🌾HIJRAH BAGIAN LIMA PULUH DUA🌾🏹

12K 1K 16
                                    

Pencarian bangkai jet pribadi kepunyaan Adams Corp sudah berlangsung tiga hari sejak berita jatuhnya dikabarkan. Dan selama itu pula Aqueena masih berharap jika kedua orang tuanya selamat, walau kemungkinan selamat sangat kecil, bahkan tidak ada.

Jatuh tenggelam di hamparan lautan luas, tiga hari tiga malam, tanpa makan dan minum. Apa itu masih bisa selamat?

Apa mungkin kedua orang tuanya sedang terapung di laut luas dan menanti pertolongan?

Jikapun keduanya terapung, apa mungkin tidak ada badai datang? Atau mungkin ikan paus atau hiu tidak akan menyerang keduanya?

Mereka tidak terjebak di badan jet 'kan? Mereka masih punya kesempatan selamat 'kan?

Bulir bening jatuh membasahi pipi Aqueena. Semua pertanyaan itu bercokol memenuhi hati, berandai-andai jika Allah memberi keselamatan untuk kedua orang tuanya. Berharap dua manusia yang paling berharga bagi dirinya di beri perlindungan oleh sang maha pencipta. Berharap Allah akan memberikan dirinya takdir indah dengan mempertemukan mereka kembali di ruang keluarga mansion besar keluarga Adams.

Tapi, lagi lagi. Akal menghantam semua harapan dan pengandaian itu dengan satu kenyataan pahit yang mengerikan. Jet yang di tumpangi kedua orang tuanya meledak sebelum jatuh dengan kecepatan tak wajar ke dalam laut. Dan selama tiga hari ini tim BASARNAS hanya menemukan puing-puing kecil jet, di kedalaman yang bisa di capai para penyelam.

Dengan begitu apa mungkin Aqueena masih bisa mengharapkan kedua orang tuanya selamat?

"Mereka gak akan selamat?" tanyanya lirih pada diri sendiri. Pandangannya kosong menghadap cermin yang tertempel pada lemari di kamar Nisa. Penampilannya acak-acakan, sejak hari itu dia belum membersihkan diri sedikitpun bahkan makan pun tidak. Surai pirang lurus sepinggangnya terurai acak-acakan, mata dan pipi membengkak akibat terlalu banyak menangis.

Sekali lagi tetes air mata jatuh membasahi pipi. Aqueena tertunduk dalam, perlahan-lahan isakan kecil keluar dari sela bibirnya. Gadis itu menangis.

Lagi.

"Queen." Ketukan bahkan panggilan dari Summer di luar sana entah sudah berapa kali terdengar. Aqueena tak acuh, gadis itu menatap ke arah pintu yang ia kunci dari dalam. Bahkan meja belajar milik Nisa ia geser dan di letakkan tepat di depan pintu.

"Queena." Ketukan yang entah keberapa kali kembali terdengar, bibir Aqueena menukik ke bawah. "Dek buka pintunya, ayo makan. Kakak udah bawakan makanan kesukaan kamu." Suara Summer terdengar bergetar, laki-laki itu menahan tangis.

Aqueena menjatuhkan tubuhnya, meringkuk di balik selimut tebal dengan kepala mengarah pada pintu yang masih setia tertutup. Bahkan pintu itu terlihat bergetar karena ketukan Summer yang terlalu kuat.

Tetes air mata jatuh dari sudut mata, Aqueena memejam.

"Dek ... sayang, jangan buat Kakak khawatir Queen." Kali ini suara Nichole terdengar, Aqueena kontan saja semakin terisak. Kakak keduanya itu sudah menangis di balik sana, bahkan isakan kecil terdengar setelah kalimat dengan nada bergetar itu terucap.

"Queen." Suara ketukan di pintu terdengar lebih kuat dari biasanya. "Kamu gak tidur 'kan sayang?" Helaan nafas Summer terdengar jelas, sedang isakan Nichole masih terdengar bersahutan.

"Aqueena ... Kakak udah kehilangan mom and dad." Tarikan nafas Nichole terdengar, "Ka--kakak gak mau kehilangan kamu juga. Kakak mohon buka pintunya, Dek."

"Pe--pergi." Aqueena berujar lirih, bahkan sangat teramat lirih seperti bisikan.

"Queen."

"Pergi Summer ... pergi kalian," ucap Aqueena. "Nichole pergi," sambungnya. Isakannya tertahan, dadanya sesak. Aqueena ingin berteriak sekarang.

HIJRAH [TAMAT]Where stories live. Discover now