Part 18 Renata Berkelahi

216 22 0
                                    

    Waktu terus berdenting, berjalan dan membawa semua ketidakadilan, jarumnya berputar setiap saat, mengikuti induk yang saat ini bertengger di pukul sembilan pagi. Warna jingga dan hitam telah berubah menjadi biru, cukup cerah, tapi kecerahan itu tidak akan bisa di lihat dari dalam penjara.

    Renata terlihat berjalan di lorong penjara bersama tahanan yang lain. Dia berjalan keluar dan menatap lapangan yang sekelilingnya di tutupi oleh tembok besar supaya semua narapidana tidak bisa kabur. 

    Sudah satu minggu ini, Renata di izinkan untuk keluar dari sel dan melakukan aktivitas di luar sel, seperti mencuci baju, merenung dan berdiam diri seperti orang depersi. Renata menatap ke langit cerah yang bersih dari awan, dia menyipitkan mata karena silau.

    Di bibirnya terdapat bekas luka yang masih baru, juga di pelipis wajahnya. Renata memang kerap bertengkar dengan para tahanan yang lain, namun dia selalu kalah karena dia tidak pernah melawan. Keadaannya sekarang sudah tidak baik-baik saja, matanya terlihat kosong, tubuhnya semakin mengecil dan dia jarang berbicara, bahkan dia sudah tidak mau bertemu dengan Mika ataupun Jansen, kecuali pengacaranya.

    “Cuci baju gue!” seorang tahanan wanita melemparkan baju berwarna oren pada Renata.

    Tidak lama kemudian, beberap wanita dari berbagai usia melempar baju kotor mereka ke wajah Renata. Dia benar-benar merasa di bully selama di penjara, tapi Renata tidak bisa melakukan apa-apa, karena dia sendiri sedangkan para wanita itu seperti geng.

    “Cuci yang bersih,” ucapnya yang kemudian pergi.

    “Tangan kalian buntung?” tanya Renata dengan mata yang menatap ke bawah.

    “Apa lo bilang?” tanya wanita itu dengan marah.

    “Kalian budek?” tanya Renata balik.

    “Sekarang lo berani bicara? Cih,” ucapnya dengan remeh.

    Renata membuang semua baju itu ke tanah lalu menatap wanita ketua geng itu dengan wajah datar. Renata kemudian mulai menyunggingkan senyum tipisnya dan meludah sembarangan.

    “Punya nyali juga lo, jalang?” tanya wanita itu. Renata mengepalkan tangannya dengan rapat sambil menatap wanita itu dengan tajam.

    “Lo berani sama gue?” wanita itu berjalan mendekati Renata dengan menantang.

    “Gue bukan jalang!”

    Renata berteriak, lalu berlari mendekat dan melayangkan hantamannya tepat di wajah wanita itu. Wanita itu jatuh ke tanah dan Renata kembali menghantamkan tinjuannya. Teman-teman wanita itu tidak terima dan menyerang Renata. Menjambah, memuku, dan menendangnya, tapi Renata kali ini tidak hanya pasrah, dia mengeluarkan semua amarah, kesakitan dan ketakutan yang dia pendam satu bulan ini.

    Renata memukul siapa saja orang di dekatnya. Tapi ternyata banyak juga yang membantu Renata. Karena geng wanita itu cukup meresahkan dan suka mem-bully narapidana yang lain. Renata menghantam wajah dan punggung mereka, namun dia juga mendapat pukulan di dada dan pelipisnya.

    Darah seketika muncul setelah Renata mendapat hantaman di wajahnya, namun dia tidak peduli dan terus melayangkan pukulannya untuk membalas dendam. Tidak lama kemudian bebrapa sipir wanita berdatangan dan mencoba melerai mereka semua.

    “Berhenti!” teriak para sipir sambil memecah belah kerumunan yang tengah berkelahi itu.

    Terpaksa salah satu polisi pria menembakkan peluru ke udara agar perkelahian itu berakhir. Akhirnya mereka semua melepas cengkeraman tangan mereka dan berdiri dengan luka masing-masing di wajahnya. wanita itu tampak babak belur dan kesakitan, sedangkan Renata meludahkan darah dari mulutnya dan berjalan masuk ke dalam kantor polisi. 

    Renta berjalan didamping oleh seorang sipir wanita. Renata beberapa kali mengusap darah di wajahnya, sedangkan sipir it uterus saja memarahi Renata selama menuju sel. Sipir itu membawa Renata masuk ke sel yang berbeda. 

    “Ini sel kamu. Kamu selalu saja berkelahi dengan tahanan yang lain. Obati luka kamu,” ucap sipir itu sambil mengambil kotak obat dari dalam laci meja yang terletak tidak jauh dari sel Renata.

    “Besok adalah persidangan pertamamu. Obati lukanya, dan persiapkan diri kamu untuk besok.”

    “Terima kasih,” ucap Renata sambil menerima kotak obat itu.

    “Aku akan ambilkan air untuk membersihkan darahmu,” ucap polisi itu yang kemudian meninggalkan Renata.

    Renata terduduk di atas lantai sambil memgang kota P3K itu. Dia menatap luka sobekan di punggung tangannya, sepertinya tadi dia salah menonjok tanah sampai kulit tangannya sobek. Renata mengaduh kesakitan saat dia menempelkan kapas dengan alcohol di tangannya. Renata ingin menangis, tapi dia seperti lupa caranya menangis, dia lupa rasanya terluka sampai harus menagis sesenggukan. Batinya, jiwanya, mentalnya, semua sudah hancur selama dia mendekam di penjara. 

**InF**

    Di rumah mewah kediaman Arjuna, tampak ramai oleh beberapa orang. Mereka adalah orang dari wedding organizer. Mereka sedang mempersiapkan semua kebutuhan untuk acara pertunangan yang akan di gelar dua hari lagi. Setelah keluarga Arjuna kembali dari Turki dua hari yang lalu, mereka segera mempersiapkan segala keperluan untuk acara pertunangan Arjuna dengan Kanya.

    Semua orang tampak serius untuk membahas tema pertunagan itu, namun Andreas dan Anes tampak malas dan lebih memilih untuk memaikan handphone mereka. sejak dulu Anes dan Andreas memang tidak suka jika Arjuna berhubungan dengan Kanya. Tapi Arjuna adalah orang yang keras kepala, sedangkan Kanya adalah wanita ular yang selalu melakukan apapun untuk mendapat perhatian dari Arjuna.

    “Baby, aku maunya nanti temannya outdoor aja. kita buatnya di dekat pantai. Biar kaya temen-temen aku, mereka nikah dan tunangan di pinggir pantai,” ucap Kanya pada Arjuna, seperti penjilat.

    “Hem, ikuti saja apa kemauanya,” ucap Arjuna pada wedding organizer.

    “Baik pak, kira-kira di pantai mana ya pak. Biar nanti kita bisa memboking tempat itu dan mempersiapkan semuanya.”

    “Pantai Pandawa,” ucap Andreas, yang membuat semua orang menoleh ke arahnya.

    Anes menatap Andreas dengankening mengeryit, biasanya Andreas adalah orang paling tidak peduli dengan hubungan papanya, tapi kenapa kali ini dia mengusulkan tempat untuk acara pertunangan papanya?

    “Pantai pandawa juga bangus baby. Makasih Andreas sayang,” ucap Kanya dengan senyum pada Andreas, namun Andreas malah menyilangkan kedua tangannya dan pergi dari ruang tamu.

    “Jangan Cuma pikirkan pertunagang kamu, kak. Besok adalah persidangan Renata, kamu harus hadir,” ucap Anes yang kemudian ikut melangkahkan pergi dari ruang tamu.

    Arjuna sedikit melirik kepergian Anes, lalu menghela nafas. Entah kenapa setiap dia mendengar nama Renata dan mengingat wajah wanita itu freak itu, Arjuna selalu merasa sakit, juga rindu. Enatah bagaimana perasaan Arjuna sebenarnya, dia tidak tau bagaimana rasanya jatuh cinta setelah kepergian Maureen.

    Hatinya tidak lagi berdetak untuk siapa-siapapun, termasuk Kanya. Arjuna hanya ingin memberikan Andreas seorang mama, yang akan selalu menjaga dan menemaninya kapanpun. Dan menurut Arjuna, Kanya adalah calon mama yang pas. Kanya selalu membelikan Arjuna mainan, mengajaknya belanja dan jalan-jalan, meskipun Andreas sering membentak Kanya, tapi Kanya selalu sabar menghadapi Andreas.

📖📖📖
Welcome to the world of It's Not FINE!
The sixth story by senjasaturnus

Jangan lupa VOTE FOLLOW SHARE AND COMMEN

It's Not FINE! [Completed]✓Where stories live. Discover now