Lepas dari Raga

78 14 4
                                    

Aku mengerjap dan menoleh ke segala arah untuk memastikan kalau aku benar-benar hanya bermimpi. Tidak ada lagi jalanan, yang kulihat hanya koridor rumah sakit dan ornag-orang yang berlalu lalang.

"Kalau kamu masih ngantuk, kamu bisa taruh kepalamu di sini, Za!" Alex tersenyum lalu menepuk bahunya. "Minta pangku juga boleh."

"Lho, Kakak kapan datangnya?"

"Baru saja."

"Oh."

"Kamu mau minum?" Alex mengulurkan sebotol air mineral yang telah terbuka tutupnya ke arahku. Aku menerima botol pemberiannya dan langsung menelan air dengan dua tegukan besar hingga memicu batuk datang menyerang.

"Pelan-pelan," katanya seraya menepuk punggungku.

"Geral?" Suaraku bergema pelan di antara batuk yang masih menyerangku.

"Enza!" Ada rasa lelah dalam suara itu. "Yang kecelakaan itu Rael, bukan Geral."

Tunggu, kecelakaan itu. Bagaimana keadaan Geral sekarang? Bagaimana bisa aku baru ingat sekarang?

Aku menoleh ke arah ruang operasi, lampunya masih menyala. Geral belum selesai ditangani. Melihat hal itu membuat pikiranku campur aduk, antara takut dan sekaligus lega. Takut kalau terjadi apa-apa pada Geral. Lega karena pemuda itu masih ditangani sekarang.

"Operasinya belum selesai?"

"Belum."

Aku mengembuskan napas lega. Sekarang aku bisa sedikit lebih tenang. "Tapi, Kakak tahu perkembangan kondisinya atau enggak?"

"Belum tahu, Za. Kan belum selesai ditangani sama dokter."

"Oh, iya, benar."

Aku mengangguk kaku sementara jemariku meremas botol air mineral di pangkuan. Jantungkua berdebar-debar di dalam ada, sementara telapak tanganku mulai berkeringat. Alex sendiri hanya menepuk bahuku dan mengusap kepalaku. Kakak lelakiku itu mungkin hanya ingin membuatku lebih tenang.

"Enza!"

"Kakak manggil aku?" tanyaku sambil buru-buru menoleh ke arah Alex.

Alex langsung menggeleng. "Enggak."

"Enza, aku di sini."

Suara yang tidak asing kembali menggema. Aku mencari arah datangnya suara. Saat menemukan pemilik suara, kelopak mataku terbuka lebar. Sosok pemuda berkemeja putih berdiri di ujung koridor sambil melambaikan tangannya ke arahku. Aku tercekat saat menatap sosok itu dalam-dalam. Wajah yang teramat kukenal dan aku berharap kalau semua ini hanya mimpi buruk. Tubuh Rael tidak mungkin meninggal.

Aku mengerjap dan mengusap mata untuk meyakinkan kalau penglihatanku tidak salah. Namun, sosok itu benar-benar Geral. Dia kini masih melambaikan tangan di ujung koridor. Jantungku bedebar kencang hingga rasanya akan terlepas dari engselnya. Kalau diperhatikan ekspresi yang menempel di wajah Geral terlihat sedih.

"Enza!"

Aku terhenyak, suara Geral kembali terdengar memanggil namaku. Tidak perlu meyakinkan salah lihat atau tidak karena aku melihat bibir pemuda itu bergerak. Jelas saja dia yang berbicara dan bukan orang lain.

"Enza!"

Suaranya semakin lirih. Pemuda juga bergerak makin menjauh—entah ini hanya perasaanku saja atau memang sebenarnya kejadiannya begitu.

"Geral!" panggilku sambil beranjak berdiri dari kursi. "Kamu mau ke mana?"

"Za? Kamu yang kamu mau ke mana?"

One Thousand Daysحيث تعيش القصص. اكتشف الآن