Bayangan

457 59 0
                                    

Jalanan di luar sana sepi. Aku terus menatap ke sana dan tidak beranjak dari birai jendela sejak beberapa jam lalu. Jemariku mengusap permukaan dingin yang kini kududuki. Napasku tercekat saat menyadari tidak siapa pun di sampingku sekarang. Tempat ini kosong, di depanku tidak ada siapa-siapa.

Aku mengembuskan napas lalu menyentuh dadaku yang nyeri. Padahal biasanya Geral ada di sini. Duduk di depanku dan kami saling bersitatap, bertukar pandang sebentar sebelum berbagi senyuman, kaki kami akan saling bersentuhan lalu terlipat satu sama lain saat dia menarik tubuhku mendekat untuk menautkan ciuman. Jemariku terangkat untuk menyentuh permukaan bibirku. Ciuman terakhir masih terasa, sayangnya dia tidak ada sekarang. Dia mendadak menghilang tanpa kusadari.

Baru dua hari sejak pemakaman, tetapi rasanya sudah bertahun-tahun terlewat. Aku melewatkan banyak waktu dengan duduk di birai jendela, menatap jalanan. Kadang makan, kadang tidak. Tidak ada yang mengingatkanku soal kebiasaan buruk ini karena aku selalu sendirian. Alex beberapa kali datang dan menginap, akan tetapi tidak lebih dari itu. Dia hanya bilang kalau akan sangat berbahaya kalau tinggal sendirian karena katanya banyak perampok yang membawa mobil dan senjata tajam untuk merangsek ke rumah korban. Namun, selain peringatan dan sesekali datang, tidak ada hal yang dilakukannya.

"Apanya yang akan dirampok, aku juga enggak punya apa-apa. Hanya orang gila yang mau menjarah tempat ini," kataku malam itu saat dia hendak menarik selimut ke dekat daguku.

"Mereka masuk secara random ke rumah korban. Katanya mereka melakukan survey dengan menyamar menjadi pemulung di siang hari untuk memantau target." Alex masih bersikeras,

"Aku tidak punya apa pun, Kakak juga tahu itu. Rumah ini juga hanya bekas rumah besar yang tidak terawat. Selain lokasinya yang paling dekat dengan jalan raya, tidak ada hal lain yang bisa menarik penjahat buat berkunjung."

"Apa pun, semua berita ini berbahaya—"

"Bukankah sejak dulu aku sendirian?" sanggahku cepat.

"Setidaknya dulu Geral sering datang, sekarang dia tidak ada lagi."

Kalau begitu, apa susahnya membawaku bersamamu kalau kau khawatir, Kak?

Sayangnya kalimat itu gagal terucap. Aku meneguk ludah kuat-kuat lalu melipat bibir. Perkataan Alex lagi-lagi menegaskan kalau Geral tidak ada lagi dan aku sendirian di sini tanpa memikirkan perasaanku sama sekali.

"Kamu tahu kan kalau aku enggak bisa membawamu bersamaku, Za?"

Alex seolah memberikan pertanyaan, padahal sebenarnya dia sedang memberikan pernyataan kalau aku tidak datang ke rumah itu bersamanya. Ayah tidak akan suka dengan kehadiranku di sana. Sejujurnya aku ingin mengatakan semua itu, tapi aku tidak ingin terlihat seperti pengemis baik pada Alex atau pun Ayah. Tubuhku masih membeku di tempat kala pria itu mengusap kepalaku lalu dia bergerak keluar.

"Kamu harus mengerti ya, Za. Kita kan keluarga," katanya lagi seolah-olah dia ingin menegaskan kalau semua yang dikatakannya itu benar dan masuk akal.

Keluarga, huh?

Sejak kecelakaan beberapa tahun silam yang merenggut nyawa ibuku—satu-satunya orang di dunia ini yang menerimaku tanpa syarat—aku sudah tidak punya keluarga lagi. Ibu yang membuat semua orang tersenyum kepadaku. Setelah Ibu meninggal, aku kehilangan segalanya. Senyuman di bibir setiap orang berubah menjadi kerut kekesalan. Semua hal menyenangkan sirna seiring dengan kepergian Ibu.

Bukan hanya kehilangan yang kuderita, sejak malam itu aku dihantui oleh perasaan bersalah dan tudingan orang-orang. Tudingan untuk entah apa, aku tidak tahu. Tidak ada jawaban yang kudapatkan saat aku bertanya selain penghakiman. Berulang kali aku mencoba bertanya pada Tuhan dalam setiap doa. Tetapi sepertinya Tuhan pun enggan menjawab semua pertanyaan. Mungkin Tuhan masih enggan menghapus air mata makhluknya yang selalu tumpah. Ketika aku ingin menyerah bahkan Tuhan menolak untuk mencabut nyawaku. Sejak saat itu aku kecewa pada Tuhan. Aku pun ingin membuat-Nya kecewa dengan tidak pernah menyebut nama-Nya dan tidak lagi mau berdoa.

One Thousand DaysWhere stories live. Discover now