🌾HIJRAH BAGIAN TIGA🌾✅

21.9K 1.7K 5
                                    

Seharian Aqueena hanya mendekam di dalam kamar asrama. Setelah sholat dzuhur berjamaah tadi Aqueena kembali ke asrama sendirian. Annisa mendapat panggilan dari Umi Nazda buat kembali ke ndalem, jadilah Aqueena bekerja sendiri menyimpan baju-baju dari dalam koper masuk ke lemari.

Ternyata tak serepot yang Aqueena kira.

Merebahkan diri pada kasur lipat yang di sediakan untuk alas tidur, Aqueena melepas kerudung yang sedari tadi melekat di kepalanya. Matanya menatap lurus langit-langit kamar asrama yang ditempeli banyak glow in the dark, mungkin teman satu asramanya yang menempel.

Kamar asrama Aqueena memuat empat orang dengan ruangan empat kali empat meter persegi. Kasur lipat di bentang tepat disamping tiap-tiap lemari dengan saling berhadapan. Ruangan ini sangat sempit bagi Aqueena yang memiliki kamar dengan luas dua kali kamar asrama yang ia tempati sekarang ini.

"Shh," desisnya saat merasakan sensasi diperas pada perutnya. Menepuk jidat, Aqueena baru sadar jika dirinya belum makan nasi. Terakhir dirinya makan saat sarapan pagi di rumah, itupun hanya satu slice sandwich tuna.

"Udah jam tiga, pantes aja perut gue sakit gini. Ini lagi orang-orang kamar kenapa gak muncul batang hidungnya satupun." Aqueena menghela nafas berusaha meredam rasa sakit yang terasa semakin melilit perutnya.

"Gue cari makan dimana nih?" Mengerutkan kening, Aqueena tersenyum saat mengingat tempat yang cocok untuk dirinya mendapatkan makan.

Bangkit berdiri dari posisi berbaring, Aqueena melirik penampilannya sekilas dari depan kaca. Baju kemeja hitam yang ia kenakan sudah kusut seribu, bahkan rok plisket putih yang ia kenakan ujungnya berubah menjadi keabu-abuan akibat tersapu debu.

Aqueena meringis sendiri melihat pantulan dirinya. "Gue kayak gembel, ya Allah." Menggelengkan kepala, Aqueena mengikat surai pirangnya menjadi satu bagian lalu mengambil kerudung segi empat berwarna hitam yang memiliki nasib sama seperti kemeja miliknya. Kusut seribu.

Selesai mengenakan kerudung, Aqueena berjalan menuju lemari mengeluarkan bedak tabur juga liptin untuk ia aplikasikan pada wajah. Setidaknya dengan begini wajahnya lebih enak dilihat.

"Okey, ayo mulai pencarian mencari makan Aqueena," ujarnya pada diri sendiri sebelum beranjak keluar dari kamar asrama menuju satu-satunya rumah yang terletak di tengah-tengah lingkungan pesantren.

Seperti biasa, disaat berpapasan dengan santriwan maupun santriwati Aqueena akan menjadi pusat perhatian. Bisik-bisik pun mulai terdengar, namun tak di pedulikan Aqueena.

Lebih baik sekarang ia mempercepat langkahnya menuju ndalem agar rasa melilit di perutnya segera teratasi. Aqueena takut penyakit maag-nya kumat, bisa repot dia nanti.

Setelah sampai pada pintu kayu jati dengan pahatan berupa burung nuri dengan ekor berjuntaian membuat Aqueena menghentikan langkah. Matanya mencari-cari tombol yang berfungsi sebagai bel, namun tak juga ia temukan.

"Masa rumahnya gak ada bel." Mengendikkan bahu, Aqueena kini memilih mengetuk pintu kayu di hadapannya. Satu kali tak ada sahutan, yang keduanya juga tak mendapati sahutan. Hingga saat ketukan yang ketiga kali masa percobaan namun tak juga mendapati sahutan bahkan tanda-tanda akan dibukakan pintu, membuat Aqueena berinisiatif membuka pintu kayu itu dengan sendirinya. Dan sebuah keberuntungan, pintu tidak dikunci.

Aqueena melangkahkan kakinya memasuki rumah, berjalan menuju ruang tamu tempat dirinya bersama mommy dan daddy beberapa jam lalu. Saat tak menemukan benda yang dapat dimakan di meja dekat sofa, Aqueena kembali melanjutkan jalannya menuju dapur yang ternyata tak jauh dari ruang tamu. Hanya ada sekat dari beton yang memisahkan dua ruangan itu.

HIJRAH [TAMAT]Where stories live. Discover now