Part 13 Maureen Bima Atmajaya

205 27 0
                                    

    Renata berjalan di jalan sepi sambil mengusap bibirnya yang sedari tadi mengeluarkan darah, dia memang memiliki riwayat penyakit hemophilia, dimana darahnya akan susah berhenti sebelum di obati, atau meminum obat pereda darah.

    Renata menatap ke area perumahan yang jalannya sempit, dia berjalan dengan bingung, sepertinya dia tersesat. Dia kembali berjalan dan menemukan lapanga luas dengan gundukan tanah, tempat itu tidak lain adalah makam.

    Renata bergidik negeri dan melintasi pemakaman itu dengan ngeri. Kenapa bisa dia sampai di makam? Renata memejamkan matanya yang sedikit memblur akibat pusing yang tiba-tiba melanda kepalanya.

    “Gue nggak boleh pingsan, ya kalik gue pingsan di kuburan yang ada di kubur gue.”

    Renata kembali melangkahkan kakinya dan berhenti di bawah pohon sambil duduk di kursi tua. Renata mengusap darahnya lagi dan menatap sekeliling pemakaman. Mata Renata tidak sengaja melihat sosok lai-laki yang saat ini berdiri di depan makam sambil membawa sebukt bunga, Renata menajamkan penglihatannya.

    “Itukan Fiqni, senior gue. dia nyekar di makam siapa? Hah, kali aja dia mau bantu gue.”

    Renata kembali berdiri dan berjalan mendekati Fiqni. Setelah berada di dekat makam itu, dua menghentikan langkahnya dan melihat fiqni yang tampak sedih dan sangat berkabung. 

    “Maureen Bima Atmajaya,” ucap Renata.

    Fiqni menoleh ke atas dan melihat Renata yang berdiri di depannya. Fiqni segera berdiri dan menatap Renata dengan wajah datar.

    “Kenapa lo ada di sini?”

    “Hem, gue tersesat. Maureen Bima Atmajaya, gue kaya nggak asing sama nama itu,” ucap Renata sambil mengingat-ingat.

    “Dia mamanya Andreas.”

    “Ahh, iya, Reas pernah bilang itu nama mamanya. Jadi dia dimakamkan di sini?”

    “Kenapa lo ada di sini?” tanya Fiqni lagi.

    “Tersesat. Gue nggak tau jalan,” ucap Renata sambil berjongkok.

    “Tapi, kenapa makam ini biasa aja, padahal suaminya kaya raya, kan dia bisa buat makam ini terlihat mewah,” Renata membersihkan rumput liar di atas makam.

    “Gue nggak tau,” ucap Fiqni yang kemudian ikut berjongkok di dekat makam.

    “Kok lo ada di sini? Lo saudaranya Maureen? Berarti lo masih saudaraan sama Arjuna dong?’ tanya Renata tanpa menatap Fiqni.

    “Bukan.”

    “Oh, lo pasti temennya Maureen.”

    “Maureen, pacar gue, sebelum dia menikah sama pak Juna,” ucap Fiqni, Renata tidak mengira jika Fiqni mau berbicara jujur dengannya, padahal di kantor Fiqni selalu terlihat membencinya.

    “Dan, lo masih mencintai dia?”

    “Hem.”

    “Hah, cinta emang nggak ada habisnya. Tapi untuk apa terlalu lama mencintai jika tidak ada jawaban pasti, itu hanya akan menyakiti hati dalam waktu yang lama.”

    “Cinta tidak pernah memasang waktu, sampai kapan akan berakhir. Selam jantung masih berdetak dengan irama yang sama, maka tidak akan ada yang berubah.”

    “Lo salah, cinta itu ada kadaluwarsanya. Lo cuma butuh seseorang yang akan memberikan cinta yang baru. Dih, kenapa gue jadi alay sih,” ucap Renata yang kemudian berdiri dari jongkoknya, tapi dia merasa kepalanya pusing.

It's Not FINE! [Completed]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang