🌾HIJRAH BAGIAN SEMBILAN BELAS🌾✅

14.4K 1.2K 3
                                    

Hari Minggu ini keadaan ndalem terasa lebih ramai dari biasanya, pernikahan Zahrana dan Iqbal tiga hari lagi akan dilaksanakan membuat kesibukan berarti di sana.

Para santriwati abdi ndalem dan beberapa santriwati lain terlihat tengah sibuk di dapur dengan setumpuk bahan makanan beserta segala macam bumbu dapaur. Sedang santriwan sibuk di depan mengurus pondasi yang akan di jadikan pelaminan sederhana untuk resepsi.

Aqueena terduduk, dengan siku terlipat diletakkan di atas paha sedang kepalan tangannya menopang dagu. Iris hijau miliknya menatap tiap pergerakan beberapa santriwati yang ada disana. Dia ingin membantu, tapi sadar diri dia tidak bisa apa-apa. Menjadi nona muda di kediaman mewah dengan banyak pelayan yang siap melayani kapan pun dan dimana pun, membuat Aqueena nyaris tak pernah menyentuh dapur. Hanya satu perkembangannya saat ini, mencuci piring.

Aqueena masih betah menatap lekat para santriwati yang tengah bekerja di sana, dan dapat Aqueena lihat beberapa kali para santriwati itu melirik dirinya sembari berbisik dengan tangan sibuk memotong daun bawang.

Paling ngegosip.

Berita tentang Aqueena merupakan keponakan Kyai Akbar sudah menyebar luas, membuat para satriwan maupun santriwati yang tak sengaja berpapasan dengan dirinya akan menunduk hormat. Awalnya Aqueena sempat risih, mengingat dirinya tidak gila hormat. Tapi lama kelamaan dia menikmati saja, toh kalau di cegah juga mereka bakalan tetap hormat padanya.

Pandangannya masih terfokus pada kumpulan santriwati di sana sebelum sebuah tangan mungil mengalihkan atensi. Senyum Aqueena mengembang mendapati si kecil Aska tengah mengerucutkan bibir, seolah ingin mengadu jika tadi ada yang menjahilinya.

"Kenapa sayang, hm?" Aqueena mengusap kepala Aska lembut, balita itu malah semakin mendekati Aqueena, memaksa agar dirinya masuk dalam gendongan Aqueena.

"Acka mau main," ujarnya dengan mata mengerjab menggemaskan. Jika tidak sadar Aska akan menangis, mungkin Aqueena sudah menggigit pipi gembul balita itu. "Abi cama Umi cibuk celita-celita di lual. Meleka ngabain Acka."

Wahh ... Aqueena menggigit bibir gemas, dicubitnya pelan pipi Aska dengan bibir mengulum geram. Kenapa anak kecil ini sangat menggemaskan. Aqueena jadi pengen punya adik kecil, apa dia suruh mommy dan daddy-nya buat bikin lagi, ya?

"Ya udah, Aska mau main 'kan?" Balita laki-laki itu mengangguk semangat, menciptakan semburat senyum di bibir Aqueena. "Ayo kita jalan-jalan keluar!" Seru Aqueena heboh di ikuti suara tawa Aska terdengar.

Aqueena setengah berlari menuju ruang tamu dengan Aska di gendongannya. Namun langkahnya terhenti, matanya menyipit saat melihat Syakila juga Ambar duduk di ruang tamu mengapit seorang pria paruh baya dengan stelan jas modis berwarna navi. Aqueena menaikkan alis kiri, saat mendapati tatapan mencemooh dari Syakila.

Ah ... sekarang Aqueena paham, kemungkinan pria paruh baya itu ayah Syakila. Yang gadis itu agung-agungkan hanya karena ayahnya berprofesi menjadi salah satu pejabat negara. Aqueena manggut-manggut mengerti.

Di tatapnya Syakila dengan pandangan meremehkan, garis bibirnya tersungging miring. Lalu memilih berlalu keluar untuk membawa Aska bermain.

"Jadi bagaimana Kyai Akbar? Jika Anda ingin izin beroprasi pesantren ini tetap jalan, Anda harus menuruti keinginan putriku Ambar untuk menjadi istri Gus Aryan."

What!! Langkah Aqueena terhenti, dengan spontan gadis bernetra hijau itu berbalik menatap horor pria paruh baya yang kini menunjukkan wajah pongahnya.

Apa-apaan ini? Merasa berkuasa karena menjadi salah satu pejabat negara heh?

Tunggu? Tadi dia bilang putrinya Ambar. Heh, pantas saja mirip ternyata kakak adik.

HIJRAH [TAMAT]Where stories live. Discover now