," terka Sinb dan hal ini membuat Minho berpikir.

"Sepertinya, kami melukainya tanpa kami tahu," jawab Minho yang membuat Sinb menghela napas berat.

"Apa yang akan kau lakukan sekarang?" Setelah tahu semua permasalahan, selanjutnya harus menemukan solusi.

"Aku akan menebusnya," balas Minho yang membuat wajah Sinb berubah pias.

"Dengan cara apa? Kau akan mengorbankan nyawamu hanya untuk mendapatkan maaf darinya? Kau benar-benar gila atau bagaimana?" pekik Sinb.

"Kau tahu semua hal memiliki batasan. Ia telah melampauinya dan sebelum terlambat kau harus menyadarkannya untuk kembali, bukan dengan menebus kesalahannya. Setiap orang memiliki kesalahan dan ia harus menyelesaikan kesalahan itu, bukan sibuk untuk ikut campur dan melakukan penebusan dosa orang lain. Jangan konyol, kau bukan Tuhan yang maha bijaksana dalam mengadili orang. Sungguh, sangat konyol!" gerutu Sinb dengan kesal.

Minho termenung, sebenarnya perkataan Sinb cukup masuk akal. Ia juga tidak ingin Dahyun terus melakukan kesalahan. "Menurutmu, apa yang harus aku lakukan?" tanyanya yang sepertinya meminta saran dari Sinb.

-Tbc-

UPROAR | SINB | SKZ Where stories live. Discover now