Part 20 Pertemuan Arjuna dengan orang tua Renata

235 25 0
                                    

    Bulan sabit tampak menghiasi langit subuh. Menampakkan kilauan putih di antara warna jingga yang mulai merekah dari ufuk timur. Sekawanan burung camar terbang di atas cakrawala, mengepakkan sayap dengan kuat untuk menerjang kuatnya angin lautan.

    Riak air terlihat di antara bebatuan di pesisir dermaga, terperangkap di antara karang dan membuatnya seperti busa yang lembut. Cahaya fajar mulai menyentuh kulit, memberinya efek hangat dan segar di pagi hari. 

    Seorang berpakaian jas, berdiri di pesisir pantai sambil menatap matahari fajar. Wajah pria itu tampak dingin, tanpa ekspresi. Satu jam lagi dia akan melakukan acara pertunangan dengan pacarnya, tapi entah kenapa dia merasa tidak bahagia. Baginya pernikahan hanyalah kompromi, di mana dia bisa memberikan keluarga yang utuh untuk putranya.

    “Permisi pak Juna,” seorang berpakaian formal mendekati Arjuna, lali-laki itu adalah Dimas.

    “Ada apa?”

    “Ini pak, ada berkas yang harus tanda tangani,” Dimas memberikan berkas pada Arjuna, dan Arjuna pun segera menandatanganinya.

    “Kenapa kamu tidak menyuruh orang lain, bukannya kamu saya suruh untuk menemui klien,” ucap Arjuna dengan wajah datar.

    “Maaf, pak. Klien dari Sumba menunda pertemuan karena terjadi kendala,” ucap Dimas, dan Arjuna hanya diam sambil menatap pantai.

    “Bagaimana menurut kamu?”

    “Maksud bapak?” tanya Dimas.

    “Apa keputusan saya ini sudah benar, memilih Kanya sebagai penganti mamanya Andreas.”

    “Hem, jika pak Juna mencintai ibu Kanya, maka pak Juna tidak usah khawatir.”

    “Tapi, saya lupa bagaimana rasanya jatuh cinta,” ucap Arjuna sambil menoleh ke arah Dimas, dan Dimas tersenyum.

    “Kalo boleh saya tau, siapa yang bapak pikirkan saat ini atau akhir-akhir ini?”

    “Kenapa?”

    “Cinta adalah sesuatu yang sangat mudah untuk dirasakan. Misalnya seperti perasaan khawatir, sedih, cemas dan takut kehilangan.”

    “Saya tidak merasakan hal itu,”

    “Hem. Sebaiknya bapak mencoba mencintai ibu Kanya, sebentar lagi dia akan menjadi istri dan ibu dari anak bapak,” ucap Dimas.

    “Pak, Juna. Ada yang ingin bertemu dengan anda,” ucap seorang pria, dia adalah tangan kanan Arjuna.

    “Siapa?”

    “Mereka bilang, orang tua dari Renata,” ucap pria itu, dan Arjuna pun segera pergi dari pesisir pantai.

    Arjuna berjalan menuju kafe outdoor di dekat pantai dan mendekati seorang pria dan wanita paruh baya. Arjuna berdiri depan kedua orang itu dengan wajah datar dan kacamata hitam yang bertengger di hidungnya. Kedua orang tua itu berdiri dari duduknya dan menyapa Arjuna dengan sopan, namun bisa di lihat jika wajah kedua orang tua itu tampak sedih. Tentu saja mereka sedih, tidak ada orang tua yang tidak sedih jika melihat anaknya harus mendekam di penjara.

    “Ada apa anda menemui saya?” tanya Arjuna.

    “Maafkan, kelancangan kami pak. Saya ayahnya Renata,” ucap Rama dengan tatapan sendu.

    “Iya. Ada apa?”

    “Pak, tolong cabut tuntutan anda pada putri kami. Kami yakin, dia tidak mungkin mencuri mobil bapak,” ucap Rama dengan sedih.

    “Saya tidak memperdulikan tentang mobil, tapi tentang putra saya yang sudah dia hasut.”

    “Tolong, pak. Saya yakin Renata tidak bermaksud buruk pada putra bapak. Dia sudah mengatakannya dengan jujur di pengadilan. Dia tidak bersalah, pak.”

    “Jika dia tidak bersalah atas dakwaan. Lalu kenapa dia tidak mengjukan keberatan setelah video itu di putar? Bukankah itu salah satu bukti jika dia memang bersalah,” ucap Arjuna.

    “Tidak, pak. Renata memiliki penyakit Destimia, dia tidak mungkin membuat masalah yang akan membawa dirinya dalam situasi yang akan menekan mentalnya. Dia anak yang baik, jika sampai drop, dia bisa melakukan apapun yang akan menyakiti dirinya. Termasuk berkelahi, bahkan bunuh diri,” ucap Fika, mama Renata dengan sedih. Namun Arjuna tampak bingung dengan ucapan Fika.

    “Renata, bukan anak kandung kami, tapi kami mencintai dan menyayanginya. Kedua orang tuanya meninggal karena dibunuh, dan kami mengasuh Renata di saat dia masih berusia satu tahun. Dia sudah kehilangan orang tuanya, jangan sampai dia kehilangan dunianya. Saya mohon, cabut tuntutan anda.”

    Arjuna menatap Fika dengan wajah datar, namun hatinya ikut teriris setelah mendengar cerita Fika tentang Renata. Arjuna selama ini selalu mengira Renata adalah wanita yang kuat, pembantah dan priang, tapi ternyata dia sangat lemah.

    “Maaf, saya tidak bisa,” ucap Arjuna yang kemudian melangkahkan kakinya untuk pergi.

    Rama mencoba mengikuti Arjuna, namun kedua tangan kanan Arjuna mencegah kedua orang tua itu. Rama dan Fika tampak menangis, sedih juga putus asa. Mereka tidak tau lagi bagaimana caranya mengeluarkan Renata dari penjara.

**InF**

    Pukul sembilan pagi, pantai Pandawa tampak ramai dengan orang para tamu undangan dan kru wedding organizer. Di atas stage di pesisir pantai, Arjuna tengah memasangkan cincin di jari kelingking Kanya, kemudian Kanya berganti memasang cincin di jari kelingking Arjuna.

    Setelah itu semua orang bertepuk tangan dan memeriahkan acara pertunangan itu dengan meriah. Tapi, ada dua orang yang tampak diam, berdiri cukup jauh dari stage dan menatap kedua pasangan itu dengan tatapan datar.

    “Aunty, Reas mau tinggal sama grandma aja di Turki,” ucap Andreas yang terlihat rapi dengan setelan formal.

    “Kenapa?” tanya Anes.

    “Reas nggak mau satu rumah sama wewegombel itu,” ucap Andreas sambil menyilangkan kedua tangan di depan dadanya.

    “Sayang, sebentar lagi aunty Kanya, akan jadi mama kamu, jadi stop bilang wewegombel,” ucap Anes.

    “Aunty, tau enggak? Reas bertemua aunty Rena pertama kali di pantai ini,” ucap Reas sambil menatap ke arah pantai yang cerah.

    “Oh, ya?”

    “Sebenarnya, Reas ingin peluk aunty Rena. Reas sayang banget. Aunty Rena selalu bilang, Reas harus jadi anak yang kuat, supaya bisa menerjang ombak. Tapi, Reas marah, karena aunty Rena nggak ada di saat Reas sakit.”

    Anes menatap keponakannya dengan perasaan iba. Sebenarnya Anes pun merasa bersalah karena sudah membawa masalah Renata ke jalur hukum, tapi, Anes ingin menjauhkan Andreas dari orang yang tidak benar.

    “Aunty. Bebaskan aunty Rena,”

    “Tapi, papa kamu yang menuntut Renata,” ucap Anes.

    “Reas, belum pernah lihat wajah mama, belum peluk dan cium dia. Tapi Reas nyaman banget di dekat aunty Rena. Reas selalu marah dan buat aunty Rena kesal, tapi Reas bahagia,” ucap Andreas sambil meneteskan air mata, tapi dia terlihat tegar.

    “Tapi papa kamu tidak mencintai aunty Rena, dan pasti aunty Rena pun marah sama papa kamu,” ucap Anes, mencoba untuk memeperi Andreas pengertian.

    “Tapi, Reas sakit lihat aunty Rena luka, lebih sakit daripada jatuh,” ucap andreas sedikit emosi, dan matanya kembali meneteskan air mata.

📖📖📖
Welcome to the world of It's Not FINE!
The sixth story by senjasaturnus

Jangan lupa VOTE FOLLOW SHARE AND COMMEN

It's Not FINE! [Completed]✓Where stories live. Discover now