Part 9 Arjuna Home

212 21 0
                                    

Di ruang putih dengan tirai hijau, air terlihat menetes dari kantong cairan infus ke dalam selang kecil yang terhubung di tangan pasien. Renata terlihat terbaring lemah dengan infus di tangan juga selang oksigen yang di masukkan ke dalam hidungnya.

Sudah empat jam Renata terbaring pingsan dan belum ada tanda-tanda untuk siuman, bahkan sudah dua kali ini dokter mengecek kondisi Renata yang dehidrasi dan kelelahan. Dokter mengganti air infus lalu mengecek nadi tangan Renata.

Di samping brankar terdapat Dimas yang sedari tadi setia menunggu Renata, Arjuna yang meminta Dimas untuk menunggu Renata, sedangkan Arjuna sendiri sudah pulang ke rumah. Dimas memperhatikan dokter itu lalu kembali mengamati Renata yang mulai menggerakkan tangannya.

"Dokter," ucap Dimas saat Renata mulai membuka mata.

Renata terlihat mengedipkan matanya beberapa kali karena pengelihatannya seakan mem-blur. Setelah fokus, dia menoleh ke kanan kiri dan melihat Dimas dan juga pria berpakaian dokter.

"Kenapa gue di rumah sakit?" tanya Renata dengan lemah.

"Alhamdulillah akhirnya ibu sadar. Ibu tadi pingsan karena dehidrasi dan kelelahan. Bagaimana perasaan ibu sekarang, apa ada yang sakit?" tanya Dokter.

"Hem, saya cuma pusing dok."

"Saya sudah mengganti infus ibu, setelah infus ini habis, ibu sudah bisa pulang."

"Apa ibu Rena keadaannya sudah baik dok?" tanya Dimas.

"Sudah pak, nadinya sudah stabil dan pernafasannya pun sudah normal. Nanti saya kasih resep obat sama vitamin."

"Syukurlah, terima kasih pak," ucap Dimas dengan senyum.

"Sama-sama," ucap dokter yang kemudian berpamitan untuk pergi.

Setelah itu Renata kembali terdiam dan menatap ke atas langit-langit rumah sakit, sedangkan Dimas sedikit menyunggingkan senyum dan menghela nafas dengan lega.

"Apa ibu Rena butuh sesuatu?"

"Gue mau makan, hem bakso kayanya enak," ucap Renata.

"Baik bu, saya akan membelinya, tunggu sebentar," ucap Dimas sambil berdiri dan melangkah pergi, namun Renata mencekal tangan Dimas. Dimas menatap Renata dengan diam, sedangkan jantungnya berdegup dengan kencang.

"Ada apa bu?"

"Lo bener mau beliin gue makanan?"

"Iya bu."

"Kan posisi lo di perusahaan lebih tinggi daripada gue,"

"Pak Juna meminta saya untuk menjaga ibu," ucap Dimas dengan senyum.

"Dasar cowok otoriter! Tolong pangsitnya yang banyak, ya."

"Baik bu," ucap Dimas dan Renata pun melepas tangannya.

Setelah itu Renata kembali terdiam sambil menatap ke arah jendela, karena merasa pegal terus terbaring, Renata beranjak dari kasur dan mendekat ke jendela sambil membawa tiang infus dan tabung oksigennya. Renata menatap ke luar, dan ternyata dia berada di lantai yang cukup tinggi.

"Hah, karir gue hancur. Padahal dulu gue orang yang paling bahagia, nggak pernah mengeluh, apa lagi mendengus hah heh kaya gini. Gue ngerasa sial kayak gini semenjak ketemu Andreas di pantai, terus masuk ke perusahaan yang di pimpin sama bos Firaun, heh," ucap Renata sambil menatap jalanan di depan rumah sakit.

"Kalo pulang ke Jogja, yang ada di ketawain sama temen-temen gue. Ke Bali niatnya cari duit biar kaya, tapi malah kena apes, segala kontrakan kebakaran, masuk penjara, dan sekarang harus masuk rumah sakit. Hah, setelah ini gue tinggal di mana, jadi gembel?" Renata mengeluh dan bersedih.

It's Not FINE! [Completed]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang