; invisible string

80 20 1
                                    

;


"Anda pesan apa?" Suara itu terdengar pelan di telinga kananku.

Memberi hawa dingin sejenak sejak musim gugur telah berlalu. Ah, apa barusan aku melamun? Kalau iya, sialan. Wajahku pasti tidak terlihat baik.

Pria di sebelahku ini memakai baju warna teal—dengan lengannya yang tidak terlalu besar namun mencolok sebab gelang talinya terlalu banyak.

"Es krim. Vanila." Aku menjawab dengan begitu tolol dan kelabu.

Pelayan itu tersenyum pelan, mungkin karena menduga aku akan menyebut berbagai syarat seperti tambahan topping atau semacamnya. Aku menenggelamkan wajah di lipatan buku, menghirup aroma papirus kuning dengan sejuta kemagnetan. Andai pelayan itu tidak tercipta, kemungkinan aku hanya akan menikahi kertas-kertas di depanku ini.

"Kau bekerja di sini?" tanyaku memberanikan diri saat pesanan tiba. Dia terkejut, sebab sudah membalikkan badan hendak meneruskan kesibukan.

Karena mengira aku akan bandel, dia hanya tersenyum kecil. "Kau sepertinya lebih muda dariku, ya? Betul, aku pelayan di sini."

"A-aku tujuh belas," ucapku cepat. Mendadak kebingungan sebab dia memutuskan duduk dan melayaniku bicara. Dia merespon kecil, "Santai saja. Aku sembilan belas. Namaku Kim Taehyung. Aku sudah hafal namamu. Jeon Jungkook, 'kan? Yang selalu memesan hal yang sama di sini selama sebulan terakhir? Rambutmu sedikit lebih gelap dari kemarin, kukira."

"Kau mengamatiku? Selama ini?"

"Aku punya mata yang tajam, jujur saja." Taehyung memasang wajah jumawa. Senyum dua jarinya terlihat begitu tampan dengan topi yang ditarik ke belakang.

"Topikalitas yang buruk jika kau hanya memesan es krim vanila, duduk di pojok, berdiam diri, serta membawa buku yang sama. Aku tidak terlalu bisa membacamu lebih dalam. Oh, dan juga hal-hal barusan yang kusebut, itu terlalu luas untuk diambil satu saja sebagai topik," ia melanjutkan.

Aku menunduk, malu sekali sampai rasanya ingin menangis. Pria ini membacaku dengan begitu elite layaknya pria-pria di luar sana yang hanya ada satu banding seribu. Dia begitu indah, begitu membuatku takjub. Apalagi cengiran khas itu disertai suara bariton. Aku memang akan segera pindah ke Amerika. Tapi kalau kukaitkan benangku padanya, akankah dia bersedia?


;


New York, tiga tahun setelahnya.


Aku berjalan dengan tergesa. Sepatuku yang baru ini benar-benar bercanda. Begitu kekecilan—Mama yang beli dan perempuan itu sepertinya tidak paham bahwa aku putranya.

Kakiku melangkah begitu cepat, menyelinap di antara punggung-punggung dengan berbagai aroma. Astaga, mulai jam padat lagi. Kalau sampai aku terlambat melamar pekerjaan, siapa yang akan kusalahkan? Orang-orang? Mama? Atau sepatu sialan ini?

Gedung itu sudah terlihat. Menjulang begitu tinggi sampai mataku tidak terlalu menangkap ujungnya. Menandakan aku sudah terlalu dekat.

Suara beberapa orang yang mengeluh sebab aku senggol benar-benar bukan masalah. Masalahnya adalah sekarang. Sekarang, saat aku menabrak seseorang berpakaian rapi serta memiliki punggung layaknya direktur.

"A-anda baik-baik saja? Maafkan saya!"

Aku menunduk begitu lama. Bahkan mungkin orang-orang di gedung ini sedang memperhatikanku dan menimbang-nimbang, langkah apa yang akan mereka lakukan. Kemungkinan besar, lempar sandwich di tangan.

"Jeon Jungkook?"

Mendengar itu, aku mendongak. Pria di depanku itu tersenyum, bahkan sangat lebar. Rambutnya ikal, terlihat sedikit panjang, juga deretan giginya masih sama. Seketika, kakiku melemas. Penglihatanku mengabur. Awan-awan yang berarak di atas kepala menjadi saksi bisu bahwa aku terpana.

"Kim Taehyung?"

"Kau di sini?" dia berkata begitu tenang. Selalu terkesan penuh kendali dengan suara bariton yang sanggup membuatku menangis. Bercandaankah ini? Atau mungkin, mimpikah? Sialan, ini pasti karena sepatu sialan di kaki.

"Aku pemilik gedung ini. Ayo masuk? Kau boleh melamar pekerjaan mana pun di sini. Jangan-jangan kau masih membawa buku itu? Mau kupesankan es krim vanila? Tanpa topping ya?"

Lucu sekali. Bagaimana Tuhan betul-betul mengikatku dan Taehyung dengan sebuah benang tipis yang tidak terlihat bertajuk rindu.


;

Fluorescent Adolescent; drabblesWhere stories live. Discover now