🌾HIJRAH BAGIAN LIMA BELAS🌾✅

14.8K 1.3K 14
                                    

Seluruh keluarga inti ndalem tengah bersantai di ruang tamu yang juga mencakup ruang keluarga. Di temani suara berisik dari televisi yang tengah menampilkan acara berita pada malam hari. Semuanya duduk bersandar dengan fokus menatap tayangan berita tentang kenaikan harga sembako, sebelum suara Kyai Akbar mengintrupsi.

"Abi mau bertanya pada dua putra, Abi," ucap Kyai Akbar, membuat fokus seluruh manusia yang ada di sana menoleh padanya. Termasuk, Aryan juga Iqbal.

"Siapa diantara kalian yang siap untuk menikah?" Perkataan dengan tujuh kata itu membuat keduanya tertegun sebentar. Menikah bukanlah perkara mudah untuk dijalankan. Walau pernikahan adalah salah satu ibadah terpanjang dengan banyak pahala di dalamnya, tetap saja membutuhkan kesiapan mental serta finansial.

Aryan menjawab dengan gelengan, usianya baru menginjak dua puluh lima tahun. Masih banyak hal yang ingin ia eksplor, kuliah S2 yang ia daftar di salah satu Universitas Islam kota Maroko belum memulai pembelajaran. Ada waktu enam bulan sebelum dirinya kembali terbang untuk menuntut ilmu.

"Maaf sebelumnya Abi, Aryan menolak karena Aryan masih harus melanjutkan pendidikan."

Aryan berbeda dengan Iqbal, putra kedua Kyai Akbar itu tak memiliki keinginan untuk melanjutkan study ke jenjang perkuliahan. Baginya menuntut ilmu sekaligus mengajarkan ilmu di lingkungan pondok pesantren sudah lebih dari cukup.

"Kalau begitu bagaimana dengan Iqbal?" tanya Kyai Akbar, "perempuan yang akan menjadi istrimu kelak adalah perempuan yang baik akhlaknya," lanjut Kyai Akbar saat mendapati wajah cemas sang anak.

Iqbal menelan ludah susah payah. Matanya mengerjab cepat diiringi dengan sesak yang kian menjalar di dada. Apa yang harus ia lakukan, di satu sisi dalam satu bulan terakhir hatinya memilih  nama yang ingin ia jadikan sebagai pemilik, namun situasi seolah merebut paksa sang pemilik hati yang ia pilih dan digantikan dengan nama yang masih samar.

Apa Iqbal harus menerimanya? Dadanya kian sesak, ingin menolak tapi ia tidak punya alasan logis, dan juga ... dia tidak bisa menentang permintaan kedua orang tuanya.

"Siapa perempuan yang akan bersanding dengan Iqbal, Abi?" Secercah harapan dalam diri menggumamkan nama yang masih bersemayam di hati akan keluar dari bibir sang Abi.

"Zahrana Bilqis."

Pupus sudah, harapan Iqbal menguap. Zahrana memang sosok perempuan lembut juga baik akhlak serta tutur kata, namun Iqbal tidak pernah berharap untuk menjadikan Zahrana sebagai pelengkap agama. Dia hanya menganggap Zahrana sosok adik yang patut di jaga. Iqbal menarik nafas dan menahannya sebelum menjawab.

"Baik Abi." Iqbal menghembuskan nafas perlahan, "Iqbal bersedia menikahi Zahrana," ucapnya mantap, namun hatinya menangis. Aqueena, gadis beriris hijau yang juga berstatus sebagai sepupunya adalah nama yang selama ini bersemayam di hati, yang selama ini menjadi salah satu nama yang hadir dalam do'anya. Memohon kepada Allah sang maha agung agar diberikan kesempatan untuk berjodoh pada gadis impiannya.

Namun, takdir Allah berkata lain.

"Alhamdulillah, dua hari lagi Kyai Ilham akan datang dari Sumatera untuk menjadi wali nikah buat Zahrana. Seminggu setelah ini akan dilaksanakan pernikahan kalian."

Satu minggu, apa harus secepat itu. Iqbal hanya bisa menghela nafas gusar. Apa bisa ia mencintai istrinya itu kelak? Walau Iqbal suka bahkan cinta pada Aqueena, namun dia tidak ingin berharap lebih lagi setelah ini. Mungkin Allah sudah memberikan Zahrana sebagai jodoh karena memang takdir Allah sangat indah untuk dirinya. Iqbal harus ikhlas.

Ya Allah, bantulah hambamu untuk ikhlas.

"Baik Abi," ucap Iqbal setelahnya pamit permisi untuk masuk kamar terlebih dahulu.

HIJRAH [TAMAT]Where stories live. Discover now