🌾HIJRAH BAGIAN LIMA PULUH SEMBILAN🌾🏹

12.2K 1K 24
                                    

"Gue masih heran, kenapa Damian cuma punya anak buah tak sampai seratus orang."

"Itu karena dia sudah bangkrut, dan tak punya aliansi lagi untuk bangkit menjadi organisasi besar."

"Aryan benar, meski begitu dia sudah berhasil mengkecoh pihak FBI di sana dengan menyebar rumor jika dia mempunyai anak buah dengan IQ tinggi."

"IQ tinggi apaan? Mereka hanya kumpulan manusia berbadan badak dengan otak kosong."

Cuping telinga Aqueena bergerak di balik jilbabnya, suara samar dan sayup-sayup membuat tidurnya terganggu. Haih, harus berapa kali Aqueena bilang untuk tidak berdebat di dalam ruang rawatnya. Kalau begini, bagaimana dia bisa mendapatkan
istirahat yang cukup?

Sudah tiga hari berlalu sejak tragedi penculikan itu --- eh, tidak. Lebih tepatnya, tragedi Aqueena menyerahkan diri pada penculik --- dan sudah tiga hari pula Aqueena di rawat di rumah sakit ini. Pukulan yang ia dapat dari kegilaan Damian membuatnya di diagnosis terkena geger otak ringan. Untung saja tidak amnesia.

Aqueena sempat tak sadarkan diri selama delapan jam begitu keluar dari markas Damian --- yang lebih cocok di bilang bekas saluran air.

Untuk Damian sendiri, pria tua bau tanah itu sudah di bawa pulang ke negeri asalnya. Inggris. Sehari yang lalu dia di jemput secara tidak hormat oleh anggota FBI, membawa dirinya dan komplotannya untuk mendapatkan hukuman setimpal sesuai dengan seberapa banyak catatan kriminal yang telah dia cipta --- walaupun di sini Summer sudah berapi-api ingin memberi hukuman penggal kepala pada Damian.

Kalau Devano, Aqueena tidak lagi melihatnya setelah hari itu. Tapi menurut penuturan Nichole semalam, Devano masih di tahan oleh BIN. Belum ada hukuman yang di berikan untuknya, hanya sekedar kurungan. Pihak BIN dan kepolisian menyerahkan hukuman untuk Devano pada keluarga Adams. Dan Nichole, memberi wewenang itu pada Aqueena.

Jadi, hukuman apa yang cocok buat penghianat seperti Devano? Entahlah, Aqueena bahkan belum memikirkan itu. Yang ada di otaknya sekarang adalah, sembuh. Juga, berharap mayat kedua orang tuanya di temukan.

Hari ini, adalah hari terakhir pencarian korban jatuhnya jet pribadi Adams Corp dari tim BASARNAS. Summer sempat ingin meminta perpanjangan waktu pencarian, namun tertolak. Karena memang lokasi pencarian kapan saja bisa berbahaya. Di hamparan laut luas dan dalam. Tim BASARNAS tidak bisa memprediksikan kapan gelombang air naik, bahkan badai datang menerjang. Akibat risiko tersebut, Tim BASARNAS membulatkan keputusan, bahwa pencarian korban jatuhnya jet pribadi Adams Corp akan di hentikan.

Harapan Aqueena sudah mendapatkan titik jelas untuk menjadi tak terwujud. Tapi, tetap saja. Untuk hari ini, untuk yang terakhir kali, Aqueena masih berharap, di pencarian terakhir ini. Mayat kedua orang tuanya di temukan.

Membuka matanya perlahan, Aqueena menatap nanar plafon putih ruang rawat. Telinganya masih mendengar jelas perbincangan dari arah sofa di sudut ruangan, bahkan kali ini lebih intens dan jelas --- bukan jenis sayup-sayup yang terdengar samar.

"Hari ini pencarian terakhir." Suara Summer memelan di akhir, Aqueena masih diam dengan mata memandang lurus pada plafon. Tapi telinganya ia pasang untuk mendengar pembicaraan di sana dengan jelas.

"Kita serahkan semuanya kepada Allah, berdo'a agar tim BASARNAS berhasil menemukan korban. Termasuk paman Dexter dan tante Rina."

"Semoga," kali ini suara Nichole terdengar. Sayup dan lemah, tak ada tanda semangat dari intonasi suaranya. "Jika tidak ketemu juga, besok kita bakal tetap lakuin sholat ghaib untuk keduanya dan para pramugari serta pilot," sambung Nichole, masih terdengar sendu.

Mata Aqueena memanas, walau sekuat apapun dia berusaha tegar. Namun kenyataan selalu membuat hatinya lembek seketika. Tapi Aqueena tak perlu meraung-raung lagi. Dia sudah mengihklaskan semuanya, dan berdo'a. Agar kedua orang tuanya di tempatkan pada tempat terbaik di sisi Allah.

HIJRAH [TAMAT]Where stories live. Discover now