Part 19 Lima tahun penjara

228 25 0
                                    

Di pagi hari yang cerah ini, ruang persidangan tampak ramai dengan pengunjung sidang yang duduk menempati kursi sesuai dengan pihak penggugat dan tergugat. Di bagian kursi tergugat tampak sedikit sepi, karena hanya di hadiri oleh Mika, Jansen, kuasa hukum, , serta dua orang pria dan wanita yang sudah lanjut usia.

Sedangkan di bagian kiri, di kursi penuntut tampak ramai, keluarga Arjuna semuanya datang, tidak lupa juga dengan penasehat hukum, penuntut umum, jaksa penuntut, dan beberapa bawahan Arjuna yang sengaja dia suruh untuk menjadi saksi di persidangan. Tidak lama kemudian majelis hakim masuk ke dalam ruang persidangan melalui pintu khusus lalu menduduki kursi masing-masing.

"Sidang pengadilan Negeri Denpasar, yang memeriksa perkara pidana nomor dua puluh tujuh atas nama Renata Estiana Diatmika, pada hari Jum'at, tanggal sembilan belas dinyatakan di buka dan terbuka untuk umum," ucap hakim ketua sambil mengetuk palu sebanyak tiga kali.

Setelah persidangan resmi di buka, Renata belum juga muncul dari pintu. Sepertinya terjadi kendala yang membuat tim kepolisian terlambat hadir untuk membawa Renata ke persidangan. Persidangan hampir di tunda setelah menunggu sekitar sepuluh menit, namun akhirnya Renata muncul dari arah pintu bersama dua orang polisi yang menggiringnya.

Renata berjalan dengan langkah pasti dan tatapan mata lurus ke depan. Matanya tampak kosong, wajahnya datar dan seperti tidak ada minat untuk hidup lagi. Semua orang menatap ke arahnya, melihat semua bekas luka perkelahian di wajah dan tangan Renata dengan tatapan yang miris.

Mika dan kedua orang tua Renata tampak terkejut dengan penampilan Renata yang cukup mengenaskan dengan bekas luka perkelahian. Mika memang sengaja memberitahukan mengenai kondisi Renata pada kedua orang tuanya, dan mereka pun segera terbang ke Bali tadi malam. Mika melakukan hal itu, supaya orang tua Renata tidak lagi khawatir dan Renata bisa menghadapi masalahnya dengan dukungan keluarganya.

"Pak, Renata," ucap Fika sambil menyentuh lengan suaminya.

"Iya, buk," ucap Rama dengan sedih.

Renata duduk di kursi tepat di depan meja hakim, dia menatap hakim ketua dengan mata yang tajam, tidak ada ekspresi sedih, menyesal, marah atau kecewa. Wajahnya benar-benar dingin.

Setelah itu, hakim ketua mulai mengajukkan beberapa pertanyaan identitas pada Renata. Renata hanya membalasnya dengan singkat dan padat, tanpa suara bergetar karena sedih atau gugup. Lalu, jaksa penuntut umum di pihak Arjuna pun mulai membacakan surat dakwaan, semua orang mendengarnya, termasuk Renata yang diam-diam menyunggingkan senyum sinisnya.

Setelah itu, hakim memberinya pengajuan eksepsi atau keberatan pada pihak Renata, dan tentunya jaksa penuntut di pihak Renata mengajukan keberatan karena dakwaan tidak dapat di terima. Penasehat hukum di pihak Renata membacakan pengajuan eksepi itu di depan hakim, sedangkan Renata tampak santai dan tidak peduli dengan orang-orang yang sedang mencoba untuk membantunya.

"Kami menolak eksepsi dari terdakwa," ucap jaksa penuntut Arjuna.

"Kenapa anda menolak eksepsi pihak terdakwa?" tanya hakim.

"Kami telah membawa saksi, dia adalah orang yang membeli mobil dari tersangka," ucap jaksa penuntut sambil menunjuk seorang laki-laki paruh baya.

Hakim meminta saksi itu maju ke depan dan menanyakan identitas saksi itu, setelah itu, saksi di perbolehkan untuk memberi keterangan yang sebenarnya di depan para majelis hakim, jaksa, dan semua orang di dalam persidangan itu.

"Saya masih ingat dengan jelas, waktu itu sekitar pukul satu siang, ibu ini datang ke shorum mobil saya bersama beberapa pria berpakian seperti pereman, dia menjual mobil merek SUV pada saya, dan saya membelinya dengan harga satu setengah miliar. Saya sudah mengirim uangnya melalui rekeningnya," ucap saksi itu. Renata sedikit menyungingkan senyum dan menghela nafas.

It's Not FINE! [Completed]✓Where stories live. Discover now